Rajab 1342 atau Maret 1924 Daulah Khilafah Turki Utsmani runtuh secara de jure. Institusi yang menaungi umat selama berabad-abad tak ada lagi di bumi. Kaum Muslimin dari seluruh penjuru negeri berduka. Tak ada lagi pemimpin yang mengurusi urusan mereka. Selama 100 tahun, umat besar ini hanya bagai kepingan terserak yang sangat mudah digoyahkan ataupun dihancurkan.
Khilafah, saat ini umat tak lagi sulit menyebutnya, walau masih ada pihak yang terus mempersekusikannya. Di balik pertentangan yang hingga hari ini selalu mengemuka, ada baiknya untuk melihat lagi sejarah dunia berabad silam. Melihat dengan kepala dingin bagaimana peran dan sumbangsih khilafah kepada dunia yang sampai saat ini pengaruhnya masih sangat terasa.
Hijrah Rasulullah saw ke Madinah merupakan awal tonggak sejarah peradaban umat Islam. Dari sini para shahabat Nabi terus ditempa agar bermental pejuang guna mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Islam yang sesuai dengan fitrah membuat manusia menyambutnya dengan tangan terbuka.
Perlu dicatat bahwa dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia pasti ada yang mengkomandoi dan pasti ada dana besar di balik itu, di sanalah khilafah berperan. Selain tentunya mengurus internal rakyat, institusi ini juga melebarkan pengaruhnya ke seluruh penjuru negeri termasuk Nusantara.
Dua puluh tahun setelah Rasulullah wafat, khalifah ketiga, Utsman bin Affan mengutus rombongannya untuk berdakwah ke Cina melalui jalur laut. Di Cina seperti tempat-tempat lainnya, dakwah Islam juga diterima dengan tangan terbuka.
Meski saat ini pemeluk Islam masih menjadi minoritas, namun The China Religion Survey 2015 yang dirilis oleh National Survey Research Center (NSRC), Renmin University of China mengungkapkan, Islam adalah agama yang populer di kalangan anak muda Cina. Juga menurut Pew Forum on Religion & Public Life memperkirakan jumlah penganut Islam di Cina akan meningkat menjadi 29,9 juta di tahun 2030 (Tirto.id 4/1/2017).
Tak berbeda jauh dengan Cina, mayoritasnya muslim di nusantara juga tak mungkin bila tidak ada yang menyebarkannya. Menurut Hamka, bangsa Arab pertama kali ke Indonesia membawa agama Islam dan diikuti Persia dan Gujarat pada abad ke 7M.
Berdasarkan berita China zaman Dinasti Tang, pada 674 Masehi orang-orang Arab telah menetap di Kanton. Willem Pieter Groeneveldt dalam Catatan Tionghoa (1880) berpendapat, pada waktu yang sama kelompok Arab yang beragama Islam mendirikan perkampungan di pantai barat Sumatera yang bernama Barus atau Fansur.
Masih di abad ke 7 ini pula Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah. Saat di mana Sri Indravarman dari Sriwijaya mengirimkan surat kepada kholifah, meminta utusan agar mengajarkan Islam untuknya. Kegemilangan kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz menjadikan ia dicintai rakyatnya hingga Afrika, Irak juga Basrah. Dalam kepemimpinannya yang hanya tiga tahun, ia telah mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan, mereka semua hidup dalam kesejahteraan.
Kemudian berganti pada zaman Abbasiyah yang notabene sistem perpolitikannya sangat kuat hingga mampu melahirkan sebuah peradaban yang disebut sebagai masa keemasan. Maka tidak heran bila keilmuan berkembang sangat pesat baik di bidang tsaqofah keislaman ataupun sains.
Dalam bidang tsaqofah, muncul ulama berbagai mazhab. Mereka adalah Imam Abu Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafi'i (767-820 M), dan Imam Ahmad ibn Hanbal (780-855 M).
Dalam bidang hadis ditemukan usaha-usaha untuk penelusuran dan penghimpunan hadis. Ulama hadis pada masa itu antara lain Imam Al Bukhori, Imam Muslim, Imam ibnu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam An Nasa’I, Imam Ibnu Majah. Dalam ilmu tafsir terdapat Imam Ibnu Jarir Ath Thabari juga Imam Ibnu Katsir.
