Maraknya Praktik Aborsi Ilegal, Bukti Demokrasi Gagal

 



Heboh praktik aborsi ilegal di Bekasi. Sepasang suami istri di Pedurenan, Mustikajaya diamankan Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya pada 1 Februari 2021 lalu. Selain keduanya, polisi juga mengamankan seorang pasien perempuan yang melakukan tindak aborsi.  

IR sebagai pelaku tindakan aborsi sama sekali tidak memiliki kompetensi sebagai dokter. Sedangkan suaminya, ST bertugas mencari pasien melalui media sosial dan calo. Menurut pengakuan pelaku, selama 4 hari membuka praktik di sana sudah ada 5 janin yang mereka gugurkan dengan tarif lima juta rupiah per pasien. (Megapolitan.kompas.com, 11 Februari 2021)

Klinik Aditama Medika di Tambun Selatan pada Agustus tahun lalu juga sempat digrebek polisi. Klinik tersebut terbukti telah melakukan praktik aborsi ilegal. Saat penggrebekan, sepasang kekasih kedapatan selesai melakukan aborsi. Mereka mengaku harus mengeluarkan uang sebesar lima juta lima ratus rupiah untuk mengaborsi janinnya. (Megapolitan.kompas.com, 13 Agustus 2021)

Sulitnya mencari pekerjaan membuat sebagian masyarakat harus memutar otak dalam memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, praktik aborsi yang menawarkan keuntungan ini menjadi hal menggiurkan bagi pelakunya. Sehingga tumbuh suburlah klinik-klinik aborsi ilegal di berbagai tempat. Malahan tidak hanya di kota-kota besar, di pedesaan pun mengalami hal serupa. Sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi negeri ini membuat masyarakat kesulitan mengakses lapangan pekerjaan. 

Mahalnya biaya pendidikan, kesehatan, listrik, dan kebutuhan pokok juga semakin membuat kehidupan mereka terhimpit. Lantas, ketidakpahaman mereka terhadap hukum-hukum Allah akhirnya membuat mereka memilih jalan pintas dalam mencari penghidupan.

Di sisi lain, banyaknya kasus hamil di luar nikah diperkirakan menjadi penyebab tingginya angka aborsi. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2020, ada dua juta kasus setiap tahunnya. Dari data tersebut 30 persennya dilakukan oleh kalangan remaja (Viva.co.id, 24 Agustus 2020).

Hal ini tentu saja diakibatkan oleh maraknya pergaulan bebas di masyarakat yang dibidani oleh sistem demokrasi liberal. Agama tidak lagi dijadikan asas dalam kehidupan bermasyarakat. 

Utamanya di kalangan remaja.

Secara fisik, tubuh mereka sudah siap bereproduksi tapi sayangnya tidak ada kesiapan untuk menanggung konsekuensi dalam berumahtangga. Keadaan ini disebabkan jauhnya mereka dari ilmu agama. 

Mudahnya akses konten-konten pornografi yang merangsang garizah nau’ (naluri melestarikan jenis) semakin memperparah kondisi.

Fatalnya, keinginan mereka menikah malah seringkali terganjal oleh UU pernikahan yang membatasi usia pernikahan di usia 19 tahun ke atas. 

Menurut peraturan yang ada usia 18 tahun ke bawah tergolong usia anak-anak sehingga dikhawatirkan mereka tidak mampu menjalani kehidupan rumah tangga.   

Walhasil kasus aborsi ini seolah menjadi lingkaran setan yang sangat sulit diselesaikan. Fakta ini membuktikan kegagalan demokrasi dalam menyejahterakan rakyatnya, melindungi kehidupan dan menjaga fitrah manusia. 

Sebab dia terlahir dari rahim sekularisme yang mengingkari keberadaan agama.

Islam adalah agama yang sempurna. Dia adalah sistem yang tidak hanya mengatur urusan manusia dengan Tuhannya, tapi juga mengaturnya dengan sesama manusia. 

Praktik aborsi jelas haram hukumnya jika dilakukan tanpa ada sebab yang dibolehkan syara’. Hal ini dikarenakan Islam sangat menghargai kehidupan. Bahkan pada janin hasil perkosaan sekalipun.

Aborsi hanya boleh dilakukan ketika dalam keadaan darurat. 

Semisal ketika tanpa tindakan aborsi, maka akan membahayakan keselamatan ibu. Dan ini dilakukan ketika janin berumur di bawah 40 hari.

Akan ada sanksi tegas yang diberikan penguasa kepada para pelaku aborsi ilegal ini. Penguasa juga akan menutup semua celah yang memunculkan adanya praktik aborsi. Sistem ekonomi Islam yang diterapkan akan menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan. 

Kesejahteraan itu akhirnya bukan sekedar mimpi. 

Sistem pergaulannya juga akan menjaga masyarakatnya dari perbuatan zina. Keharaman ikhtilat dan khalwat, kewajiban menutup aurat dan menjaga pandangan akan menghindarkan mereka dari perkara-perkara yang mendekatkan mereka pada zina.

Penguasa juga akan memastikan generasinya memiliki kepribadian Islam melalui sistem pendidikan. Dia juga akan menjalankan perannya sebagai hakim yang menjatuhi hukuman bagi para pelaku zina dengan hukuman yang membuat para pelaku jera. 

Dan itu telah terbukti dalam tinta sejarah peradaban Islam di masa lalu. Karena penguasa di dalam sistem Islam, memahami tanggung jawabnya terhadap umat yang dipimpinnya. Dia paham bahwa ada surga dan neraka yang sedang dipertaruhkan melalui kepemimpinannya. Sehingga dia melakukan seluruh tanggung jawabnya untuk menegakkan hukum-hukum Allah dan mengupayakan pengurusan terbaik terhadap umat manusia. 

Wallahu’alam bishowab.


 Oleh Ummu Zhafira (Pegiat Literasi)


Posting Komentar

0 Komentar