Memasuki musim penghujan, Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) siaga banjir. Kasi Mitigasi BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Tangsel, Essa Nugraha Sudjana mengatakan, ke-20 titik banjir itu tersebar di 7 wilayah kecamatan. Dari 20 titik ada 13 titik yang merupakan wilayah yang cukup rawan banjir. Ke-13 wilayah itu, antara lain berada di wilayah Pondok Aren, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Serpong Utara dan Serpong. (sindonews.com, 11/2/2021)
Sebelumnya, Kawasan Kampung Bulak, Kelurahan Pondok Kacang Timur, Tangerang Selatan juga banjir. Banjir tersebut akibat meluapnya Kali Angke setelah hujan deras yang mengguyur wilayah Tangerang Selatan pada Kamis malam. Drainase di kawasan pemukiman warga yang seharusnya mengalirkan air saat hujan tak berfungsi dengan baik. Dampaknya pada sekitar pukul 02.00 WIB air meluap dan melanda kawasan itu. (kompas.com, 5/2/2021)
Pada tahun 2018 Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany mengatakan, salah satu penyebab munculnya titik banjir baru adalah tidak tersambungnya drainase dari satu perumahan ke perumahan lainnya, karena pengembang di suatu kawasan permukiman tidak menggunakan peil banjir. Peil banjir merupakan pengaturan ketinggian minimal lantai bangunan yang ditentukan berdasarkan lokasi bangunan tersebut. Pemkot Tangsel tengah memperketat persyaratan izin mendirikan bangunan (IMB). Salah satunya dengan mewajibkan pengembang mengajukan peil banjir. Selanjutnya pengawasan ketat terkait fungsi drainase yang dibuat para pengembang. (kompas.com, 23/10/2018)
Pada tahun 2017, Pemkot Tangsel juga sudah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Sistem Drainase Perkotaan yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Kota Tangsel, menjadi daerah pertama di Indonesia yang memiliki regulasi tentang sistem drainase perkotaan. Perda yang disusun Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Tangsel ini, menurutnya akan mengatur semua drainase yang ada di Kota Tangsel, termasuk juga dengan drainase yang dibangun oleh pengembang atau kawasan perumahan yang ada di Kota Tangsel.
Anggota DPRD Kota Tangsel, Drajat Sumarsono saat itu menilai, selama ini banyak pengembang di Kota Tangsel membangun drainasenya hanya disesuaikan dengan kebutuhan mereka saja tanpa kajian mendalam, jadi tidak memikirkan lingkungan. Anggota DPRD Kota Tangsel lainnya, Rizky Jonis menambahkan Perda tersebut juga mengatur tentang pembuatan sumur resapan air baru di setiap kecamatan, seperti tandon dan lainnya. (PalapaNews, 6/12/2017).
Menurut Sekretaris DPU Kota Tangsel Aris Kurniawan, perda ini nantinya juga akan mengatur pembuangan air pengembang perumahan. Rencananya, jika perda ini dijalankan dengan maksimal akan mampu mengatasi 80 persen banjir di Kota Tangsel. (kabar6.com, 16/5/2017).
Faktanya, banjir kembali di tahun-tahun berikutnya. Pada bulan Januari 2020 tahun lalu banjir besar melanda Tangsel bahkan ada yang sampai sepinggang orang dewasa dan sempat memakan korban jiwa (harian pelita.co, 1/1/2021). Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel) menyatakan kerugian akibat banjir pada 1-2 Januari 2020 mencapai Rp28 miliar. Hal itu diketahui setelah pemkot menginventarisasi kerusakan fasilitas akibat banjir yang merendam 119 titik di kota itu.
