Bagi kaum muslimin melakukan aktivitas dakwah politik bukanlah hal yang tabu. Sebab Islam dan politik tidak bisa dipisahkan. Islam adalah satu-satunya agama yang peduli dengan urusan politik. Upaya menyebarkan dan menerapkan Islam secara kaffah membutuhkan aktifitas politik. Oleh karena itu penting bagi kita untuk meneladani dakwah politik yang telah dilakukan Rasulullah saw hingga akhirnya Islam bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam
Islam
Kaffah: Rahmat Bagi Seluruh Alam
Kehadiran Rasulullah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam mengharuskan
tersebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia. Tak hanya sebagai sebuah agama,
tapi tersebar pula Islam dengan seluruh hukum-hukumnya. Artinya Islam disebut
mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam ketika syariah Islam ditegakkan secara
kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Ini terbukti dalam sejarah. Dimasa
Umar Umar bin Abdul Azis kesejahteraan rakyat sangat terjamin.
Yahya bin Said berkata, ''Umar bin
Abdul Aziz mengutusku menarik zakat di Afrika maka aku jalankan. Aku
mencari-cari sekiranya ada kaum fakir yang dapat kami beri bagian zakat itu,
ternyata tidak kami temui orang fakir sama sekali dan tidak aku temui orang
yang mau mengambil zakat dariku. Umar bin Abdul Aziz telah membuat rakyatnya
kaya dan makmur. Akhirnya, uang zakat itu aku belikan budak dan budak itu aku
merdekakan, dan mereka setia pada kaum Muslimin.” Kesejaheraan umat, ketika itu, tak hanya terjadi
di Afrika, tetapi juga merata di seluruh penjuru wilayah kekuasaan Islam,
seperti Irak dan Basrah.
Kesejahteraan di masa Khalifah Umar
bin Abdul Azis tak hanya dirasakan oleh manusia. Bahkan binatang pun juga merasakan
kesejahteraan itu. Malik
bin Dinar mengungkapkan keadilan Umar bin Abdul Aziz pada hewan. Beliau berkata,
“Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, para penggembala di
pelosok kampung bertanya-tanya siapa orang saleh yang menjadi khalifah ,
sampai-sampai keadilannya bisa menahan serigala memakan kambing-kambing kami”
Demikianlah gambaran saat Islam diterapkan secara kaffah dalam
seluruh aspek kehidupan. Dan itulah misi Rasulullah, menerapkan Islam secara
kaffah dan membuat manusia dan seluruh alam tunduk patuh pada syariat Allah
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ
حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ
اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ
عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ
وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ (واه البخاري ومسلم)
Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah saw
bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka
bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah
Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu
maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan
perhitungan mereka ada pada Allah ta’ala” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka sangat logis jika saat ini umat Islam menginginkan kembali tegaknya
Islam secara kaffah. Dan untuk itu membutuhkan aktivitas dakwah sebagaimana
dakwah yang dilakukan rasulullah saw
Dakwah
Politik Rasulullah
Sejak Rasulullah diperintahkan untuk melakukan dakwah secara
terang-terangan, saat itu pulalah Rasulullah melakukan aktivitas dakwah politik
secara nyata. Sebab yang dihadapi bukan hanya masyarakat Quraiys, tapi juga
para pemuka dan pembesar Quraisy yang tak rela kehilangan jabatan dan hartanya.
Awalnya para pemuka dan pemimpin
Quraiys tdak pernah menyangka bahwa dakwah yang dilakukan Rasulullah akan
menggilas kekuasaan mereka. Hingga mereka melihat ancaman itu di depan matanya.
Mereka pun secara serius mencari cara untuk menghentikan dakwah Rasulullah.
Mereka membuat berbagai makar dan tipu daya dan menggunakan semua sarana dan
fasilitas yang mereka miliki untuk menghentikan dakwah beliau.
Perjuangan politik Rasulullah menghadapi para pemimpin dan pemuka
Quraiys itu diabadikan dalam Al Qur’an. Adalah Al Walid bin al Mughiroh, salah
satu tokoh kafir Quraiys yang sangat terpandang dan memiliki kepakaran dalam
hal syair. Dia adalah ayah dari Khalid bin Walid, sahabat Rasulullah. Ibnu
Abbas meriwayatkan bahwa al Walid bin al Mughiroh menemui Rasulullah. Kemudian
Rasulullah membacakan Al Qur’an kepadanya. Saat itu bacaan Al Qur’an cukup
memberikan pengaruh padanya hingga berita itu sampai kepada Abu Jahal. Abu
Jahal mendatanginya dan Al Walid mengatakan
وماذا أقول؟ فوالله! ما فيكم رجل أعلم بالأشعار مني، ولا أعلم برجز
ولا بقصيدة مني، ولا بأشعار الجن، والله! ما يشبه الذي يقول شيئا من هذا، ووالله!
