Negara berkembang yang terjajah oleh adikuasa lazim apabila mengalami deindustrialisasi. Dimana terjadinya kondisi penurunan porsi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB). Faktor yang menyebabkan deindustrialisasi ini, karena negara lalai melakukan revitalisasi industri. Negara tersebut pada akhirnya kurang mampu mengolah komoditas mentah menjadi produk setengah jadi terlebih lagi produk jadi.
Di samping itu produk dalam negeri yang sudah ada walaupun variannya pun masih sedikit, semakin tidak kompetitif. Semakin diolah semakin tidak ada marketnya karena tidak bisa berkompetisi dengan produk asing. Akhirnya, kecenderungan negara akan lebih memilih bahan mentah untuk diekspor. Sebaliknya, Barang jadi justru diimpor. Itulah yang terjadi di negara terjajah karena tidak ada strategi kebijakan yang utuh.
Negara yang mengalami deindustrialisasi tak lain akibat dari lemahnya visi politik. Dimana penguasa meletakkan negara sebagai pasar bagi perusahaan multinasional Barat dengan konsep perdagangan bebas dan pasar bebas.
Berbeda dalam negara khilafah, strategi penting yang akan dilakukan terlebih dahulu ialah mempersatukan masyarakat dalam satu visi politik. Jika persepsi politik telah disamakan, maka masyarakat juga akan berupaya untuk mencapai target tersebut. Visi politik ini bertujuan untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan bagi negara khilafah.
Dengan kekuatan visi politik ini, negara khilafah dapat mengangkat derajat bangsanya sendiri. Bukan seperti kebijakan di negara berkembang yang seolah justru tidak membuat negara memiliki kedudukan yang mandiri dan berdaulat.
Paradigma Islam memandang negara khilafah bertujuan melindungi serta memelihara jiwa, akal, agama, nasab, harta, kemuliaan dan keamanan rakyatnya. Dalam seluruh aspek yaitu politik, pendidikan, ekonomi, hukum dll. Termasuk dengan sinergitas antara politik pendidikan, politik ekonomi dan politik perindustrian untuk mewujudkan kemandirian industri.
Hal ini pun tak akan bisa lepas dari peran Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Khilafah memiliki strategi untuk membangun kemampuan SDM dalam menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Langkah-langkah ini yakni membangun sistem pendidikan yang visioner sejak dari level dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Dengan falsafah keilmuannya bersumber hanya dari akidah Islam, sehingga lahir generasi berkualitas yang terintegrasi dengan karakter mukmin yang berkepribadian Islam.
Di samping itu negara juga akan mendorong untuk memiliki berbagai keahlian dan bidang kepakaran. Bukan ala kadarnya, tetapi berstandar internasional sehingga memiliki kualifikasi SDM layaknya negara maju. Tentu saja akan muncul begitu banyak inovasi produk-produk yang akan lahir dari tangan para ahli dan pakar di tiap-tiap bidang tertentu.
Khilafah akan membangun sistem penelitian dan pengembangan (litbang) yang optimal. Mendorong kemampuan riset/penelitian yang terintegrasi baik dari lembaga penelitian negara, departemen-departemen dan dari perguruan tinggi. Negara akan mengurus dan membiayai secara penuh. Sehingga sarana, prasarana dan teknologi yang dibutuhkan untuk para SDM dalam berinovasi mengembangkan produk-produknya akan terjamin.
Khilafah akan membangun sistem industri strategis yang dimiliki dan dikelola secara mandiri. Pertama, menguasai kebutuhan industri militer dimana peran kekuatan militer negara tentunya menjadi garda terdepan dalam membentuk kedaulatan negara tersebut. Selanjutnya, industri strategis dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Kemandirian industri ini meliputi kemampuan untuk menguasai, mengendalikan dan menjamin keamanan suplai faktor-faktor penting industri, yaitu : bahan baku atau mentah, teknologi, SDM tenaga ahli, site plan, finansial serta yang tak kalah penting ialah kebijakan negara.
Dalam sistem industri, akan diarahkan untuk mampu memenuhi seluruh kebutuhan rakyat negara baik untuk warga muslim maupun non muslim. Industri khilafah harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan vital negara, serta mampu membentuk kemandirian dan kedaulatan negara.
Untuk menguasai politik industri mandiri dan berdaulat tersebut, tentu membutuhkan revolusi teknologi dan industri. Mengubah pola yang ada selama ini yaitu privatisasi dalam topeng bantuan asing. Dimana hal ini tidak akan pernah membuat negara benar-benar mandiri. Negara berkembang hanya dibentuk untuk sebatas mengekor teknologi produksi negara pendonor.
Untuk mewujudkan hal ini, tentu memerlukan investasi yang sangat besar. Hal ini terpecahkan apabila sistem industri berjalan di atas pondasi sistem ekonomi Islam dengan prinsip kepemilikan. Islam menetapkan bahwa sejumlah Sumber Daya Alam (SDA) tidak bisa dimiliki oleh individu, apalagi asing. Kepemilikannya adalah milik seluruh rakyat. Negara menjadi pengelolanya untuk menjadikan SDA ini bermanfaat penuh bagi rakyat. Termasuk mensupport kegiatan industri negara.
Dari Ibnu Abbas RA berkata sesungguhnya Nabi saw bersabda; orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu Said berkata: maksudnya: air yang mengalir (HR Ibnu Majah).
Negara khilafah harus mempunyai kontrol atas industri energi mereka sendiri. Serta keahlian teknologi untuk menyuling, mengolah dan memproses SDA tersebut. Hal ini memerlukan sinergitas antara sistem pendidikan maupun sistem ekonomi negara khilafah untuk menyiapkan indikator-indikator tersebut. Ketika itu tercapai, pada akhirnya akan menghilangkan ketergantungan pada keahlian asing.
Di antara sektor industri vital lainnya yang harus dikuasai negara antara lain seperti pertanian, perikanan, farmasi, pangan, transportasi, telekomunikasi, infrastruktur, teknologi dan sebagainya. Seluruh aspek industri dibangun dengan paradigma kemandirian. Lagi-lagi tak tergantung kepada asing baik dari sisi teknologi, ekonomi maupun politik.
Terwujudnya cita-cita ini membutuhkan kepemimpinan ideologis. Sehingga seluruh cara berpikir masyarakat berubah. Ketika ideologi Islam diemban oleh sebuah negara, maka seluruh aspek kebijakan termasuk politik perindustrian dilaksanakan di atas asas ideologi ini. Hal ini pula yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dengan dakwahnya yang bersifat ideologis. Sehingga Rasulullah saw mampu menundukkan para adikuasa di masanya kala itu dan membangun Daulah Islam yang mandiri dan berdaulat.
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. Dan barangsiapa yang kafir sesudah itu, Maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (Qs. An-Nur: 55)
Wallahu a'lam biashawab.
Oleh Novita Sari Gunawan
0 Komentar