Pengantar:
Tudingan
radikal kepada Din Syamsudin menuai kontoversi. Sebab definisi radikal yang
mengandung bias kini semakin berkembang di tengah masyarakat. Apalagi sejak
pemerintah menandatangani perpres no 7/2021 tentang RAN PE. Kali ini tim MuslimahJakarta.com
berkesempatan mewawancarai ustadzah Zakiyah Amin Anshar, MM, seorang aktivis
muslimah yang tinggal di Jakarta Pusat.
Ustadzah,
beberapa waktu yang lalu ada tudingan radikal yang dialamatkan kepada Din
Samsudin. Ada juga penerbit TS yang dipolisikan karena dianggap terkait dengan
organisasi radikal. Menurut ustadzah fenomena ini menunjukkan apa? Sebenarnya apa
yang sedang terjadi di negara kita terkait fenomena ini?
Menurut
saya, negara kita sedang terjadi pertarungan ideologi politik Islam melawan
sekularisme. Faktanya seperti yang dialami tokoh muslim Prof Din Syamsuddin,
ketika beliau memberi kritikan pada pemerintah, dilaporkan atas dugaan
pelanggaraan kode etik terkait radikalisme. Beliau dilaporkan dalam kapasitas
sebagai dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Begitu juga yang dialami penerbit Tiga
Serangkai (TS) dipolisikan karena dianggap terkait dengan organisasi radikal. Sepertinya
penguasa terus membangun persepsi bahwa isu radikalisme adalah problem bangsa.
Sementara mereka tidak punya batasan definisi tentang radikal itu apa.
Suara-suara kritis jika sumbernya dari tokoh atau organisasi Islam maka
ujung-ujungnya dituduh radikal karena merupakan sasaran bagi penguasa yang
menganut sekulerisme.
Jika
dikatakan ini ada pertarungan ideologi, apakah menurut ustadzah ada kaitannya
dengan Surat Edaran Bersama Menteri PAN RB dan juga ada Perpres RAN PE yang
sudah lebih dulu di-goalkan?
Kalau
dilihat dari sisi kronologisnya memang fenomena ini menunjukkan adanya
keterkaitan. Ya kan kita sudah tahu
bersama bahwa upaya menangkal terorisme ini memang sudah menjadi program
pemerintah, bahkan program internasional.
Apa
dampaknya bagi umat Islam?
Fenomena
ini tentu bisa memecah belah umat. Umat jadi saling mencurigai satu sama lain.
Akhirnya Perpres RAN PE dijadikan semacam alat gitu untuk menghambat bangkitnya
umat Islam yang menginginkan penerapan Islam secara kaffah.
Mengapa
Islam itu sangat dimusuhi dan seolah-olah seruan islam kaffah itu sangat
menakutkan?
Ya, karena
hanya Islam yang potensial mengganti ideologi kapitalisme. Bagi penganut
kapitalisme, seruan Islam kaffah dianggap ancaman dan mereka melihat kekuatan
persatuan umat terus berkembang dan menguat. Bahkan ghiroh umat terus melakukan
ikhtiar perlawanan terhadap narasi-narasi yang mendiskreditkan Islam. Kekuatan
politik Islam pun terus dibangun bahkan menurut survey Pew Research Report
tahun 2020 mengenai sensus jumlah penduduk Muslim berada pada peringkat ke-dua
dengan angka 24, 9 persen warga dunia. Tentu saja dengan jumlah populasi yang
demikian besar akan sangat menakutkan bagi musuh Islam.
Selama
ini narasi yang dibangun itu kan terorisme ingin menegakkan Islam secara
kaffah. Mereka menempuh jalan kekerasan. Sebenarnya apakah benar Islam
mengajarkan penggunaan kekerasan? Bisa diberikan dalilnya?
Tidak
benar jika Islam dianggap mengajarkan penggunaan kekerasan. Tindakan terror
baik verbal maupun fisik adalah haram dalam Islam, sesuai dengan hadis Nabi
Muhammad SAW “Tidak halal bagi seorang Muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Daud). Dan terkait
gelar teroris itu, menurut Syekh Shalih bin Fauzan bin Abdullah hafidzahullah,
beliau mengatakan, Orang-orang kafir sejak dahulu telah memerangi kaum
muslimin. mereka yang selalu memberikan gelaran yang tidak baik pada orang
Islam, supaya orang-orang menjauh dari Islam. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut
(ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan
CahayaNya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukai.” (QS. At Taubah:32).
Jadi
narasi bahwa menerapkan Islam kaffah selalu dengan jalan kekerasan itu tidak
benar ya…..Lantas sikap apa yang harus dimiliki oleh kaum Muslimin terkait
tuduhan radikal ini?
0 Komentar