إن لقوله الذي يقول حلاوة، وإن عليه لطلاوة، وإنه لمثمر أعلاه مغدق أسفله، وإنه
ليعلو وما يعلى، وإنه ليحطم ما تحته
“Apa menurutmu yang harus kukatakan pada mereka? Demi Allah!
Tidak ada di tengah-tengah kalian orang yang lebih memahami syair Arab daripada
aku. Tidak juga pengetahuan tentang rajaz dan qashidahnya yang mengungguli
diriku. Tapi apa yang diucapkan Muhammad itu tidak serupa dengan ini semua.
Juga bukan sihir jin. Demi Allah! Apa yang ia ucapkan (Alquran) itu manis.
Memiliki thalawatan (kenikmatan, baik, dan ucapan yang diterima jiwa). Bagian
atasnya berbuah, sedang bagian bawahnya begitu subur. Perkataannya begitu
tinggi dan tidak ada yang mengunggulinya, serta menghantam apa yang ada
dibawahnya.”
Demikianlah
pengakuan Al Walid terhadap kebenaran Al Qur’an. Namun sayang, rasa sombong
mengalahkan kebenaran yang telah menunjuki hatinya. Abu Jahal membujuknya agar
al-Walid mengatakan sesuatu yang bisa membuat orang-orang Quraisy ridha. Ia
berkata, “Kaummu tidak akan ridha kepadamu sampai engkau mengatakan sesuatu
yang buruk tentang Alquran itu.” Akhirnya al Walid menggunakan kecerdasannya
untuk memutar otak, mencari narasi yang tepat untuk memutarbalikkan fakta yang
ada. Dia berkata,”Jika demikian, tinggalkanlah aku biar aku berpikir dulu,” Setelah
berpikir, al-Walid mengatakan, “Al Quran ini adalah sihir yang dipelajari.
Muhammad mempelajarinya dari orang lain.”
Makar
dan tipu daya Al Walid bin al Mughirah itu dibuka Allah dengan menurunkan
firman-Nya surat al-Mudatstsir ayat 11 dan beberapa ayat sesudahnya. Dari
ayat-ayat tersebut diketahui Al Walid divonis akan mendapatkan adzab yang pedih
di neraka. Demikianlah Al Qur’an menggambarkan akhir kehidupan pemimpin yang
menentang Allah dan Rasul-Nya.
Tak
hanya Al Walid bin al Mughirah, beberapa kisah tipu daya dan makar yang dibuat
oleh para pemimpin Quraiys pun diabadikan dalam Al Qur’an. Jadi jika kita
meyakini bahwa al Qur’an adalah petunjuk bagi kaum muslimin, maka hal ini cukup
menggambarkan bahwa perjuangan politik Rasulullah menghadapi para pembesar dan
pemimpin Quraiys saat itu adalah jalan (thariqah) dakwah yang harus diyakini
kebenarannya dan diteladani.
Meneladani
Perjuagan Politik Rasulullah saw
Pada hakikatnya suatu masyarakat
yang menginginkan penerapan syariat Islam secara kaffah harus memiliki pemimpin
yang bersedia menerapkan sistem Islam. Sebab penerapan syariah Islam hanya akan
sempurna jika berada dalam sistem yang sama, yakni sistem Islam. Syariah Islam
takkan bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam jika diterapkan dalam sistem
Kapitalis.
Oleh sebab itu Rasulullah pun
melakukan dakwah politik kepada para pemimpin Quraiys. Beliau pun sudah
mengingatkan kaum muslimin bahwa kelak akan ada pemimpin yang tidak mengikuti
syariat Allah, bahkan menentangnya. Sabda Rasulullah saw:
سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أَئِمَّةٌ يَمْلِكُوْنَ رِقَابَكُمْ
وَيُحَدِّثُوْنَكُمْ فَيَكْذِبُونَ، وَيَعْمَلُوْنَ فَيُسِيؤُونَ، لا يَرْضَوْنَ
مِنْكُمْ حَتَّى تُحَسِّنُوا قَبِيْحَهُمْ وَتُصَدِّقُوْا كَذِبَهُمْ،
فاعْطُوْهُمُ الحَقَّ مَا رَضُوا بِهِ.
