Efek digagalkannya peredaran narkoba di wilayah Bogor oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) belum lama ini, membuat beberapa Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Bogor terus melakukan penggeledahan di dalam sel. Pasalnya saat narkotika jenis ganja itu digagalkan, BNN menyebutkan peredaran berasal dari dalam lapas. Kepala Lapas Paledang, Yohanes Waskito menyatakan penggeledahan di dalam sel kembali dilakukan di Lapas Kelas IIA Bogor atau Lapas Paledang untuk meminimalisir benda ataupun barang terlarang dan berbahaya di dalam lapas (RadarBogor, 10/02/2021)
Penggeledahan di lapas ini terus dilakukan setelah deputi BNN berhasil menyita setengah ton ganja atau 450 kilogram yang diamankan di Parung Bogor. Ratusan kilogram ganja itu dikirim dari Aceh melalui jalan darat. Modus yang dilakukan dalam pengiriman dengan mengelabui petugas adalah modus baru, terlihat paket setengah ton ganja ini cukup rapi di dalam drum berisi minyak nilam. Penyitaan barang terlarang ini diduga pemiliknya atau tersangkanya berasal dari salah satu lapas di wilayah Bogor.
Peredaran narkotika yang dilakukan oleh narapidana di lapas bukan hanya kali ini saja, karena ini adalah kasus berulang yang sering terjadi. Ada saja cara yang dilakukan oleh para narapidana agar barang terlarang itu lolos dari pengawasan petugas lapas. Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan yang dilakukan di lapas kurang efektif untuk mencegah peredaran narkotika di lapas. Walaupun penggeledahan kamar hunian dilakukan tetapi tetap saja para napi bisa berinteraksi dengan orang luar untuk memesan dan mengedarkan narkotika di lapas.
Padahal sudah jelas bahwa mengedarkan barang terlarang tersebut merupakan tindak pidana dan masuk dalam kejahatan narkotika yang akan diganjar hukuman sampai hukuman mati. Namun, mengapa sanksi berat yang akan ditimpakan oleh para napi tidak membuat mereka merasa takut dan tidak memberi efek jera bagi mereka? Ini disebabkan karena sanksi penjara sampai hukuman mati memang tidak berpengaruh apapun bagi para pelaku tindak kejahatan. Bahkan berada di terali besi pun tidak menghalangi mereka untuk melakukan tindak kejahatan seperti halnya mengedarkan narkotika.
Peredaran narkotika adalah bentuk kejahatan yang luar biasa sehingga harus juga ditangani secara luar biasa. Hukuman termasuk hukuman mati dalam sistem saat ini boleh jadi tidak akan efektif untuk menjadi solusi dalam memberantas kejahatan. Pasalnya, sistem lainnya tidak mendukung bahkan tak jarang turut memunculkan faktor terjadinya kejahatan. Dalam kasus narkoba, ide kebebasan dan hedonisme yang terus dijejalkan pada benak masyarakat turut menjadi faktor maraknya penggunaan narkoba. Alasan ekonomi digadang-gadang sebagai pemicunya, itu terjadi akibat sistem ekonomi kapitalisme liberal gagal mendistribusikan kekayaan negeri itu secara merata dan berkeadilan kepada seluruh rakyat.
Bahkan sistem hukum yang diterapkan saat ini tidak terpadu/terintegrasi. Disatu sisi, hukuman mati terhadap pelaku kejahatan pengedaran narkoba diharapkan bisa menekan maraknya kejahatan narkoba. Namun di sisi lain, sistem hukum yang sama menilai pengguna narkoba tidak mesti dijatuhi hukuman, tetapi cukup direhabilitasi. Tentu saja hal ini tidak mampu mencegah orang untuk tidak mengkonsumsi narkoba. Dengan begitu, pasar bagi narkoba akan tetap ada, bahkan cenderung membesar. Jika ada permintaan maka akan ada pihak yang terdorong untuk memenuhi permintaan itu. Apalagi jika harganya tinggi yang artinya akan mendapat keuntungan yang besar. Karena itu ancaman hukuman mati terhadap pelaku kejahatan pengedaran narkoba saat ini sulit diharapkan akan bisa efektif dalam menekan angka kejahatan narkoba, terlebih lagi pada beberapa kasus justru mendapatkan remisi masa tahanan.
