Bencana Banjir, Masihkah Manusia Enggan Berpikir?



 Indonesia saat ini sedang mengalami musim penghujan. Hampir semua wilayah Indonesia setiap hari diguyur hujan ada yang intensitas sedang hingga tinggi. Akibat curah hujan yang tinggi hampir sebagian besar wilayah Indonesia terdampak banjir. Banyak hal yang mengakibatkan terjadinya banjir. Beberapa daerah seperti di Jawa Tengah, Jawa Barat terutama mengalami musibah banjir. Kawasan yang paling parah adalah Jakarta, Cikampek, Karawang tak terkecuali Subang. Menurut BMKG potensi hujan dan banjir akan terus terjadi di berbagai wilayah terutama wilayah Jakarta. 

Adanya musibah banjir sepatutnya menjadi bahan renungan ada apa dibalik musibah tersebut. 

Hal ini pula yang kemudian menjadi sorotan wakil presiden Ma'ruf Amin bahwa banjir jangan sampai terulang kembali. Pernyataan ini disampaikan di sela-sela pemberian bantuan korban banjir Subang, di Kantor Kecamatan Pamanukan, Jalan Pamanukan, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu  (Merdeka.com,13/2/2021).

Musibah banjir yang melanda beberapa wilayah di Indonesia, apalagi ditengah pandemi telah menambah nestapa yang berkepanjangan. Tak ada rasa lega  apalagi bahagia di masa pandemi seperti ini. Derita dan sengsara kian kian hari kian terasa. Sementara penguasa tak lagi peduli dengan kondisi rakyatnya. Justru yang ada terus mengkriminalisasi siapapun yang mengkritik kebijakan penguasa. Inilah bukti kongkret akibat kebijakan yang berorientasi pada materi. 

Ada sebuah pertanyaan dari masyarakat mengapa banjir terus terjadi? Tak adakah solusi jitu yang bisa menghentikannya? Kalau ada kira-kira solusinya seperti apa? Pertanyaan itu sering menggelayuti semua masyarakat kita saat ini. Mereka mempertanyakan peran penguasa saat ini. Karena jika dilihat di lapangan faktanya justru antara pejabat pemerintah saling tuduh hingga saling menyalahkan. Bukannya berupaya mencarikan solusi justru saling lempar tanggung jawab. Bahkan ada pernyataan pejabat yang menyalahkan banjir akibat hujan yang tinggi. Ironis bukan. 

Jika kita mau berpikir sebenarnya terjadinya banjir di mana-mana akibat peran ulah manusia. Sistem kapitalistik telah merusak alam dan lingkungan hidup saat ini. Secara fitrahnya semua ornamen alam semesta ini berjalan harmonis mengikuti sunatullah. Namun tangan-tangan manusialah yang mengintervensi keharmonisan bumi dan seisinya. Pengrusakan  dan penggundulan hutan, penataan tatakota yang keliru, pembuangan limbah industri, drainase yang tidak diperhatikan, limbah rumah tangga, limbah nuklir dsb. 

Berbagai fenomena alam yang terjadi saat ini tidak lepas dari ulah tangan manusia yang mengganggu kesetimbangan ekosistem. 

Bahkan jika mengutip pernyataan dari Wapres Ma'ruf Amin bahwa 

ada dua aturan Allah yang tidak boleh dilanggar yakni tata aturan alam semesta dan tata aturan syariah. Di mana keduanya tidak boleh dilanggar karena akan menimbulkan kerusakan. 

Namun sayangnya saat ini sangat sulit untuk menerapkan apa yang dinyatakannya oleh Wapres Ma'ruf Amin. Hal ini karena penguasa sangat tunduk terhadap aturan kapitalis. Sistem kapitalis telah mengubah segala tatanan kehidupan manusia dari yang taat menjadi ingkar dan perusak. Penguasa yang tunduk terhadap aturan kapitalisme akan mengabaikan kondisi lingkungan serta keharmonisan bumi juga manusia. 

Allah memberi kan peringatan kepada kita semua untuk senantiasa berfikir di dalam surat ar- Ruum (30) :41

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Syariat Islam Solusi Banjir

Harus disadari seharusnya bagi seluruh umat manusia, bahwa setiap persoalan yang ada saat ini hanya bisa tuntas dengan aturan Islam. Menempatkan aturan manusia sebagai pemecah persoalan manusia hanyalah kesia-sian semata. Syariat Islam justru laksana air penawar ditengah dahaga manusia yang kian menyiksa. Pemberi solusi yang tidak pernah basi bahkan penuntas persoalan hingga ke akarnya. 