"Kalian akan dipimpin oleh para
pemimpin yang mengancam kehidupan kalian. Mereka berbicara kepada kalian,
tetapi mereka banyak berdusta. Mereka bekerja, tetapi kinerja mereka sangat
buruk. Mereka tidak suka kepada kalian kecuali jika kalian menilai baik
(memuji) keburukan mereka, membenarkan kebohongan mereka hingga memberi mereka
hak yang mereka senangi (HR ath-Thabarani).
Al
Qur’an juga sudah mengungkapkan gambaran pemimpin-pemimpin yang buruk dan interaksinya
dengan masyarakat. Allah swt berfirman:
وَقَالُوا رَبَّنَا
إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا .رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ
لَعْنًا كَبِيرًا
“Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah
mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan
kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpankanlah kepada mereka azab
dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS. Al Ahzab: 67-68)
Dalam ayat yang lain, Al Qur’an mengungkapkan interaksi ini
اِذْ تَبَرَّاَ
الَّذِيْنَ اتُّبِعُوْا مِنَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas tangan dari
orang-orang yang mengikuti…” (QS. Al Baqarah: 166)
Demikianlah
Al Qur’an menggambarkan bahwa pada hakekatnya suatu masyarakat dipimpin oleh
penguasa. Pemimpin atau penguasa inilah yang mengatur interaksi di tengah-tengah
masyarakat. Mereka akan memiliki kekuatan jika masyarakat mendukung dan tunduk
patuh serta mempercayainya.
Itu sebabnya sistem Islam juga akan bisa berjalan
jika pemimpinnya menghendaki diterapkannya sistem ini. Sebaliknya syariat Islam
takkan bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam ketika pemimpin atau penguasanya
tak menghendakinya. Mereka menolak syariat Islam bahkan menentangnya, Dan
inilah gambaran dakwah politik yang sebenarnya.
Hafidz
Sholeh dalam bukunya Metode Dakwah Al Qur’an mengatakan Islam
mengharuskan adanya interaksi dengan para pemimpin yang tidak mau menerapkan
syariat Islam ini dengan pendekatan yang khas. Tujuannya untuk menggoyang
kepercayaan kepada mereka dan menarik karpet dari kaki mereka, dengan cara
menjauhkan sandaran dan sumber kekuatan mereka dari diri mereka, ketika mereka
tetap dengan kesombongan dan kesesatannya.
Selanjutnya
digambarkan bahwa selain serangan terhadap para penguasa, yang termasuk
perjuangan politik adalah mengetahui berbagai konspirasi yang tengah dirancang
untuk melawan dakwah ini, serta berbagai strategi busuk yang tengah dibuat.
Juga konspirasi yang ditujukan kepada umat dan mengetahui berbagai peristiwa
yang dirancang di sekitarnya dan berbagai bahaya yang akan menimpa umat.
Aktivitas ini pun dilakukan oleh Rasulullah saw.
Demikianlah perjuangan dakwah politik Rasulullah yang
juga harus dipetik dan dan diikuti. Tentu harus dipahami bahwa dakwah
adalah aktivitas mulia yang sangat besar pahalanya. Namun dibalik besarnya
pahala dan kenikmatan surga yang dijanjikan-Nya, terdapat sebuah ke-istiqomah-an,
kesungguhan perjuangan, totalitas pengorbanan dan kesabaran yang tiada batas.
Karenanya
para pengemban dakwah juga harus memprediksi bahwa dirinya akan ditimpa apa
yang telah menimpa orang-orang mukmin sebelum mereka, sebagaimana firman Allah
swt dalam QS. Al Buruj
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ (1)
وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ (2) وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ (3) قُتِلَ أَصْحَابُ
الْأُخْدُودِ (4) النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ (5) إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ (6)
وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ (7) وَمَا نَقَمُوا
مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (8) الَّذِي
لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (9)
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا
فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ (10) إِنَّ الَّذِينَ
آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الْأَنْهَارُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ (11)
“Demi langit
yang mempunyai gugusan bintang dan hari yang dijanjikan dan yang menyaksikan
dan yang disaksikan. Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit,
yang berapi yang mempunyai kayu bakar ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang
mereka menyaksikan apa yang telah mereka perbuat terhadap orang-orang yang
beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena
orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji.
Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala
sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian
mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab yang
membakar. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
sholih bagi mereka surge yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Itulah
keberuntungan yang besar” (QS. Al Buruj: 1-11)
Itulah
tabiat dakwah yang sesungguhnya dan itulah sikap para pengemban dakwah yang
kokoh dalam menggenggam din ini. Sudahkah kita berupaya meneladaninya?
Penulis: Kamilia Mustadjab
0 Komentar