Wakil Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie menuturkan, berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Korban terbanyak di Kecamatan Pondok Aren, Setu, Pamulang, Serpong Utara, Ciputat, Serpong, dan Ciputat Timur. Total bangunan masyarakat, bangunan rumah warga, jalan, tanggul yang jebol, taman maupun bangunan milik pemerintah, kerugiannya Rp28 miliar dari 18 ribu jiwa yang terdampak. (Okezone.com, 6/1/2020)
Selain buruknya drainase, luapan kali Cisadane di Tangsel juga disinyalir menjadi penyebab banjir. Karena itu Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel) melakukan koordinasi dengan sejumlah lembaga termasuk Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC). Menurut Wakil Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie, perumahan yang terdekat yang termasuk rawan banjir akan dilakukan peninggian tanggul dan pengerukan sungai secara berkala. (republika.co.id, 5/2/2020).
Dinas Binamarga Sumber Daya Air (DBMSDA) Tangsel mengatakan, salah satu yang menjadi perhatian serius pada bidang sumber daya air adalah perbaikan turap yang jebol dikawasan Pondok Aren dan normalisasi Situ di Tangsel. (monitortangerang.com, 9/9/2016). Selain karena tata ruang atau tata kota dan drainase masing-masing wilayah, tak bisa dimungkiri banjir di wilayah Tangsel masih sangat erat kaitannya dengan banjir yang melanda wilayah Jabodetabek.
Komunitas Kopi tim ahli dari ITB (Institut Teknologi Bandung), dimana Jabodetabek sebagai penyangga ibu kota memang tak luput dari banjir yang melanda sejumlah wilayah di Jakarta. Meluapnya sungai-sungai yang melintasi Jakarta dan sekitarnya selalu terjadi pada musim penghujan. Karena Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan, kali Krukut dan kali Angke juga melewati wilayah penyangga Jakarta. Disamping juga karena buruknya drainase dan semakin padatnya pemukiman di kota-kota itu.
Ahli Hidrodinamika ITB Muslim Muin menawarkan solusi Gerakan Lumbung Air (Gela). Menurutnya, Gela merupakan solusi yang murah dan tidak membutuhkan biaya banyak. Gela merupakan soft engineering yang menjadi keharusan ketika lahan terbatas dan normalisasi sungai itu tidak bisa dilakukan.
Ahli Meteorologi ITB Armi Susandi dalam diskusi tersebut menawarkan tiga solusi untuk mengatasi banjir. Pertama, kesiapsiagaan banjir, dengan memastikan pompa berfungsi dan gorong-gorong harus bersih. Kedua, konsep naturalisasi dan normalisasi sungai. Konsep ini bagus dua-duanya, hanya butuh lahan untuk naturalisasi, karena teorinya perlu lahan kiri kanan sungai. Ketiga dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Sementara, Ahli Perencanaan Kota dan Wilayah ITB Jehansyah Siregar membenarkan kata budayawan Ridwan Saidi yang mengatakan bukan airnya yang masuk ke perumahan, tapi perumahannya-lah yang masuk daerah air. Dari sisi pemukiman, Jehan menyatakan, normalisasi dengan betonisasi hanya sedikit mengambil lahan sempadan sungai. Dalam Undang-Undang Sumber Daya Air itu lebarnya bangunan di kanan kiri sungai itu batasnya 50 meter. Kalau di luar kota itu 200 meter. Undang-undang juga mengatakan bahwa DAS itu harus menyediakan sempadan sungai dan palung sungai,” tutur Jehan. (Tempo.co, 8/1/2021)
Terjadinya fenomena banjir di perkotaan tidak bisa dilepaskan dari dinamisasi kota itu sendiri, dengan banyaknya pembangunan fisik dan majunya kondisi sosial kemasyarakatannya. Kaitannya dengan siklus hidrologi, kalau tanah di pedesaan, mampu mengendalikan proses sirkulasi hujan secara alamiah, karena daya dukung kemampuan tanah terhadap resapannya.
Berbeda dengan penggunaan tanah di perkotaan, karena padatnya bangunan pancang dan beton, hingga menyebabkan pengaturan air secara alamiah terganggu dan dicirikan oleh besaran laju limpasan air, bahkan karena kurang mempunyai daya tampung aliran (saluran drainase dan badan sungai). Kota-kota di Indonesia pada umumnya terletak pada wilayah dataran banjir, baik dipinggir sungai maupun ditepi pantai.
