Demokrasi sebagai Paradoks "Kebebasan yang Mengekang" (Human Error or System Error?)

  


Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan, kepemimpinan yang terpilih dari suara rakyat dianggap cukup memberikan definisi demokrasi sebagai kepemimpinan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.


Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang dianggap ideal dalam iklim politik era globalisasi, nilai-nilai kebebasan menjadi karakter yang melekat pada demokrasi, pasalnya kebebasan adalah nilai luhur yang menjadi harga mati dalam sistem ini, jika suatu negara tidak menganut kebebasan secara absolut, maka negara tersebut akan divonis sebagai rezim yang menganut sistem demokrasi liberal atau rezim hibrida. Karena dianggap mengekang kebebasan sipil, bahkan rezim terkesan tertutup atas segala aktivitas politiknya terhadap masyarakat.


Maka demokrasi atau sistem pemerintahan yang lahir dari rahim kapitalisme ini, tak dipungkiri memiliki identitas liberalisme cukup tinggi, salah satu produk demokrasi yang paling laku adalah HAM (Hak Asasi Manusia) yang menjadi basis instrumen kebebasan berekspresi.


Terdapat 113 negara dari 167 negara yang menganut sistem demokrasi dalam menjalankan roda pemerintahannya, atau dengan kata lain, lebih dari 50% negara di dunia ini memilih menerapkan sistem demokrasi sebagai instrumen politik bangsa. 


Meski tercatat 113 negara menganut sistem demokrasi, namun tidak semua negara demokrasi dinilai demokratis atau cukup memenuhi kriteria demokrasi ideal, maka tingkat demokratis bangsa diurutkan menurut peringkatnya dan terdata dalam indeks demokrasi.


Indeks demokrasi global dapat di nilai dari berbagai aspek, diantara aspek yang dinilai yakni : implementasi prinsip-prinsip demokrasi seperti kedaulatan rakyat ; penegakkan HAM ; pluralisme sosial, ekonomi, politik ; tingkat partisipasi politik masyarakat.


Lantas, berapakah indeks demokrasi bangsa ini?


Indonesia tercatat sebagai peringkat ke-64 dari 113 negara yg menganut demokrasi, artinya indeks demokrasi Indonesia tergolong rendah, bahkan terdapat penurunan signifikan pada 5 tahun terakhir sebanyak 0,47 sehingga indeks demokrasi Indonesia mencapai angka 6,48 pada tahun 2019.


Namun sebelum jauh membahas faktor penurunan indeks demokrasi, muncul beberapa pertanyaan diantaranya : apakah sistem demokrasi adalah sistem ideal? Apakah penerapan demokrasi secara absolut adalah solusi yang cukup dalam penuntasan berbagai masalah negara? Apakah sistem ini benar-benar menjamin kebebasan? Kebebasan seperti apa yang diwujudkan?


Untuk menjawab rentetan pertanyaan maka tentu kita perlu menganalisis dengan membandingkan antara Indonesia yang memiliki indeks demokrasi yang terbilang rendah dengan Norwegia sebagai negara yang memimpin 167 negara sebagai negeri paling demokratis.


Norwegia merupakan negara yang dianggap paling sukses dalam berdemokrasi, fakta bahwa pemilu yang di laksanakan secara plural menunjukkan bahwa adanya kebebasan bersuara dan berbudaya dalam berpolitik, kebebasan sipil pun menjadi indikator tegaknya HAM, namun apakah itu semata-mata berdampak baik pada segala aspek kehidupan bermasyarakat?


Fakta menyebutkan bahwa Norwegia menjadi salah satu negara dengan kesetaraan gender terbaik di dunia, namun jika kita telaah, bahwa kesetaraan gender tidaklah semata-mata membawa dampak baik dalam kehidupan bermasyarakat. Aliran feminisme yang mengusung ide kesetaraan gender memang lahir dari keresahan wanita yang merasa tertindas dan tidak dihargai martabatnya, seolah wanita adalah makhluk yang berbeda dari laki-laki, namun dengan ide keseteraan bukan justru membawa angin segar melainkan menambah masalah. Ide ini justru berdampak pada tingkat pendidikan usia dini yang rendah, karena hadirnya ide feminisme maka kaum hawa cenderung menolak pernikahan. Menganggap bahwa pernikahan adalah belenggu yang mengkarantina cita-cita dan impiannya. Maka pada akhirnya kewajiban dan peran setiap gender pun menjadi terbengkalai.


Jika dalam ukuran demokrasi, kesetaraan gender adalah sebuah pencapaian besar, namun sebaliknya, fakta menunjukkan bahwa justru maraknya anak terlantar karena banyaknya wanita yang terdampak ide feminisme, berimbas juga pada hubungan rumah tangga yang tidak harmonis, tingkat perceraian semakin tinggi, angka kelahiran menurun hingga yang paling memungkinkan yakni rusaknya generasi penerus bangsa, yang tentu menjadi musibah besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.


Selain itu, meski sukses dalam berdemokrasi, bukan berarti negeri ini terbebas dari krisis moral dan adab, dikatakan bahwa negeri ini mengangkat ide kebebasan berekspresi dan tentunya berbudaya termasuk beragama, maka seharusnya tidak ada fenomena penistaan agama yang terjadi di negara yang paling demokratis ini.


Demo anti Islam di Norwegia merupakan fenomena penistaan dan penindasan agama yang seharusnya dapat dihindari, 

Berawal dari kerusuhan negeri sebelah, yakni Swedia, perobekan, pembakaran Al Qur'an pun terjadi dan tak dapat terkendali, hal yang sama terjadi di Norwegia pada tanggal 29 Agustus 2020, yang bahkan turut melakukan pelecehan Al Qur'an yang merupakan kitab suci umat muslim.


Maka demikian menunjukkan bahwa demokrasi tidak dapat melindungi hak beragama, amat disayangkan bahwa lebih dari 50% negara di dunia menganut sistem yang bahkan tidak dapat melindungi simbol agama, hak spiritual yang dimiliki sipil seolah diinjak dan direbut.


Fakta lain dari negeri paling demokratis ini yaitu para tahanan yang mendapatkan fasilitas yang tidak wajar, pasalnya bukan hanya setara dengan hotel, penjaranya pun dapat mengakses internet, maka fakta ini menunjukkan akan lemahnya penegakan hukum, hukuman yang seharusnya diberikan justru menambah beban anggaran negara.


Ironis sekali jika sistem yang di idamkan banyak negara di dunia ini justru sebenarnya memiliki sistem yang cacat dalam berbagai aspek, diantaranya yakni penegakan hukum, perlindungan hak beragama, dan adanya liberalisasi ide yang rusak.


Lalu jika kita membandingkan dengan negeri kita yang memiliki indeks demokrasi lemah, mari kita ulas kembali apakah Indonesia tidak mengalami fenomena penistaan agama? Tentu saja pernah, khususnya Islam yang berkali-kali menjadi korban dari pelaku penistaan agama, dari ayat suci nya, Panji rasulnya, hingga rasul nya. 


Lantas, apakah penistaan tersebut dilakukan oleh sipil? Rakyat jelata? Atau imigran? Jawaban nya tidak.

Penistaan tersebut justru dilakukan oleh para pemegang kekuasaan, mereka yang sedang bersiasat dalam istana.


Apakah Indonesia yang merupakan negeri dengan indeks demokrasi rendah tidak menganut kebebasan berpendapat? Sayang sekali, kebebasan berpendapat hanya milik mereka yang memiliki otoritas tinggi.


Namun rakyat sipil, apakah memiliki kebebasan berpendapat yang sama? 

Faktanya tidak, Meski mengaku demokrasi, negeri ini justru jauh dari kata berhasil menghargai perbedaan pendapat.


