Berhadapan Dengan Penguasa

 


Dalam tatanan sebuah masyarakat, kebanyakan orang dalam hidupnya mengikuti para pemimpin, penguasa dan tokoh mereka. Ada yang mengikuti para pemimpin dengan cara taklid, hormat kemudian ikut atas pilihan sendiri dengan sukarela. Ada juga yang  ikut dengan terpaksa dan kebencian dalam segala hal. Namun mengikuti pemimpin atau penguasa adalah kenixcayaan karena merekalah para pembesar, tokoh, penguasa, dan pemimpin yang mengatur urusan, memiliki kepentingan, dan mengurus perkara-perkara masyarakat. Merekalah yang mengarahkan masyarakat baik secara pemikiran maupun perasaannya.

Oleh karenanya jika pemimpin dan penguasanya peduli dengan rakyatnya, maka masyarakatnya akan merasakan ketenangan dan ketentraman. Sebaliknya jika pemimpin dan penguasanya hanya berpikir untuk kepentingannya sendiri, sudah dapat dipastikan masyarakatnya tidak akan sejahtera.

Kondisi di negeri ini juga memperlihatkan realitas tersebut. Keberadaan pemimpin, penguasa dan tokoh sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Ada masa dimana para pemimpin memperlakukan para ulama dengan baik, care dengan rakyat dan kebijakan yang dibuat masih memiliki kepedulian terhadap rakyat.

Tapi ada pula masa dimana para pemimpin sudah tidak peduli dengan rakyatnya. Semua kebijakan diambil atas dasar kepentingan para elite tanpa mempedulikan kepentingan rakyat sedikitpun. Juga terjadi masa dimana pembungkaman para aktivis Islam terjadi, penghinaan dan pelecehan terhadap ajaran Islam terus menerus dibiarkan, hingga kriminalisasi para ulama pun terjadi.

            Rasulullah saw telah memberikan contoh yang sangat gamblang terkait dengan aktivitas ini. Sebelum Rasulullah menegakkan Daulah Islam di Madinah, Rasulullah telah melakukan aktivitas politik di Makkah. Perjuangan politik yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya adalah bagian dari thariqah dakwah yang seharusnya diikuti oleh kaum muslimin.

Menghadapi para penguasa Quraisy merupakan salah satu fase terpenting dalam perjalanan dakwah Rasulullah saw di Makkah. Dan  itu adalah fase tersulit yang dihadapi  Rasulullah beserta para sahabatnya. Perjuangan politik menghadapi para penguasa saat itu direkam dalam Al Qur’an. Beberapa nama pembesar Quraisy dan kisahnya disebut namanya secara gamblang seperti Abu Lahab, Walid bin Al Mughirah dan juga Al Akhnas bin Syuraiq.

            Kebencian para pembesar Quraisy terhadap perkembangan dakwah Rasulullah mendorong mereka untuk melakukan berbagai penyiksaan dan bentuk kekerasan lainnya untuk menghalangi kebenaran Islam. Masuk Islamnya Umar bin Khattab secara terang-terangan membuat kebencian itu kian memuncak.

Para pembesar Quraisy membuat makar untuk mengatur langkah berikutnya. Mereka membuat perjanjian tertulis dengan persetujuan bersama untuk melakukan pemboikotan total terhadap Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib, untuk tidak   saling kawin-mengawinkan, tidak saling berjual-beli apa pun dan juga tidak berbicara dengan mereka.

Perjanjian itu digantungkan di dalam Ka'bah sebagai suatu pengukuhan dan registrasi bagi Ka'bah. Menurut perkiraan mereka, narasi dan propaganda mereka, dengan membiarkan orang kelaparan dan melakukan pemboikotan, akan memberi hasil yang lebih efektif daripada kekerasan dan penyiksaan. Sekalipun kekerasan dan penyiksaan itu tidak mereka hentikan. Harapannya Muhammad saw akan ditinggalkan oleh pengikutnya sendiri. Dengan demikian ia dan ajarannya akan lenyap.

Pemboikotan ini berjalan selama dua atau tiga tahun. Dan akibat pemboikotan itu Rasulullah saw dan para sahabatnya mengalami penderitaan yang luar biasa. Keadaan kaum muslimin saat itu dilanda kesempitan, penyakit, kemiskinan, dan peperangan. Allah menggambarkan keadaan mereka dalam QS. Al Baqarah:214

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ  مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ  أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”.

            Demikianlah salah satu fase terpenting yang harus dilalui saat menapaki thariqah dakwah Rasulullah, yakni menghadapi para penguasa. Dan bagi para aktivis dakwah, thariqah ini harus dipahami agar tidak gentar menghadapi berbagai cobaan dan makar yang dilancarkan pada mereka.

Berperang melawan penguasa yang memusuhi syariat Allah menuntut suatu pengharapan besar kepada Allah. Ia juga menuntut adanya kelapangan dada dalam menunaikan kewajiban, sehingga tidak membuat surut langkah. Bagaimanapun para pengemban dakwah harus menanamkan harapan ke dalam hati mereka dan hati kaum muslimin dalam situasi genting dan kritis yang kelak mereka hadapi.

Mereka harus senantiasa ingat bahwa Allah senantiasa mengiringkan antara keadaan yang sangat sulit dengan pertolongan dan kelapangan. Alangkah sangat gelapnya malam apabila fajar telah dekat. Situasi sempit, ketakutan, pengusiran, kelaparan, pembunuhan, pelenyapan nyawa-nyawa orang-orang saleh dan pengemban risalah sering membawa ke tepi jurang keputus-asaan. Dan ini tidak boleh terjadi. Sebab hakikatnya para musuh Allah itulah yang akan dihinggapi rasa putus asa akibat sulitnya memadamkan kebenaran dari Allah swt.

إِنَّهُۥ لَا يَايْـَٔسُ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْكَٰفِرُونَ

 “Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir,” (Yusuf: 87). Wallahua’lam bis showwab.



Penulis: Kamilia Mustadjab

Posting Komentar

0 Komentar