Kondisi ekonomi Indonesia saat ini tidak sedang baik-baik saja. Setidaknya hal ini bisa dibaca dari sikap pemerintah yang terkesan kalap. Berbagai kebijakan ekonomi sudah diambil tapi tetap tak bisa mendongkrak kondisi ekonomi. Upaya untuk menarik pajak sudah dilakukan, menaikkan iuran BPJS dan listrik juga sudah, bahkan sampai menarik wakaf tunai juga sudah. Hampir semua pintu yang bisa mengucurkan dana sudah dibuka, termasuk menambah utang dan membuka kran investasi asing. Namun kondisi ekonomi tak bergeming.
Dan
salah satu dari kebijakan pemerintah adalah dengan ditekennya Perpres no 10
tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Di dalamnya diatur juga soal penanaman modal untuk minuman beralkohol (minuman keras atau miras) . Akibatnya
muncullah pro kontra terhadap kebijakan ini. Para pengamat menilai ini adalah sebuah
kebijakan yang diambil untuk menyelesaikan suatu masalah, tapi justru
mengundang masalah baru yang lebih besar. Ketidakmampuan sistem ekonomi
kapitalis kini terlihat nyata. Sebab sistem ini menghalalkan segala cara dan tak
mengenal prinsip halal haram.
Miras: Komoditas Haram
Miras dalam Islam dikenal dengan istilah khamr. Sebab setiap
yang memabukkan dalam Islam disebut dengan khamr dan setiap khamr adalah haram.
Sabda Rasulullah saw:
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ
وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
"Setiap
yang memabukkan adalah khamr, dan semua jenis khamr adalah haram." (HR. Ibnu Majah)
Islam
mengharamkan khamr dengan sangat tegas. Dalil-dalil yang menunjukkannya adalah
dalil-dalil yang qath’iy. Tak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait
keharaman khamr ini. Allah swt berfirman:
يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
(perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. Al Maidah: 90)
Tak hanya mengharamkan khamrnya, Islam juga mengancam berbagai
pihak yang ikut serta dalam distribusi khamr ini di tengah masyarakat.
أتاني جبريل فقال يا محمد إن الله عز وجل لعن الخمر وعاصرها ومعتصرها
وشاربها وحاملها والمحمولة إليه وبائعها ومبتاعها وساقيها ومستقيها
“Rasulullah
bersabda: malaikat Jibril mendatangiku dan berkata, "Hai Muhammad
sesungguhnya Allah melaknat khamr (miras), pembuatnya, peminumnya, pembawanya,
orang yang membawanya, penjualnya, pembelinya dan segala sesuatu yang ada di
dalamnya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Jelaslah Islam mengharamkan khamr bukan hanya pada
dzatnya, tapi juga mengancam setiap orang yang turut serta dalam peredarannya,
termasuk didalamnya orang yang mengijinkan adanya investasi miras dan memberi
peluang berdirinya industri miras.
Atasi Krisis dengan
Investasi Miras, Mustahil
Bagi
seorang muslim, miras adalah barang haram, najis dan menjijikkan yang harus
dienyahkan dari muka bumi. Sebab khamr adalah induk dari segala kejahatan.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
الْخَمْرُ أُمُّ
الْخَبَائِثِ فَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ تُقْبَلْ صَلَاتُهُ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا،
فَإِنْ مَاتَ وَهِيَ فِيْ بَطْنِهِ مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلَيَّةً
“Khamr adalah induk dari hal-hal yang buruk, siapa yang
meminumnya maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari, jika ia
meninggal sedangkan minuman keras berada di dalam perutnya, maka ia akan
meninggal dunia dalam keadaan jahiliyyah.” (HR. Ath-Thabarani)
Disebut sebagai induk kejahatan karena miras memiliki
potensi untuk mempengaruhi akal. Miras bisa membuat manusia kehilangan akalnya
sehingga bisa melakukan perbuatan apa saja yang melampaui batas kemanusiaan dan
hukum yang ada. Dan hal ini ditegaskan oleh Khalifah Utsman bin Affan dalam
salah satu khutbahnya.
