Belum lama ini Wakil Presiden menyarankan kepada Badan Amil Zakat Nasional untuk berinovasi dalam menarik dan mengumpulkan zakat. Wapres meyakini bahwa inovasi yang dilakukan oleh Baznas dapat memperbanyak orang untuk membayar zakat.
Wapres mengatakan, jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia termasuk dalam pengelolaan zakat. Namun demikian, jumlah orang yang wajib membayar zakat (muzakki) masih terbilang sedikit, yakni sekitar 4 juta orang dari total umat Islam yang berjumlah 200 juta orang lebih (Ihram.co.id 5/2/2021).
Ia menambahkan bahwa Baznas harus bekerja keras untuk menggali potensi juga berinovasi terutama dalam hal pungutan dana zakat. Ia katakan bahwa dalam rangka memungutnya, Baznas harus aktif dan tidak menunggu, karena di dalam Al-Quran perintahnya seperti itu, sambil mengutip Quran surat At taubah ayat 103.
Selain itu Wapres juga mengatakan bahwa pengambilan zakat secara efektif menjadi bagian dari ekosistem pembangunan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di KNEKS.
Apakah KNEKS Itu?
Pada 2019, KNKS sebelum berganti menjadi KNEKS, telah merancang program percepatan (quick wins) sebagai strategi penguatan peran zakat dan wakaf untuk pemberdayaan ekonomi umat. Program quick wins tersebut ialah Gerakan Indonesia rumah zakat, standarisasi dan integrasi data zakat nasional juga kajian pendirian lembaga manajemen aset wakaf.
Direktur Pendidikan dan Riset Keuangan Syariah KNKS, Sutan Emir Hidayat ingin memastikan ekosistem zakat yang baik dan juga terintegrasi. Artinya, ketika ada muzaki yang berada di dalam satu daerah atau kelurahan dan ingin membayar zakat, nantinya akan diberikan kepada mustahik yang ada di kelurahan yang sama dulu (knks.go.id 7/10/2019).
Perlu diketahui bahwa Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah sebelumnya bernama Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Lembaga non struktural ini telah dibentuk pada tahun 2016 melalui Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 pada tanggal 8 November 2016. Kemudian pada 2020 diubah menjadi KNEKS yang tercantum pada Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tanggal 10 Februari 2020 (Wikipedia.org).
Lembaga ini bertujuan untuk meningkatkan pembangunan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah guna mendukung pembangunan ekonomi nasional. Yang diketuai langsung oleh Presiden Jokowidodo dan wakilnya Kyai Ma’ruf Amin. Sri Mulyani menjabat sebagai Sekretaris dan juga anggota.
Kedudukan Zakat
Zakat menurut bahasa artinya adalah “berkembang” (annamaa`) atau “pensucian” (at tath-hiir). Adapun menurut syara’, zakat adalah hak yang telah ditentukan besarnya yang wajib dikeluarkan pada harta-harta tertentu (haqqun muqaddarun yajibu fi amwalin mu’ayyanah) (Zallum, 1983: 147).
Sehingga bisa dikatakan bahwa zakat merupakan pengeluaran harta dengan jumlah tertentu yang besarannya sudah ditentukan dan hukumnya wajib. Waktu kapan membayar zakat, siapa yang harus membayar dan kepada siapa harta ini disalurkan, semuanya telah sangat jelas dalam fiqih Islam.
Pada 2020 dilansir dari Lokadata bahwa penerimaan zakat di negeri ini masih minim. Sepuluh tahun sebelumnya, pada 2010 terdapat populasi kaum muslimin sebanyak 209,12juta orang di nusantara. Jumlah ini diperkirakan mencapai 229,62juta jiwa pada 2020. Dari potensi zakat yang sejumlah Rp230 triliun--seperti diungkap Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), baru Rp8 triliun (3,5persen) yang terkumpul (Lokadata.id 18/5/2021).
Upaya pemerintah yang serius ini dalam mengelola zakat dan wakaf bisa jadi akan menarik minat kaum muslimin dalam negeri. Yang memang pada kenyatannya pengelolaan terkait zakat dan wakaf yang menghasilkan trilyunan pundi-pundi belum terkelola dengan baik.
Penarikan zakat dari muzakki memang tugas negara yang sudah diamanahkan dari Allah swt sebagai Sang pembuat hukum. Namun perlu diingat juga, Islam sebagai sebuah ideologi bukan hanya mengatur penarikan zakat untuk pemerataan kesejahteraan rakyat.
Negara sebagai sebuah institusi bertugas untuk mengurusi urusan umat, inilah kewajiban utama dan pertama yang dilakukan oleh negara. Hal ini juga menjadi tolok ukur sebuah negara dalam mengarahkan rakyatnya menuju sejahtera sesuai dengan syariat. Tolok ukur kesejahteraan rakyat bukan dari banyaknya hasil zakat yang terkumpul dan dapat disalurkan kepada negara.
Zakat merupakan harta yang diambil dari muzaki satu tahun sekali walaupun jumlahnya melimpah. Sedang tugas negara adalah membuat regulasi agar rakyat mendapatkan sesuap nasi setiap harinya. Seperti kisah Kholifah Umar Bin Abdul Aziz, diceritakan bahwa pada zamannya seluruh umat tak ada yang termasuk mustahik (penerima zakat), karena saat itu masyarakat telah makmur dengan pengelolaan sang Kholifah sesuai dengan tuntunan syariat.
Sehingga harta yang telah terkumpul dimasukkan ke dalam Baitul Maal, dengan peruntukkan yang tidak berubah. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan serius oleh negara agar masyarakat makmur.
Oleh karena itu bila saat ini pemerintah ingin mencontoh bagaimana pengaturan sistem zakat agar kesejahteraan masyarakat tercapai, maka seharusnya pemerintah jangan hanya mengambil separuh dari ajaran Islam tentang pengaturan zakatnya saja. Ambilah keseluruhannya seperti pengaturan politik, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Kesemua terintegrasi di bawah kesatuan system pemerintahan Khilafah Islamiyah.
Wallahu ‘alam bishawab.
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar