Ironis. Dibalik gemerlap dan massifnya pembangunan kota Bekasi, ternyata masih ada sejumput realita sulitnya warga untuk memperoleh air bersih. Air bersih yang sejatinya digunakan untuk hajat vital sehari-hari seperti minum, memasak, mandi, mencuci dan kegiatan lainnya bak barang langka nan mahal harganya.
Adalah Nenek Emah (70) warga Tanah Merah Tarumajaya Kabupaten Bekasi Jawa Barat, terpaksa harus membeli lima jerigen air bersih setiap hari. Air ini dibelinya dari penjual air eceran. Air ini digunakan Nenek Emah untuk kebutuhan air bersih hariannya. Namun, jika sedang tak punya uang, terpaksa Nenek Emah menggunakan air empang dekat rumahnya yang rasanya asin (singkapnews.com,25/1/2021).
Nenek Emah tidak sendiri. Nyatanya masih ada warga Tanah Merah lainnya juga mengalami nasib yang serupa. Mengandalkan air bersih dengan cara membeli. Kondisi air tanah yang asin memang tak layak lagi untuk dikonsumsi warga. Alhasil, terpaksa warga harus membeli.
Pengelolaan Air di Sistem Kapitalis Sekuler
Krisis air bersih di Bekasi sejatinya tak boleh terjadi. Sungguh ironi, di kota sebesar Bekasi masih ada warga yang kesulitan mendapatkan air bersih. Khususnya warga kurang mampu. Air yang ketersediannya melimpah dan seharusnya dapat dinikmati oleh semua kalangan menjadi komoditi yang tak terjangkau bagi sebagian kalangan.
Pemerintah Bekasi telah berupaya menyediakan air bersih bagi seluruh warga melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi. Namun kehadiran PDAM belum mempu menjangkau kesulitan air bersih warga. Belum lagi kerap kali debit air yang keluar pun kecil. Dan yang lebih utama, pelayanan air bersih melalui PDAM tidaklah gratis. Tentu hal ini tetap menjadi penghalang bagi warga kurang mampu.
Inilah mekanisme pengelolaan air di alam ekonomi kapitalis liberal. Air yang sejatinya milik seluruh rakyat tak lebih menjadi sebuah komoditi dagang yang menguntungkan. Sistem periayahan (pengaturan) hajat hidup masyarakat dalam sistem pemerintahan bercorak kapitalis adalah layaknya sebuah transaksi jual beli. Negara sebagai pihak pedagang sedangkan masyarakatnya adalah pembeli.
Sistem periayahan masyarakat khas negara kapitalis sangat jauh dari unsur kasih sayang. Alhasil akan selau didapati jurang pemisah antara masyarakat berada dan kaum papa. Bagi yang memiliki uang, air dapat dibeli. Bagi yang tidak, air tak layak pun terpaksa dikonsumsi. Sungguh miris.
Inilah buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalis dengan konsep liberalisasi sumber daya alam. Dalam konsep ini, meniscayakan kepemilikan sumberdaya alam yang seharusnya menjadi hak seluruh rakyat berpindah menjadi kepemilikan individu dalam sebuah korporasi. Tak terkecuali air. Maka wajarlah jika harga air yang dikonsumsi warga menjadi mahal, karena adanya perhitungan untung rugi ala korporasi. Belum lagi, ada rencana PDAM Tirta Patriot akan diubah menjadi Perumda. Dengan perubahan ini diharapkan dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dalam pengelolaan air di Bekasi. Perubahan ini tentu akan berpengaruh pada harga air yang semakin mahal nantinya. Dapat dibayangkan, berapa biaya yang harus dikeluarkan masyarakat demi mendapatkan air bersih.
Sumbangsih Khilafah Islam dalam Pengelolaan Air
Apa yang terjadi pada sistem kapitalis liberal dalam tata kelola air tak akan ditemui dalam sistem Islam. Sistem periayahan negara kepada rakyat dilandasi rasa kasih sayang penguasa kepada rakyatnya sebagai bentuk tanggungjawabnya sebagai raain (pelayan) masyarakat.
Air sebagaimana padang gembalaan dan api termasuk kedalam kepemilikan umum seperti disampaikan oleh Baginda Nabi saw: "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumout, air dan api" (HR Abu Dawud dan Ahmad). Sebagai kepemilikan umum maka air tidak diperbolehkan untuk dikuasai oleh individu. Apalagi jika bisa mengakibat dharar (bahaya) bagi orang lain yaitu sulitnya orang lain untuk mendapatkan air.
Negara dalam hal ini pemerintah daerah seyogianya hadir sebagai pihak yang diberikan amanah oleh Allah swt untuk mengelola harta milik umum ini, khususnya air. Bentuk pengelolaan oleh negara adalah dengan mendirikan instalasi air bersih yang dilengkapi dengan pipa-pipa dan dialiri ke setiap rumah sehingga setiap individu masyarakat akan mendapat air bersih dalam jumlah yang cukup kapan pun dan dimana pun berada.
Status kepemilikan industri air bersih ini adalah milik umum atau milik negara. Negara berkewajiban mengelolanya untuk kemudian dikembalikan lagi manfaatnya bagi rakyat. Untuk kebutuhan ini maka pemerintah pusat dan daerah harus memanfaatkan segala aspek yang dimiliki, baik sain, teknologi serta mengerahkan para ahli yang berhubungan dengan teknik industri, hidrologi, ekologi dan kesehatan. Dengan pengerahan upaya ini diharapkan akses air bersih dengan gratis ataupun biaya murah dapat dijangkau setiap masyarakat.
Sistem Islam tak hanya sekedar konsep tanpa bisa dilaksanakan. Fakta sejarah peradaban Islam yang gemilang telah menunjukan bahwa di masa sistem kehidupan Islam terbukti sukses mengelola dan menyediakan air bersih bagi rakyatnya. Hal ini bisa dilihat dari berlimpahnya air di kota-kota maupun desa.
Sebuah teknologi pengaliran air disponsori oleh ibu negara Zubaida, istri Khalifah Harun Al Rasyid. Ia membangun sebuah kanal yang bisa menyediakan air bagi jamaah haji sepanjang perjalanan dari Baghdad ke Mekah. Zubaida pun membiayai proyek penggalian seratus sumur di sepanjang jalur al Kufa di Irak Selatan sampai ke Mina untuk mempermudah jamaah haji yang akan datang saat membutuhkan air.
Kota Suriah dan Damaskus juga dikenal memiliki sistem air yang luas dan lengkap. Kota Samarkand memiliki sistem perpipaan timah. Belum lagi pemandian-pemandian umum yang dibangun di kota-kota, menunjukkan betapa Khilafah Islam sangat memperhatikan kebutuhan air bagi rakyatnya.
Semua realita di atas menunjukkan sebuah sistem agung di bawah naungan Islam telah memberikan kemudahan mendapatkan air bersih bagi rakyat. Siapa pun dan dimana pun warga tinggal tak ada yang luput dari penyediaan air bersih yang cukup. Maka, sudah saatnya sistem pengelolaan air saat ini jangan diteruskan lagi. Namun berganti dengan tata kelola air bersih yang berlandaskan rasa kasih sayang penguasa kepada rakyatnya sebagai wujud keimanan dan ketundukkan kepada Allah swt. []
Oleh: Irma Sari Rahayu
1 Komentar
Miris
BalasHapus