Beliau berkata: "Hati-hatilah kamu dari khamr, sebab ia induk dari dosa-dosa yang keji. Sesungguhnya
dahulu ada seorang abid (ahli ibadah) yang biasa pergi masjid, tiba-tiba
bertemu dengan seorang perempuan pelacur, maka ia dipanggil oleh pelayannya dan
dimasukkan ke dalam rumahnya, lalu pintunya ditutup. Sedang di sisi wanita itu
ada segelas khamr dan seorang anak kecil. Maka berkatalah wanita itu: "Engkau
tidak boleh keluar sehingga minum khamr atau berzina padaku atau membunuh anak kecil ini.
Jika tidak saya akan menjerit dan berkata: 'Ada orang masuk ke rumahku.’
Ahli ibadah itupun berkata: ‘Zina saya tidak mau, membunuh juga
tidak.’ Lalu ia memilih minum khamr. Setelah ia minum dan akhirnya ia pun
mabuk. Setelah mabuk hilanglah akal sehatnya dan akhirnya berzina dengan
pelacur itu dan juga membunuh bayi itu."
Kisah yang diceritakan khalifah Utsman ini sepatutnya direnungkan.
Sebab khamr adalah perangkap yang ditebarkan syetan untuk menjaring korbannya.
Induk segala kejahatan mengandung makna bahwa khamr ini akan melahirkan
kejahatan-kejahatan lainnya di muka bumi, baik kejahatan yang sudah pernah
dilakukan maupun kejahatan-kejahatan baru yang belum pernah terpikirkan
sebelumnya.
Berdasarkan hal ini sungguh sangat jahat pihak yang mengijinkan
berdirinya industri miras ini dan pihak yang membuka kran investasi miras dari
hulu hingga hilir. Karena atas restunya, segala bentuk kejahatan akan
bermunculan di muka bumi. Sungguh tak bisa dibayangkan bentuk kerusakan dan
kejahatan seperti apa yang kelak akan terjadi kemudian. Tentu ini akan menambah
deretan panjang persoalan yang menimpa negeri ini.
Itu sebabnya investasi miras, bukanlah jalan terbaik dan bukan
jalan satu-satunya yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan krisis ekonomi yang
sedang melanda ini. Justru jika langkah ini diambil, maka yang pasti Allah akan
memberi azab bagi pihak-pihak yang melegalkan dan mendukungnya.
Solusi Krisis Ekonomi
Ala Islam
Krisis ekonomi yang melanda akibat pandemi ini memang
butuh segera diselesaikan. Namun tentu bukan dengan menghalalkan segala cara.
Bukan pula dengan membuka kran investasi terhadap komoditas yang sudah jelas
keharamannya. Dan Islam sejak awal pandemi ini terjadi sudah menawarkan solusinya.
Sayangnya solusi Islam ini hanya dipandang sebelah mata, diabaikan begitu saja,
bahkan ditolak mentah-mentah.
Jika dirunut, persoalan ekonomi saat ini setidaknya
disebabkan oleh tiga hal, yaitu sistem ekonomi yang rapuh, penanganan pandemi yang
setengah hati dan pelaku ekonmi yang serakah. Dan Islam bisa memberikan solusi
tuntas tanpa harus melibatkan investasi miras.
Pertama, krisis ekonomi ini sebenarnya sudah terasakan
sejak sebelum pandemi terjadi. Indonesia sudah mengalami pelambatan pertumbuhan
ekonomi sepanjang tahun 2019. Akhir tahun 2019, adanya pandemi memperberat kondisi
ekonomi saat itu. Hal ini disebabkan sistem ekonomi kapitalis yang digunakan
adalah sistem ekonomi yang labil, tak tahan banting, bahkan bisa dikatakan
sangat rentan dan rapuh.
Bukan
tanpa alasan, telah banyak pakar yang mengemukakan berbagai argumentasi
terkait hal ini. George Soros, misalnya, pada
akhir Desember 1999, pernah mengemukakan di depan Konggres AS, bahwa sistem
kapitalisme global sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Salah satu penyebabnya
adalah karena sistem ini bertumpu pada ekonomi ribawi dan sektor non riil.