Hanya ada satu sistem yang mampu mengatasi berbagai tindak kejahatan termasuk kejahatan narkoba, sistem tersebut adalah sistem Islam. Sistem Islam sebagai satu kesatuan dengan efektif mengatasi masalah yang ada di tengah masyarakat. Pertama, Islam mewajibkan negara untuk tanpa henti membina keimanan dan ketakwaan yang akan membuahkan keterikatan pada hukum syara’. Pada tataran hukum yang diadopsi oleh negara, hukum larangan mengedarkan dan mengkonsumsi narkoba diberlakukan kepada seluruh warga negara akan mudah diterapkan karena warga negara memiliki tanggung jawab bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Hal ini menjadi faktor pencegah sangat efektif dalam diri seseorang yang bisa mencegah diri dari melakukan kejahatan apapun bentuknya.
Kedua, sistem ekonomi Islam mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara. Sistem ekonomi Islam mendistribusikan kekayaan negeri secara merata dan berkeadilan kepada seluruh rakyat. Jika ada yang luput oleh mekanisme ekonomis, maka Islam mewajibkan pemenuhan kebutuhan pokok dijamin melalui mekanisme non-ekonomis. Islam mewajibkan negara mewujudkan hal itu. Dengan begitu, alasan ekonomi tidak lagi menjadi faktor pemicu orang melakukan tindak kejahatan.
Ketiga, jika dengan semua itu masih ada orang yang melakukan tindak kriminal, maka sistem sanksi (uqubat) Islam akan menjadi palang pintu terakhir yang efektif. Sanksi hukum Islam akan efektif memberi efek jera yang bisa mencegah terjadinya tindak kejahatan. Dalam kasus narkoba, Islam dengan tegas mengharamkan narkoba. Orang yang mengkonsumsi narkoba berarti telah melakukan kemaksiatan atau tindak kriminal. Ia bisa dijatuhi sanksi ta’zir yang jenis dan kadarnya diserahkan kepada khalifah atau qadhi (hakim). Bagi pengedar ataupun produsen narkoba, sanksi ta’zir-nya lebih berat. Bahkan bisa sampai hukuman mati dengan memperhatikan tingkat dan dampak kejahatan itu bagi masyarakat. Sanksi hukum ini diumumkan kepada masyarakat, dan eksekusinya pun dipublish agar menjadi pelajaran bagi yang lain.
Sistem sanksi dalam Islam mengandung hikmah jawabir (penebus siksa akhirat) dan jawazir (pencegah terjadinya tindak kriminal berikutnya). Dalam kasus pencurian, Islam menetapkan hukuman potong tangan sampai pergelangan tangan jika memenuhi syarat-syaratnya. Untuk kejahatan perampokan dan begal jalanan yang bisa menimbulkan teror di masyarakat, hukumannya adalah hukuman mati atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bertimbal-balik atau dibuang dari negeri (diasingkan). Sedangkan untuk kasus pembunuhan yang tidak disengaja, sanksinya adalah membayar diyat atau denda berupa seratus ekor unta. Untuk pembunuhan disengaja, sanksinya adalah qishash (dibalas dibunuh) kecuali dimaafkan oleh ahli waris korban dan dia harus membayar diyat.
Sifat memberi efek jera yang bisa mencegah orang untuk melakukan kejahatan bukan hanya ada pada hukum qishash saja, melainkan ada pada seluruh sanksi hukum dalam Islam. Efek jera ini akan efektif, sebab pelaksanaan eksekusi atas sanksi itu dilakukan secara cepat, tidak tertunda lama sejak diputuskan dan tidak berlarut-larut. Dalam Islam, vonis yang dijatuhkan pun harus segera dieksekusi. Kasih sayang terhadap pelaku tidak boleh menghalangi pelaksanaan hukum Allah Swt. Dengan dekatnya waktu pelaksanaan vonis dan eksekusi maka masyarakat jelas masih ingat pelaku itu dihukum atas kejahatan apa. Efek jera atas kejahatan serupa pun kuat terbentuk. Efek jera ini makin efektif karena Islam mensyariatkan pelaksanaan/eksekusi hukuman itu tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi harus dilakukan secara terbuka, bisa disaksikan oleh masyarakat sebagaimana yang diharuskan dalam pelaksanaan hukuman bagi orang yang berzina.
Sanksi hukum yang diberikan khalifah atau qadhi kepada pelaku tindak kejahatan bukan hanya memberikan efek jera kepada pelaku, tetapi juga memberikan edukasi kepada masyarakat akan konsekuensi apabila mereka melakukan tindak kejahatan tersebut. Namun, yang harus diingat bahwa semua bentuk sanksi hukum yang mengandung kebaikan ini hanya bisa terealisasi manakala seluruh sistem Islam --termasuk sistem pembuktian berikut sistem sanksi (uqubat)-- diterapkan secara menyeluruh. Hal ini hanya bisa diwujudkan melalui penerapan syariah secara total dalam bingkai khilafah islamiyyah. Wallahu a’lam.
Oleh Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)
0 Komentar