Dinas Kesehatan Kota Depok menyatakan kegembiraannya, bahwa tingkat keterisian ruang ICU khusus pasien Covid-19 di rumah-rumah sakit (RS) Depok menunjukan penurunan. Penurunan ini didapat dari perbandingan angka dari Desember 2010 sampai Januari 2021 dengan angka pada Februari 2021 saat ini. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, Novarita kepada Kompas.com pada Selasa (9/2/2021), tempat tidur ICU Covid-19 yang berjumlah 130, saat ini hanya terisi 86. Sehingga bed occupancy rate-nya terhitung hanya 66,15 persen. Sedangkan pada Desember 2020 sampai Januari 2021 pernah mencapai 90 persen.
Penurunan ini menurut Novarita, karena RS menambah kapasitas penanganan Covid-19 dengan memperbesar porsi ruang perawatan pasien dari seluruh ruangan RS yang ada. Sementara dari penyebaran virus sendiri, Dinas Kesehatan Kota Depok menyatakan masih belum bisa dikendalikan. Tingkat positive rate-nya masih 30 persen, itu berarti dari 100 orang yang di-test PCR, terkonfirmasi 30 orang yang positif Covid-19.
Data pada Selasa (9/2/2021) tercatat 4.488 pasien Covid-19 yang diisolasi dan dan dirawat di RS di Depok. Angka ini tentu akan jauh lebih besar jika ditotal dengan angka penderita Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Hal ini karena, sudah diketahui bersama, bahwa belakangan RS sudah tidak mampu menampung seluruh pasien Covid-19 yang harus dirawat dan diisolasi.
Sejatinya angka penurunan keterisian ruang ICU RS tidak bisa dibaca sebagai penurunan paparan Covid-19. Terbukti hari ini, di masing-masing kecamatan di Depok masih tercatat ratusan warga yang positif Covid-19. Di Kecamatan Beji tercatat 712 orang positif dengan 61 orang meninggal, di urutan ke-dua, di Kecamatan Sukmajaya ada 570 orang positif dengan 94 orang meninggal. Belum lagi ratusan di kecamatan-kecamatan lain.
Angka yang tercatat, contohnya di Depok, sekilas seolah tidak berarti ketika angka-angka itu tidak dianggap perlu untuk segera diatasi dengan serius dan koprehensif. Kebijakan daerah maupun pusat yang berganti-ganti dalam penanganan Covid-19 terbukti tak berhasil secara signifikan.
Peraturan baru, yaitu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian melalui istruksinya (Inmendagri) 3/2021, mulai diberlakukan pada 9 hingga 22 Februari 2021. Pembatasan sosial berskala mikro ini dinilai lebih efektif dari pada pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Padahal, hasil dari penerapan PPKM tahap awal yang dimulai 11 Januari 2021 lalu, di seluruh Jawa-Bali justru angka kasus Covid-19 dan kematian akibatnya meningkat drastis. Sedangkan saat penerapan PSBB di awal pandemi lalu, justru dinilai lebih efektif, karena bisa menahan laju sebaran Covid-19.
Namun nyatanya pemerintah lebih suka memberlakukan PPKM yang sifatnya mikro (per-daerah). Semua kondisi dan akibat penyebaran Covid-19 jadi harus ditangani oleh pemkot masing-masing. Pemkot kemudian harus berjibaku di daerahnya masing-masing. Pemerintah hanya tinggal menerima laporan angka-angka saja. Angka-angka inipun oleh pemerintah masih belum ditangani pencatatannya dengan baik. Terbukti dari pernyataan Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19, Luhut Binsar Panjaitan, yang menyatakan bahwa masih ada hampir dua juta data atau lebih dari kasus Covid-19 yang belum di- entry oleh pusat. Walaupun, kemudian pernyataan tersebut diluruskan oleh Juru Bicara Menko Marves, Jodi Mahardi (Pikiranrakyat-Depok dari Antara).
Sesungguhnya, baik kebijakan PSBB ataupun PPKM jika dianaliasa dan dilihat faktanya, minim sekali dalam menekan angka sebaran Covid-19. Harus dipahami bahwa pandemi Covid-19 ini sifatnya global. Pandemi ini telah menyebar di banyak negara di dunia. Pemberlakuan pembatasan aktifitas yang sifatnya berskala dan berbatas wilayah tidak akan pernah efektif menahan sebaran virus. Pandemi global seharusnya ditangani secara global pula. Penanganan sebaran Covid-19 ini memerlukan kerjasama antar negara. Tidak akan mampu ditangani per-negara lagi. Seharusnya sekat negara dilepaskan demi penanganan bersama pandemi yang penyebarannya tidak berbatas negara ini.
Ketika khalifah Umar bin Khattab menangani wabah penyakit Tha’un yang menyerang sebagian wilayah Daulah Islam, khalifah mengisolasi daerah tersebut secara total. Saat itu, karena wilayah yang terjangkit wabah tidak seluas sebaran Covid-19 seperti saat ini, maka wilayah tersebut diisolasi secara total ( lock-down), sementara daerah lain tetap dibuka seperti biasa.
Aktifitas penduduk di wilayah yang tidak terkena wabah, berlangsung seperti biasa. Tetapi di daerah yang terjangkit wabah, ditutup secara total. Suplai makanan dan obat-obatan ditanggung oleh negara (Daulah Islam) dan dikirim ke daerah wabah. Hal ini memungkinkan warga yang berada dalam wilayah wabah mendapatkan cukup makanan dan obat-obatan tanpa harus mencari keluar dari daerah wabah.
Langkah lock-down seperti yang dilakukan khalifah Umar bin Khattab itu yang seharusnya dilakukan segera begitu virus Covid-19 menjangkiti sebagian kecil wilayah Wuhan, China. Hal ini memungkinkan virus tersebut tidak menyebar sehingga menjadi pandemi global seperti saat ini. Namun apa jadinya ketika kebijakan Islami dalam penanganan wabah tersebut tidak mau diterapkan? Pandemi merajalela, makin hari makin sulit ditangani, apalagi diakhiri. Sementara ketika pandemi sudah bersifat global seperti saat ini, penanganan yang ditempuh masih bersifat parsial, bahkan diserahkan per-wilayah. Bukan penanganan yang bersifat komprehensif (menyeluruh). Ini tentu tidak sepadan. Seharusnya penangannya secara global pula bukan?
Ini urgensinya ada kekuatan global yang bisa menangani pandemi ini. Kekuatan global yang bisa menuntaskan, bahkan bukan hanya masalah pandemi saja. Kekuatan itu harus berdasarkan Islam dan tidak terbatas sekat-sekat negara (Sekat Nasionalisme). Persis seperti ketika khalifah Umar bin Khattab memimpin sebagai kepala negara. []
Oleh Dewi Purnasari,
Aktivis dakwah politik.
-----------------------------------------------
Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya
Follow kami di
Facebook : fb.com/MuslimahJakarta
Website : www.muslimahjakarta.com
Instagram : instagram.com/muslimahjakartaofficial
Twitter : twitter.com/MJ_Officiaal?s=08
0 Komentar