Dalam bidang sains dan teknologi, khususnya pada ilmu kedokteran atau pengobatan juga telah berkembang cukup pesat, yang ditandai dengan berdirinya sekolah kedokteran tingkat tinggi. Ilmuwan yang mengembangkan ilmu kedokteran tersebut diantaranya adalah Al-Razi (854–925 M), Ibnu Sīnā, Ibn al-Haytham, Al-Zahrawi dan Hunayn ibn Ishaq.
Pada masa Khalifah Harun Ar Rasyid, berdiri lembaga ilmu pengetahuan yang bernama Baitul Hikmah. Di dalamnya terdapat perguruan tinggi, perpustakaan, observasi bintang dan sebagainya. Dari Baitul Hikmah ini lahirlah ilmuwan Muslim ternama seperti Al Kindi, Al Farabi, Al Ghazali, Al Batani, Al Khawarizmi dan masih banyak lagi.
Nama-nama di atas merupakan orang yang sangat berpengaruh bagi dunia moderen. Ilmu mereka masih dipakai untuk menyelesaikan permasalahan saat ini, baik di bidang tsaqofah maupun ilmu pengetahuan umum lainnya. Kholifah mendanai segala penelitian saat itu, ilmu pengetahuan yang lahir langsung diterapkan pada masyarakat yang hasilnya langsung dirasakan oleh masyarakat.
Saat Utsmani berkuasa, pengaruh khilafah sangat terasa di nusantara dengan memberikan bala bantuan Jenisary serta meriamnya untuk mengusir pendudukan Potugis di Aceh saat itu. Hingga abad 20 pada tahun 1900, penguasa Aceh beberapa kali meminta kepada Sultan melewati konsulat Ottaman di Batavia untuk meminta bantuan dalam rangka melawan penjajahan Belanda (Ismail Hakki Kadi, “Ottoman South East Asian Relations”, Brill, Leiden 2020).
Begitulah, pengaruh khilafah sangat terasa pada dunia juga nusantara, pada 1924 saat keruntuhannya pun menggegerkan diantara para ulama tanah air. Mereka berupaya agar khilafah ditegakkan kembali dengan mengirimkan utusan pada 1926 ke Mesir saat diselenggarakannya Konferensi Khilafah di Kairo.
Dengan menggunakan kapal rondo dari tanjung perak, Surabaya, HOS Tjokroaminoto dari Sarekat Islam dan Mas Mansur menuju Kairo. Namun sayang, saat itu dunia Islam telah melemah, usaha meraih kemuliaan khilafah tak tercapai.
Hingga kini seratus tahun sudah Khilafah tak ada di dalam genggaman. Umat kocar kacir tak tentu arah karena tidak ada pemimpin yang mengayominya. Kafir penjajah makin menggila untuk terus mencekokkan ide rusaknya pada umat. Hasilnya, umat merasa jauh dari Islam juga asing dengan khilafah.
Umat tak mampu mengenali mana ide rusak dan mana ide yang membangun. Padahal kapitalisme beserta ide rusaknya telah menggerogoti pemahaman umat semakin dalam. Sistem kehidupannya seperti ekonomi, politik, peradilan, sosial dan semuanya didasari oleh terpisahnya agama dengan kehidupan. Kerusakan akal, jiwa manusia, beserta alam saat ini merupakan sumbangsihnya.
Maka sangat aneh bila ada umat yang menginginkan khilafah tegak kembali, justru dipersekusi. Padahal umat menginginkan kesejahteraan manusia yang keterpanggilan ini di dasari oleh dalil. Karena tanpa khilafah banyak kerusakan telah terjadi termasuk rusaknya penanggulangan wabah saat ini.
Semoga dengan usaha yang tak kenal lelah untuk membangkitkan umat, Islam dapat membumi kembali. Kehadiran khilafah yang merupakan janji Allah Swt pun segera menerangi dunia yang kelam ini. Aamiin
Wallahu ‘alam.
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar