"Kejahatan terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan". Kalimat ini begitu populer di kalangan masyarakat di tahun 90 an. Kalimat yang dikenal sebagai pesan Bang Napi, tokoh fiksi yang selalu menghiasi berita kriminal sebuah stasiun televisi swasta hadir untuk mengingatkan masyarakat akan tindak kriminal yang senantiasa mengintai.
Pesan Bang Napi memang benar adanya. Selain dari niat pelaku, kejahatan akan terjadi karena adanya kesempatan. Kondisi ini pun terjadi pada kejahatan tindak korupsi. Sudah menjadi rahasia umum jika dibalik setiap proyek ataupun tender selalu memunculkan peluang terjadinya korupsi.
Dugaan terjadinya korupsi muncul dari proyek pengadaan mebel oleh Dinas Pendidikan Kota Bekasi tahun anggaran 2020. Pengadaan mebel oleh Dinas Pendidikan ini mengundang kecurigaan masyarakat, terlebih terjadi di tengah situasi pandemi (beritabatavia.com, 2/2/2020).
Juru bicara Presidium Marhaen 98, Sahat P. Ricky Tambunan menyatakan ada dugaan penyelundupan anggaran tidak mendesak yang dilakukan oleh oknum Dinas Pendidikan Kota Bekasi dengan oknum anggota DPRD Kota Bekasi untuk memperoleh keuntungan pribadi sehingga merugikan negara atau daerah (suara45.com, 20/2/2020).
Kecurigaan masyarakat akan adanya dugaan korupsi yang menguntungkan pihak tertentu dalam proyek pengadaan mebel oleh Dinas Pendidikan Kota Bekasi cukup beralasan. Pasalnya nilai pengadaan mebel tersebut sangat tinggi, yaitu mencapai 30 miliar lebih. Nilai ini terbilang fantastis untuk sebuah proyek pembelian mebel. Yang menjadi pertanyaan adalah, apa urgensinya pengadaan mebel oleh Dinas Pendidikan Kota Bekasi sedangkan proses pembelajaran selama pandemi pun dilakukan secara daring?
Proyek pengadaan mebel di tengah pandemi adalah sebuah pemborosan, sarat akan rekayasa dan unsur "main mata" antara pihak-pihak tertentu. Dugaan adanya rekayasa untuk mencari keuntungan pribadi ini pun menguat karena adanya kejanggalan dalam proses pengadaan mebel tersebut. Proses pengadaan mebel yang dilakukan melalui sistem e Purchasing dicurigai menguntungkan PT Delta Sari Perkasa (DSP) sebagai pemenang tender. Apalagi kualitas mebelnya pun ternyata tak sebanding dengan nilai proyeknya. Jeni Basauli, SH selaku Direktur Pusat Studi Hukum dan Adbokasi (PSHA) Bekasi pun mengungkapkan kecurigaannya akan rekayasa proyek ini.
Liberalisasi Pendidikan Ciptakan Peluang Perilaku Tak Terpuji
Kisruh dugaan korupsi di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Bekasi tak lepas dari cara pandang negara tentang proses pengelolaan sistem pendidikan itu sendiri. Arah pandang sebuah negara tentang kepengurusan pendidikan tergantung dari ideologi yang diembannya. Liberalisasi dunia pendidikan yang digagas negara tak ayal memunculkan sebuah proses pengelolaan yang mengejar keuntungan materi semata. Pendidikan yang berasas sekularisme inipun justru mencetak perilaku-perilaku tak terpuji dari para pengelola pendidikan itu sendiri.
Liberalisasi dan sekulerisasi pendidikan semakin membuktikan kegagalan negara dalam menetapkan skala prioritas penggunaan anggaran yang tersedia. Alih-alih menggunakannya untuk meningkatkan mutu pendidikan di masa pandemi, Dinas Pendidikan malah menggunakannya untuk urusan yang tidak penting dan genting. Carut marut pembelajaran jarak jauh saat pandemi saat ini, sejatinya mampu diatasi oleh Dinas Pendidikan dengan menggunakan dana yang ada untuk mendukung kesuksesan proses pembelajaran. Namun dana anggaran pendidikan justru menggiurkan para tikus berdasi untuk dinikmati secara pribadi.
Kasus dugaan korupsi di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Bekasi nyata-nyata tak sejalan dengan tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lalu, bagaimana mungkin pendidikan nasional dapat mencetak generasi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan dan memiliki akhlak mulia sedangkan pihak penyelenggara pendidikan sendiri adalah orang-orang bermental korup?
Islam Menutup Peluang Korupsi
Sistem Islam berjalan sesuai dengan ideologi shahih yang berasal dari Allah Swt. Akidah yang menjadi dasar sistem inii memancarkan aturan yang berasal dari Rabb Semesta Alam yang bersifat mengikat untuk mengatur aktivitas masyarakat termasuk pendidikan.
Sistem pendidikan Islam senantiasa mengaitkan keberadaan Allah Swt dalam setiap aktivitas belajar dan mengajar termasuk dalam penyusunan kurikulum, pemilihan tenaga pengajar dan orang-orang yang bertanggungjawab dalam kepengurusan pendidikan. Islam juga mewajibkan terpadunya ilmu dengan amal. Artinya, setiap tsaqofah maupun ilmu pengetahuan yang dipelajari tak hanya sekedar ilmu pemuas akal, namun juga diimplementasikan dalam kancah kehidupan.
Pengaitan akan keberadaan Allah dalam setiap aktivitas kehidupan memunculkan pribadi-pribadi yang senantiasa terikat dengan syariat Allah dan bertanggungjawab akan tugasnya. Dana pendidikan diambil dari kas baitul maal dengan pengawasan ketat Khalifah sehingga menihilkan terjadinya penyelewengan anggaran. Anggaran yang disediakan negara untuk pos pendidikan hanya boleh digunakan untuk kegiatan pendidikan yang bersifat penting, seperti membangun perpustakaan, laboratorium beserta alat-alatnya, pengadaan buku, perpustakaan, penggajian guru, staf laboratorium, pustakawan dan lain sebagainya dalam jumlah yang wajar. Penggunaan anggaran ini akan senantiasa dikontrol dan diaudit oleh Khalifah sehingga menutup peluang terjadi penyelewengan.
Departemen Pendidikan dalam Daulah Islam adalah pihak yang diberi amanah agung untuk mencetak generasi Islam yang memiliki tsaqofah cemerlang dan nafsiyah yang sempurna. Rasa takut akan hisab di yaumil akhir menjadikan para pengelola pendidikan tak akan berani melanggar syariat yang mereka terikat kepadanya. Ketegasan Khalifah juga sangat diperlukan dalam mengusut tuntas oknum-oknum pejabat pemerintahan yang terbukti melakukan korupsi dan menjatuhkan sanksi atasnya.
Sinergitas ini tak akan ditemui dalam negara demokrasi sekuler liberal. Sehingga wajar jika kasus-kasus korupsi senantiasa terjadi dan dilakukan oleh para oknum tikus berdasi karena tidak adanya ketegasan dan ketuntasan dalam upaya pemberantasannya. Wallahu a'lam.
Oleh: Irma Sari Rahayu
0 Komentar