Begitupun terkait banjir sangat jelas saat di masa kekhilafahan tegak dicontohkan. Sejatinya bagi kita untuk berkaca dan berpikir agar masalah ini tidak terus berulang kembali. 

Khilafah memiliki kebijakan terkait banjir yang canggih dan efisien. Untuk mencegah terjadinya banjir dapat diatasi dengan membuat bendungan -bendungan yang super kuat. Tujuannya adalah untuk menampung air baik akibat hujan dari rob, gletser dan lain sebagainya. Selain itu dimanfaatkan untuk irigasi guna menunjang pertanian. 

Di masa khilafah, di Provinsi Khuzestan, daerah Iran selatan misalnya, masih berdiri dengan kokoh bendungan-bendungan yang dibangun untuk kepentingan irigasi dan pencegahan banjir.  Bendungan-bendungan tersebut di antaranya adalah bendungan Shadravan, Kanal Darian, Bendungan Jareh, Kanal Gargar, dan Bendungan Mizan.  Di dekat Kota Madinah Munawarah, terdapat bendungan yang bernama Qusaybah.  Bendungan ini memiliki kedalaman 30 meter dan panjang 205 meter.  Bendungan ini dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Madinah.  Di masa kekhilafahan ‘Abbasiyyah, dibangun beberapa bendungan di Kota Baghdad, Irak.  

Selain itu membuat penataan terutama untuk daerah yang rendah agar aman dari banjir.Hal ini dilakukan dengan melarang pembangunan pemukiman bagi warga penduduk semata-mata dilakukan demi kebaikan masyarakat itu sendiri. Selain  itu jika ada masyarakat yang hidup di daerah yang rendah dan khawatir kena bencana maka Khilafah akan memindahkannya dengan memberikan ganti rugi. 

Salah satu penyebab banjir adalah drainase yang tidak baik. Oleh karena itu di mass khilafah seorang khalifah sangat memperhatikan hal tersebut. Pembuatan kanal, sungai buatan atau apa saja yang bertujuan mengalirkan debit air dalam volume besar. Khilafah juga melakukan normalisasi sungai agar terhindar dari banjir yang mungkin ketika ada pendangkalan berakibat fatal kepada penduduk. 

Khilafah memberikan sanksi kepada siapa pun yang melakukan pelanggaran mencemari lingkungan hidup. Semisal sungai yang dikotori limbah dsb. 

Selain itu khilafah membuat kebijakan guna menghindari adanya pembukaan pemukiman, kawasan baru. Selain itu khilafah tidak akan memberi izin ketika ada bangunan yang berada di kawasan yang mengakibatkan banjir. Pembuatan bangunan senantiasa diharuskan memenuhi syarat yang ditetapkan oleh kebijakan yang diterapkan khilafah. Khilafah memudahkan perizinan bangunan sekiranya tidak membawa kemadharatan. 

Di dalam sistem khilafah juga dibentuk badan khusus yang menangani bencana alam. Tentu dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang menunjang. Selain itu pula SDM yang dibentuk adalah orang-orang yang handal, terampil serta memiliki kapabilitas yang tinggi. Mereka siap siaga manakala ada bencana terjadi. Mereka menolong penuh rasa tanggung jawab karena dibekali iman dan ketakwan yang tinggi. 

Edukasi terhadap masyarakat untuk  menjaga lingkungan hidup sangatlah penting terus dilakukan. Khilafah terus berupaya menyadarkan masyarakat untuk menjaga kebersihan, keindahan alam. 

Tanah mati yang ditinggalkan oleh pemiliknya dihidupkan kembali. Hal tersebut dilakukan agar kondisi lingkungan hijau dan rakyat pun merasakan manfaatnya. Berbanding terbalik dengan sistem kapitalis yang menumbuh suburkan tanah mati. 

Khilafah senantiasa cepat tanggap manakala bencana terjadi. Mengayomi dengan penuh rasa kasih sayang. Pemberian bantuan pun tidak sampai lama. Karena masyarakat sendiri pun sudah tereduksi dan memiliki kepedulian yang tinggi. Selain itu peran ulama untuk memberikan nasihat kepada para korban agar ridho terhadap segala musibah. Adanya bencana menjadi perenungan agar manusia senantiasa taat kepada Allah Swt. 

Sungguh kondisi ini sangat sulit diterapkan di sistem demokrasi kapitalis. Oleh karena itu, bagian mereka yang mau berpikir kembali kepada sistem khilafah adalah solusi kehidupan. []

Wallahu a'lam bishshawab.


Penulis :  Heni Andriani (Ibu Pemerhati Umat)

Posting Komentar

0 Komentar