Dinamika
pertarungan pemikiran yang terjadi antara Islam dan Barat terus bergulir dan
kian hari kian tajam. Agenda WoT (War on Terorism) yang dilancarkan
Amerika untuk melawan gerakan Islam kini diikuti oleh hampir semua negara di seluruh
dunia. Tak terkecuali Indonesia. Tudingan radikal, teroris, ekstremis secara
bertubi-tubi terus disematkan kepada kaum muslimin. Bahkan baru-baru ini Din Syamsudin,
mantan Ketua PP Muhammadiyah,
dilaporkan dengan tuduhan radikal.
Fenomena
ini mengkonfirmasi pemikiran Samuel P Huntington dalam bukunya The Clash of
Civilization yang mengatakan bahwa konflik Islam dan Barat merupakan konflik sebenarnya. Adapun konflik
antara Kapitalis dan Marxis sifatnya cuma sesaat dan dangkal. Bahkan
Huntington dalam buku lainnya yang berjudul Who We Are secara gamblang menegaskan
bahwa musuh Barat pasca perang
dingin adalah Islam.
Huntington kemudian memberikan rekomendasi akan perlunya
preemptive strike (serangan dini) terhadap ancaman kaum militan Islam. Rekomendasi
ini secara realitasnya kemudian diterapkan oleh AS. Serangan AS ke Irak tahun
2003 yang lalu, meski tanpa bukti, adalah contoh real bagaimana AS saat itu
menjalankan doktrin ini.
Saat itu, AS di bawah pemerintahan Bush, berpendapat
bahwa pengembangan weapons of mass destruction memiliki potensi ancaman
yang sangat besar yang akan berakibat pada keamanan nasional setiap negara
terutama AS. Di sisi yang lain AS juga menganggap Irak mampu membangun potensi
terorisme dan menjadikannya sebagai instrumen perlawanan terhadap AS. Maka atas
dasar asumsi ini, AS menggunakan kekuatan militernya sebagai gerakan antisipasi
untuk memperkecil ancaman. Artinya makna preemptive strike yang diterapkan
oleh Bush itu sendiri berarti tindakan yang didesain sebagai strategi serangan
pendahulu menghadapi berbagai potensi serangan yang diyakini akan menjadi
ancaman bagi keamanan nasional suatu negara.
Jika merujuk pada definisi ini, maka hari ini, strategi
preemtive strike terkesan sedang dijalankan untuk menghentikan
perjuangan umat Islam di Indonesia. Istilahnya pukul lebih dulu sebelum dipukul.
Tumpang tindihnya Perpres nomor 7/2021 tentang
RAN PE dengan UU nomor 16/2017 tentang Ormas dan UU Nomor 5/2018 tentang Anti
Terorisme, menurut Abdul Mu’ti (Sekretaris Umum PP Muhammadiyah dan Guru
Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), sudah cukup
membuat ekstremisme dan terorisme "tidak berdaya". Belum lagi ditambah dengan adanya Surat Edaran
Bersama Mentero PAN RB dan Kepala BKN tentang larangan bagi ASN untuk
berafiliasi dengan dan/atau mendukung organisasi terlarang dan/atau organisasi
kemasyarakatan yang dicabut status badan hukumnya.
Demikianlah
di balik narasi radikal yang dikembangkan ada upaya menekan kritik dan membungkam mereka yang dianggap sebagai
ancaman. Dan di balik berbagai kebijakan terkait ekstremisme dan
terorisme yang ditetapkan, tercium aroma untuk mempersempit gerak dakwah ini.
Oleh
karena itu, umat Islam juga harus sepenuhnya menyadari hal ini. Sebab upaya
memperjuangkan Islam dalam bentuk perjuangan politik adalah bagian dari metode
dakwah yang dicontohkan Rasulullah saw. Dulu Rasulullah dan para sahabat juga
mengalami hal yang sama.
Para
pemuka dan pemimpin Qurays saat itu sangat cemas dengan apa yang telah dicapai
oleh Muhammad saw dan para sahabat beliau. Mereka tidak meninggalkan satu pun
sarana yang bisa mereka gunakan untuk menyerang kecuali mereka akan
menggunakannya. Hingga akhirnya Al Walid bin Mughirah menyematkan kata
“penyihir” pada Rasulullah. Orang–orang Qurays menggunakan narasi ini sebagai
propaganda yang mereka sebarluaskan untuk menghentikan pergerakan Muhammad dan
sahabatnya.
Namun
Rasulullah dan para sahabat tetap bersabar dalam mejalankan dakwah ini.
Rasulullah saw telah menegaskan kenyataan seperti ini akan dialami. Beliau
bersabda: “Sungguh sumbu Islam itu senantiasa berputar. Karena itu,
berputarlah kalian bersama al Kitab sebagaimana ia berputar. Ingatlah Al Qur’an
dan kekuasaan akan berpisah. Karena itu janganlah kalian memisahkan diri dari Al Qur’an. Ingatlah
sungguh akan ada atas kalian para pemimpin yang memutuskan untuk diri sendiri
dengan putusan yang berbeda untuk kalian. Jika kalian menentang mereka, mereka
akan membunuh kalian. Jika kalian menaati mereka, mereka akan menyesatkan
kalian.” Mereka bertanya: “Lalu apa yang harus kami lakukan, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Lakukanlah sebagaimana yang dilakukan oleh pengikut Isa bin
Maryam. Mereka digergaji dan disalib di tiang kayu (tetapi mereka tetap
bersabar). Mati dalam ketaatan kepada Allah adalah lebih baik daripada hidup
dalam kemaksiyatan kepada Allah.” (HR. ath Thbarani dan al Haitsami)
Demikianlah tuntunan yang telah diberikan bagi para pengemban
dakwah. Sebab dakwah ini akan terus melaju dan pada gilirannya akan sampai pada
perjuangan politik yang sangat berat. Inilah gambaran benturan peradaban ala
Huntington. Itu sebabnya wajib bagi kaum muslimin untuk terus meneladani metode
dakwah Rasulullah ini sampai para pejuang itu syahid di jalan-Nya atau Allah
memenangkannya, insya Allah.
Penulis:
Kamilia Mustadjab
0 Komentar