Jika memang negara dengan indeks demokrasi tinggi dan rendah memiliki permasalahan yang sama, maka artinya ini bukan hanya permasalahan human error melainkan system error yang meradang lebih dari setengah jumlah negeri di dunia.


Maka demikian menunjukkan buah simalakama demokrasi bahwa kebebasan yang di impikan justru semakin kusut dan ruwet jika tercapai dalam demokrasi, HAM yang semakin diagungkan justru semakin rapuh dalam melindungi hak, tubruk sana-sini, seolah mengatakan "setiap orang punya hak untuk melanggar hak orang lain" pasalnya prinsip kebebasannya salah fatal, sebaliknya Islam menganggap bahwa hak setiap orang dibatasi oleh hak orang lain.


Di samping itu, jika ide kebebasan dalam demokrasi ini tidak diterapkan maka akan terjadi monopoli makna kebebasan, yang mana hanya mereka yang berkuasa yang memilih kebebasan. Maka, sistem ini memiliki paradoks sebagai 'kebebasan yang mengekang'.


Selain itu, demokrasi juga memiliki paradoks prinsip yang kompleks, yakni "dari suara rakyat, oleh penguasa" pasalnya bahwa demokrasi menginginkan adanya kadar partisipasi politik masyarakat yang tinggi, namun di samping itu, demokrasi disetir oleh para pemangku kepentingan dan pemilik modal, maka berbenturan dengan hak rakyat dalam menentukan jalan hidupnya dengan mereka para pemilik modal yang memiliki kepentingan yang berbeda, yang sesuka hati dapat menyetir arah jalannya pemerintahan. Jika dikatakan bahwa kepemimpinan demokrasi adalah kepemimpinan rakyat, maka rakyat yang memiliki modal lah yang memimpin dan berkuasa bukan rakyat yang sebenarnya, definisi rakyat disini merupakan paradoks nyata dari demokrasi.


Lantas sistem pemerintahan apakah yang ideal yang dapat mengatasi berbagai masalah? Yang sudah terbukti memiliki masa keemasan dalam memimpin dunia, apakah sistem pemerintahan tersebut benar-benar ada?


Jika ada, maka tentu jawabannya adalah sistem pemerintahan yang pernah menaungi hampir 2/3 dunia selama lebih dari 1300 tahun lamanya, sistem pemerintahan yang menjadikan Wahyu sebagai instrumen dasar dalam menjalankan roda pemerintahan, sistem fitrah yang pernah ada ini adalah sistem yang lahir dari aqidah yang shahih.


Apabila kita menginginkan wanita dihormati martabat nya tanpa merusak identitas dan nilai-nilai fungsi dan peran setiap gender, maka idelogi ini lah yang terbaik dalam mewujudkannya.


Apabila menginginkan adanya kebebasan berpendapat, tidak menginginkan adanya penistaan agama, justru terwujudnya atmosfer ketentraman dan keharmonisan antar agama maka dalam sistem pemerintahan ini akan tercapai.


Apabila menginginkan keadilan, penegakkan hukum yang adil termasuk perlindungan terhadap hak hidup/jiwa, maka satu-satunya sistem yang memiliki hukum yang adil adalah sistem yang fitrah yang turun sebagai risalah dari sang pencipta.


Sebagaimana firman-Nya dalam surah Al Baqarah ayat 30, bahwa manusia ditugaskan sebagai Khalifah di muka bumi. Maka jika tidak menggunakan sistem shahih dari Al Qur'an dan Sunnah, maka apakah kita sudah benar-benar melaksanakan tugas yang telah Allah SWT bebankan kepada kita?


Wallahu a'lam biashshawab.


Oleh Ray Fany


-----------------------------------------------


Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya


Follow kami di

Facebook : fb.com/MuslimahJakarta

Website : www.muslimahjakarta.com

Instagram : instagram.com/muslimahjakartaofficial

Twitter : twitter.com/MJ_Officiaal?s=08

Posting Komentar

0 Komentar