Dalam makalah yang berjudul fenomena banjir di wilayah perkotaan, dijelaskan beberapa hal yang menjadi penyebab banjir di perkotaan, antara lain dari faktor alam meliputi curah hujan yang tinggi, dan pasang surut air laut, penurunan muka tanah.
Sedangkan faktor manusia, antara lain: (a) perubahan penggunaan tanah dari yang semula merupakan situ, rawa, sawah, kebun, tanah kosong, dialih fungsikan menjadi penggunaan tanah menjadi permukiman, atau bangunan sarana-sarana lainnya; (b) penebangan liar pada hutan di wilayah hulu sebagai daerah tangkapan air (catchment area); hingga bukan saja berakibat terhadap terjadinya banjir akan tetapi juga terhadap kekeringan pada musim kemarau, (c) penyempitan bantaran sungai, sebagai akibat dari okupasi penduduk, (d) penduduk berprilaku yang kurang memahami pentingnya peran fungsi sungai, serta saluran drainase, dan pembuangan limbah (sampah), (e) kurangnya teknik penyerasian bentuk-bentuk pembangunan saluran drainse yang erat kaitannya dengan karakteristik fisik wilayah perkotaan.
Pendapat tentang fenomena banjir di wilayah perkotaan, ditinjau dari sistem DAS. Secara garis besar disebabkan oleh pembangunan pemukiman di dataran banjir; perubahan penggunaan tanah; curah hujan yang tinggi, dan saluran badan sungai mengecil, serta pendangkalan yang terjadi.
Menurut analisis Aqueduct Global Flood Analyzer, Indonesia adalah negara dengan jumlah populasi terdampak bencana banjir terbesar ke-6 di dunia. Yakni sekitar 640.000 orang setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi di Indonesia dengan 464 kejadian banjir setiap tahunnya. Ada tiga faktor utama penyebab banjir dan longsor yang paling banyak disoroti, yaitu berkurangnya tutupan pohon karena hutan gundul, cuaca ekstrem, dan kondisi topografis Daerah Aliran Sungai (DAS). (wri-indonesia.org, 31/7/2019)
Pakar menyebut tren bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor dan banjir bandang yang terus meningkat tiap tahun disebabkan krisis perubahan iklim yang diperparah ulah manusia. Strategi pemerintah Indonesia yang menitikberatkan pada mitigasi, alih-alih menuntaskan akar masalah, dipertanyakan. (BBCnewsIndonesia.com, 11/2/2021). Sebut saja, daerah ibu kota Jakarta telah banyak mengalami konversi lahan yang tak semestinya. Menurut WALHI, Jakarta adalah kota dengan penggunaan lahan untuk mall terbesar di dunia. Yakni sekitar 550 hektare. Sementara daerah resapan air hanya disisakan sebesar delapan persen saja dari luas keseluruhan ibu kota. (Republika.co.id, 7/1/2020)
Sebenarnya sudah ada Kepres No. 43 Tahun 1990 yang menyebutkan sistem penanggulangan yang dilakukan berdasarkan manajemen modern yang mencakup tindakan mitigasi dapat dipandang sebagai suatu upaya struktur dengan membangun infrastruktur pengendali banjir, misalnya dengan membangun kanal-kanal, lubang-lubang biopori, jalur hijau untuk resapan tanah.
Sementara untuk tindakan preventif merupakan tindakan yang menekankan pada pengelolaan lingkungan DAS sebagai bagian integral dari perencanaan penanggulangan bencana banjir. Walhasil, perlu adanya perubahan fundamental dan tersistem terkait penanganan bencana banjir ini. Bukan tataran teknis semata, karena bencana ini terjadi lebih didominasi akibat ulah manusia."Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS. Ar rum:41).
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.
Oleh Hanin Syahidah
0 Komentar