Menurut penelitian Prof. Maurice Allais, peraih
Nobel tahun 1997 dalam penelitiannya yang melibatkan 21 negara besar, bahwa
uang yang beredar disektor non-riil tiap hari mencapai lebih dari 440 miliar USD;
sedangkan di sektor riil hanya sekitar 30 miliar USD atau kurang dari 10%.
Inilah penyebab utama krisis keuangan global.
Sedangkan syariah Islam sendiri apabila diterapkan
secara kaffah dalam bingkai Khilafah, pasti akan menutup sektor non riil ini. Selain
karena Allah mengharamkannya, sektor non riil akan menghambat perputaran uang
di sektor riil. Sehingga dengan ditutup sektor non riil, semua uang akan
berputar pada sektor riil saja. Dengan demikian ekonomi benar-benar akan tumbuh
dan bergerak secara nyata, bukan hanya angka di atas kertas.
Kedua, pelaku ekonomi yang serakah. Dalam sistem ekonomi kapitalis
yang mendewakan kebebasan, para pelaku ekonomi juga akan berbuat seenaknya.
Sikap serakah, hedonis, bermain spekulasi dan curang akan muncul dalam melakukan
aktivitas ekonomi. Akhirnya mereka melakukan berbagai spekulasi dengan bermain
di bursa saham dan valas. Kecurangan dalam berbagai transaksi ekonomi sangat
memungkinkan terjadi. Monopoli dan penetapan harga pun menjadi bagian yang
mewarnai kehiduapan sehari-hari. Semua itu akan memicu terjadinya krisis
ekonomi.
Sedangkan syariah Islam mengatur bagaimana pelaku
ekonomi bersikap. Kewajiban menghiasi diri dengan akhlaqul karimah menjadikan
pelaku ekonomi dalam sistem Islam tidak melakukan hal-hal yang membahayakan dan
memicu terjadinya krisis. Hal itu terjadi lantaran keimanan dan aqidah yang
kokoh tertancap dalam diri mereka, disamping edukasi yang diberikan oleh
negara.
Ketiga, saat pandemi terjadi, pemerintah memang tak serius untuk
menanganinya. Seruan untuk lockdown sejak dini pada kota-kota
yang terdapat kasus positif covid di awal pandemi berlangsung seolah tak
didengar. Demikian juga pemerintah terkesan tak serius untuk melakukan 3T
(Testing. Tracing dan Treatmen). Akibatnya kasus semakin banyak dan tak
terkendali. Dan dalam kondisi seperti ini, vaksin seolah menjadi satu satunya
solusi yang paling manjur.
Jika
mengikuti aturan Islam dalam menangani pandemi, tentu perekonomian masih bisa
berjalan. Sebab yang dikenakan lockdown hanya pada wilayah yang terkena saja.
Artinya wilayah lain masih bisa melakukan aktivitas ekonomi untuk mensuplai
kebutuhan wilayah yang mengalami lockdown. Dengan begitu krisis ekonomi bisa diatasi.
Berdasarkan
hal ini maka persoalan utama dalam penanganan krisis ekonomi bukanlah sekadar
pada upaya mendapatkan kucuran dana. Tidak selamanya dana yang banyak
didapatkan baik dari utang, pajak ataupun membuka kran investasi asing akan
berbanding lurus dengan terselesaikannya krisis ekonomi. Sebab selama pelaku
ekonomi dan sistem yang dijalankan berada dalam kubangan kapitalis, maka selama
itu pula krisis akan terus melanda.
Karenanya
Islam menawarkan solusi yang tak hanya mampu membuat umat manusia keluar dari
krisis, tapi juga mampu membuat kehidupannya berkah karena mendapat keridaan
Allah swt. Yaitu dengan menerapkan seluruh aturan Islam dalam segala aspek
kehidupan, termasuk dalam hal berekonomi. Dan penerapan Islam yang kaffah itu
hanya akan terwujud dalam sistem Khilafah Islamiyah.
Penulis: Kamilia M
0 Komentar