Dunia tak seluas daun kelor, peribahasa ini menunjukkan bahwa dunia ini tidak seluas yang manusia bayangkan.
Setiap peristiwa di seberang lautan, kabarnya lambat laun pasti akan tersebar dan didengar oleh penduduk dunia. Seperti kabar tentang Nusantara bak zamrud khatulistiwa. Kekayaan alam yang luar biasa ini, menyebabkan banyak bangsa tertuju padanya sampai saat ini.
Para penjelajah Hindu dan Budha di awal abad masehi sudah banyak yang berdatangan ke Nusantara. Mereka menetap di Nusantara selama berabad lamanya, yang pastinya meninggalkan warna dan corak tertentu. Yang dalam prasasti Yupa tertulis bahwa diperkirakan sekitar tahun 400M terdapat kerajaan Hindu pertama di Kalimantan, Kutai Kartanegara.
Tahun pun berganti abad, banyak yang terjadi di belahan dunia lain yaitu hijrahnya Rasulullah saw yang membawa angin segar terhadap perubahan di dunia. Seluruh mata dan pendengaran pun menuju ke Jazirah Arab. Kepemimpinan Islam pertama yang langsung dikomandoi oleh Rasulullah, mengubah tata dunia saat itu.
Pada awal abad ke tujuh yaitu pada tahun 651M atau dua puluh tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, Islam pertama kali dibawa ke negeri Cina melalui rute laut oleh delegasi Muslim yang dipimpin Sa'ad bin Abi Waqqas atas utusan Utsman bin Affan. Saat itu Cina berada di bawah pemerintahan Dinasti Tang.
Hal ini disebutkan dalam kitab sejarah Chiu T’hang Shu yang mencatat bahwa pemerintah China pernah menerima kunjungan diplomatik dari kerajaan Arab pada zaman Khalifah Utsman bin Affan. Pada sekitaran abad 7M tersebut, pedagang dan pengembara Muslim dari Timur Tengah telah mengunjungi kota-kota pelabuhan di Nusantara.
Kemudian pada abad berikutnya yaitu pada abad 8M terjadi surat menyurat antara Maharaja Sriwijaya, Sri Indravarman yang ditujukan kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah. Dalam surat tersebut sang Maharaja meminta Khalifah untuk mengirim ulama agar ia dapat belajar Islam secara lebih mendalam.
Pada tahun 1345, saat Ottoman telah memerintah, Ibnu Batutah tiba di Nusantara. Tercatat dalam buku Ar Rihlah, kumpulan catatan perjalanannya dikatakan bahwa telah terdapat kampung yang banyak memiliki penduduk kaum muslimin di sana. Ia meriwayatkan bahwa penguasa Samudra Pasai adalah seorang muslim saleh yang bernama Sultan Al-Malikul Zahir Jamaludin.
Mazhab yang dianut di negeri itu adalah mazhab Imam Syafi‘i dan amalan umat Muslim Samudra Pasai mirip dengan amalan yang pernah ia lihat di kawasan pesisir India, khususnya di kalangan umat Muslim Mappila, yang juga menganut mazhab Imam Syafi‘i.
Sekitar dua atau tiga abad kemudian, popularitas Turki Ustmani di Nusantara semakin menguat, hal ini berdasarkan pada sumber-sumber lokal. Seperti pada saat Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan sambutan dalam Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI di Yogyakarta, tahun 2015. Beliau mengungkapkan bahwa terdapat hubungan Khilafah Utsmaniyah dengan Tanah Jawa.
Sultan Turki Utsmani meresmikan Kesultanan Demak pada tahun 1479 sebagai perwakilan resmi Khalifah Utsmani di tanah Jawa. Peresmian tersebut, lanjut Sri Sultan, ditandai dengan penyerahan bendera hijau bertuliskan kalimat tauhid. Bendera hadiah Sultan Utsmani masih tersimpan baik di Keraton Yogya.
Relasi tersebut terus berkembang, yang kemudian meningkat menjadi lebih formal. Hal ini baru terjadi pada abad 16, 19 dan 20. Terbukti dari publikasi terbaru yang ada dan menunjukkan bahwa relasi tersebut tidak hanya tentang hubungan politik dan diplomatik, tetapi juga mencakup hubungan intelektual keagamaan, kemanusiaan dan tradisi juga budaya.
Terbukti pada abad ke 16, terdapat arsip tertulis tentang hubungan Nusantara dan Khilafah Turki Utsmani. Bukan lagi hanya catatan tertulis, namun merupakan catatan arsip yang sengaja dibuat oleh Khilafah sebagai bentuk laporan resmi kenegaraan.
Dalam buku yang ditulis oleh Mehmet Akif Terzi yang berjudul, “Turki Utmani-Indonesia: Relasi dan Korespondesi, Berdasarkan Dokumen Turki Utsmani”, terbitan Hitay, 2017 terdapat 12 arsip Utsmani yang berkaitan dengan Nusantara. Yang terkait masalah politik, militer dan seni. Wilayah Nusantara yang dimaksud dalam arsip abad 16 ini hanya berkaitan dengan Aceh.
Di antaranya adalah arsip surat Sultan Aceh kepada Sultan Sulaiman Al Qonuni. Surat tersebut menyebutkan bahwa sultan Alauddin Ri'ayat Syah, pemimpin Kesultanan Aceh Darussalam meminta bantuan untuk menghadapi Portugis yang sedang merebut bandar-bandar atau kota pelabuhan dan akan menyerang Aceh Darussalam.
Beberapa tahun kemudian Turki Utsmani mengirim 15 kapal perang kecil dan dua kapal perang besar beserta pasukan militer dan perlengkapannya ke Aceh Darussalam. Semua kapal perang dan pasukan tersebut dipersiapkan untuk membantu Aceh Darussalam melawan Portugis.
Begitu pula arsip pada buku tulisan Ismail Hakki Kadi, “Ottoman-South East Asian Relation: Sources from the Ottoman Archives”, terbitan Brill: Leiden pada 2020. Dalam buku ini terdapat 17 arsip hubungan Ottoman dengan Nusantara pada abad 16. Namun pada abad 17 dan 18 terdapat kekosongan arsip tersebab karena dinamika sosial politik di daerah masing-masing.
Pada abad ke 19M arsip yang tertulis pada kedua buku tersebut, wilayah Nusantara yang disebutkan bukan hanya Aceh namun sudah lebih luas, yang diantaranya adalah Jawa, Riau dan Batavia. Terdapat 42 arsip pada buku terbitan Hitay dan sekitar 200-an arsip pada buku terbitan Brill, pada abad tersebut.
Dua isu utama pada arsip di abad 19M adalah upaya Aceh untuk menghidupkan kembali hubungan dengan Utsmani dan pembentukan konsulat Utsmani di Batavia. Sedangkan pada abad 20M, isu utamanya adalah upaya Aceh menghidupkan kembali konsulat Batavia yang merupakan dampak dari Perang Dunia 1 dan gerakan umat Islam di Hindia Belanda.
Dari runutan sejarah dari perkembangan Islam sejak awal masehi, maka bisa dilihat bahwa perkembangan Islam tidak mengalir begitu saja. Namun memang ada institusi kuat di belakangnya yang mendorong gerak langkah kemajuan dakwah Islam saat itu. Itulah Kekuatan negara Islam pimpinan seorang Khalifah.
Seperti yang dikatakan oleh Prof Moeflich Hasbullah dalam Kuliah Umum yang diadakan oleh Institut Literasi Khilafah dan Nusantara pada Sabtu 6/2/2021, bahwa ada grand strategi penyebaran Islam di dunia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perkembangan Islam di Nusantara pasti ada jejaknya.
Ia katakan bahwa penyebaran Islam pasti bersinggungan dengan Nusantara, karena Khilafah pasti mendakwahkan Islam, pasti melakukan perdagangan dan keduanya pasti dilakukan dengan kekuatan kekuasaan. Bila bukti tertulis atau artefak tidak ada, tidak bisa secara sembarangan dikatakan bahwa hubungan tersebut tidak ada, yang lebih bijak katakanlah belum ditemukan. []
Wallahu’alam
Oleh Ruruh hapsari
-----------------------------------------------
Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya
Follow kami di
Facebook : fb.com/MuslimahJakarta
Website : www.muslimahjakarta.com
Instagram : instagram.com/muslimahjakartaofficial
Twitter : twitter.com/MJ_Officiaal?s=08
0 Komentar