Menanggapi peristiwa besar Satu Abad Runtuhnya Khilafah yang dihadapi oleh kaum muslimin, KH. Ismail Yusanto, MM mengatakan, “Kerugian paling besar dari runtuhnya khilafah adalah hilangnya ukhuwah, syariah dan dakwah sebagai tiga subtansi utama dari khilafah,” ujarnya dalam diskusi interaktif virtual (27/02/2021).
Cendiawan Muslim itu menggambarkan penjelasan dari Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Iqtishad Fil I’tiqod, beliau katakan agama dan kekuasaan itu bagaikan saudara kembar. Din (agama) itu pondasi dan penguasa itu adalah penjaga. Apa-apa yang tidak ada pondasi akan roboh, sebaliknya apa-apa yang tidak ada penjaga, maka akan hilang. Kekuasaan apa yang dimaksud? Tidak lain adalah Khilafah.
Beliau menilai, dengan khilafah sebagai penjaga maka umat bisa mewujudkan ukhuwah Islamiyah secara efektif. Dengan khilafah umat bisa menerapkan syariah secara kaffah karena memang risalah islam untuk mengatur kehidupan bukan hanya dalam konteks kehidupan pribadi namun juga keluarga, masyarakat dan negara. Kemudian, dengan khilafah umat bisa melaksanakan dakwah, menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Pasalnya, Islam sekarang telah tersebar di lebih dari 30 negara, hampir seluruh benua, itu menujukkan betapa dakwah yang telah berlangsung dimasa lalu itu begitu efektif dilakukan oleh khilafah yang menjaga izzul Islam wal muslimin dan mampu menghadapi adi kuasa Jahiliyah.
Peliknya, saat ini khilafah tidak ada lagi setelah tahun 1924 diruntuhkan oleh agen Inggris Mustafa Kemal laknatullah Alaih. Apa akibatnya umat tanpa khilafah? Beliau mengatakan, 3 misi utama tadi tidak bisa diwujudkan. Ukhuwah Islamiyah tidak bisa diwujudkan, maka umat menjadi tampak sangat lemah bahkan terus semakin lemah karena umat tidak lagi memiliki Junnah. Al Imammu Junnah. Imam adalah pelindung. Maka Palestina, Uigur, Afganistan, India dan Rohingya menjadi bukti bagaimana umat didzalimi luar biasa. Tragisnya, ajaran Islam dilecehkan, Al - Quran pun dihinakan, dibakar seolah-olah Al - Quran itu adalah komik porno yang harus dilenyapkan, dikatakan ketinggalan zaman, dikatakan tidak sesuai dengan HAM bahkan sekarang disebut dengan istilah baru yaitu ajaran yang radikal.
Ismail Yusanto juga mengungkapkan, umat tidak lagi menerapkan syariah secara kaffah, akibatnya umat diatur oleh sistem sekuler yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Di bidang ekonomi umat diatur oleh kapitalisme yang melahirkan kemiskinan, kesenjangan, ketidakadilan ekonomi yang berujung kepada ketidakadilan hukum “tajam kebawah, tumpul keatas”. Tanpa syariah dibidang politik, umat diatur oleh sistem demokrasi masia felistik, yang makin membuka cengkraman bagi kapitalis pemilik modal sehingga bukan rakyat tapi oligarki para pemilik modallah yang berdaulat. Tanpa syariah, umat terjerembab pada sinkretisme dibidang agama, yang menganggap agama adalah another way to the same road, hanya jalan yang berbeda menuju titik yang sama yang membuat sebagian umat islam rela menyingkirkan dan merendahkan agamanya.
Ia juga mengatakan, tanpa khilafah dakwah tidak bisa lagi dilancarkan secara efektif. Akibatnya umat tak terlindungi secara optimal, sehingga banyak umat yang tak paham ajaran islam, bagaimana bisa di negeri mayoritas muslim ini lebih dari 54% muslim buta huruf al-quran? Bahkan bukan hanya tak paham tapi salah paham terhadap ajaran agamanya sendiri, ikut-ikutan membenci bahkan menyingkirkan agama Islam dan tak sedikit pula umat islam yang berpaham salah. Dia muslim tapi sekuler, dia muslim tapi kapitalis bahkan komunis.
Ismail Yusanto juga mendorong umat untuk berpikir betapa pentingnya khilafah di tengah-tengah umat, “Bayangkan andai dakwah dilakukan oleh negara secara efektif tentu jumlah umat Islam kini akan lebih banyak lagi, bukan hanya banyak dari segi kuantitas tapi juga tinggi dari segi kualitas.”
Rep. Babai
0 Komentar