Setidaknya ada 5 peran yang harus dilakukan oleh mahasiswa yaitu sebagai agen perubahan (agent of change), sebagai penjaga nilai-nilai (guardian of value), sebagai generasi penerus bangsa (iron stock), sebagai penjaga moral (moral force) dan sebagai pengontrol sosial (social control).
Melihat dari 5 peran mahasiswa di atas, timbul pertanyaan apakah mahasiswa saat ini telah mengambil kelima peran tersebut? Apakah mereka masih pantas menyandang gelar maha di depan siswa?
Namun sangat disayangkan, kondisi mahasiswa saat ini perlahan telah mengalami kemunduran. Mahasiswa sudah terjebak dengan kehidupan pribadinya sehingga tidak sempat lagi melihat kondisi di sekitarnya. Mereka tutup mata dan tutup telinga di tengah berbagai problematika negeri dan hanya bergerak ketika masalah itu terasa oleh mereka secara pribadi.
Mereka (Re: mahasiswa) menggunakan kesibukan di perkuliahannya sebagai alasan dari sikap abainya mereka. Berusaha mencetak IPK tertinggi, lulus dengan nilai cumlaude, mengumpulkan segudang prestasi untuk mencapai kebahagiaan di dunia kerja atau hanya kepuasan diri pribadi. Namun, secara tidak sadar sifat kritis mereka terkikis dan menjadikan mereka sebagai individu yang apatis-apolitis.
Hal ini juga tidak berbeda bagi mereka yang ada di organisasi. Keikutsertaan mereka di organisasi tidak lagi disadari karena memiliki tanggung jawab pada kelima peran tersebut. Keaktifan mereka dilakukan untuk tujuan mempercantik CV, menambah pengalaman dan membangun relasi yang diharapkan dapat mempermudah nanti saat di dunia kerja. Terlebih lagi, nilai-nilai batil seperti sekularisme, demokrasi, feminisme, Islam moderat dan sebagainya sudah memasuki tubuh mahasiswa membuat arah pergerakan mereka menjadi pragmatis.
Mahasiswa saat ini telah mengalihkan tujuan mereka belajar di perguruan tinggi bukan lagi untuk membawa solusi bagi problematika bangsa, namun semata hanya untuk kebahagiaan kehidupan pribadi mereka. Tak jarang pula, mereka bukan menjadi bagian dari solusi, namun bagian dari masalah. Sebut saja Reynhard Sinaga yang menyumbang ‘prestasi’ besar bagi Indonesia. Atau para koruptor yang duduk di atas sana, bukankah mereka dulu juga seorang mahasiswa?
Lantas, bagaimana kondisi mahasiswa saat ini bisa terjadi? Apa yang menyebabkan mahasiswa menjadi abai dan sibuk dengan kehidupan pribadinya? Kondisi yang terjadi pada mahasiswa saat ini dapat disebabkan dari dua faktor yaitu budaya dan pendidikan.
Pertama, pengaruh budaya (food, fashion, fun). Budaya yang dipromosikan lewat film, drama, pakaian dan juga makanan dengan mengandung nilai-nilai kebebasan (liberalisme). Nilai ini membuat mahasiswa menjadikan kebebasan individu sebagai penggerak kehidupannya. Mereka tidak peduli dengan yang benar dan salah dan tidak peduli dengan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak perlu mereka lakukan selama itu tidak mengganggu kehidupan orang lain. Kebebasan ini akhirnya membuat mahasiswa bersifat individualisme (hanya mementingkan diri sendiri) dan abai dengan sekitarnya.
Salah satu sarana digencarkannya nilai ini adalah lewat teknologi. Teknologi laksana bumerang bagi mahasiswa, satu sisi ia bermanfaat untuk kehidupan, di sisi yang lain ia juga merupakan tempat dipromosikannya nilai-nilai liberal tersebut. Namun, sebenarnya kita tidak perlu terkejut, karena hal ini wajar bagi negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Negara dengan sistem kapitalisme akan meloloskan segala konten selama itu memberikan keuntungan dan tidak mengancam eksistensi mereka. Seperti pada film-film yang menggambarkan bagaimana kehidupan muda itu merupakan kehidupan yang bebas tanpa batasan.
Kedua, pendidikan. Pendidikan saat ini juga mengambil bagian yang menjadikan mahasiswa mengalami kemunduran. Saat ini tujuan dari adanya perguruan tinggi tidak lagi untuk mencetak intelektual cerdas yang mampu memberikan solusi bagi problematika. Namun, tujuannya sebatas untuk mencetak individu yang siap untuk bekerja. Sehingga mahasiswa akan berfokus pada hal-hal yang itu akan membantu mereka untuk mendapat pekerjaan. Seperti IPK yang tinggi, pengalaman-pengalaman dalam organisasi dan membangun banyak relasi. Dan mengabaikan hal-hal yang mereka anggap akan menghambat, seperti memikirkan solusi untuk problematika masyarakat.
Selain masalah tujuan, nyatanya pendidikan saat ini tidak dapat membentengi mahasiswa dari pemikiran-pemikiran bahaya. Malahan, lewat pendidikanlah nilai-nilai itu masuk dan diajarkan kepada mahasiswa. Seperti, ajaran Islam moderat yang akan membuat mahasiswa Muslim semakin jauh dari ajaran agamanya, atau nilai feminisme yang nyatanya tidak benar-benar menyelesaikan permasalahan perempuan. Cengkeraman nilai-nilai batil ini akhirnya membuat mahasiswa tidak membawa solusi yang solutif, karena tidak berhasil mengidentifikasi akar permasalahan.
Kedua faktor ini digencarkan secara sistematis lewat sistem kapitalisme-sekularisme. Sistem kapitalisme-sekularisme bukan lagi hanya dijadikan cara pandang bernegara saja, namun juga dijadikan cara pandang individu secara sadar-tak sadar termasuk para mahasiswa. Sistem kapitalisme dengan akidahnya sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan menghasilkan pemahaman liberalisme (kebebasan) pada sosial-budaya serta menghasilkan pendidikan yang kapitalistik (berorientasi pada dunia dan materi). Masifnya pemahaman ini di diri mahasiswa akhirnya menjadikan mereka tidak melek dengan keadaan dan cenderung abai. Serta, menjadikan mereka sibuk dengan permasalahan pribadinya saja.
Mahasiswa yang merupakan bagian dari pemuda harus sadar akan potensi yang dimilikinya. Pada Q.S al-Kahfi ayat 13, dijelaskan mengenai kelebihan pemuda yaitu lebih mudah menerima kebenaran dan petunjuk, paling banyak menerima dakwah Rasulullah di Makkah dan unggul dibandingkan kalangan tua yang sulit menerima perubahan, karena mereka tetap sombong dan taat pada kebatilan. Selain itu, masa muda merupakan golden time karena memiliki kekuatan lebih daripada masa kecil (bayi) dan masa tua.
Pada Qur’an Surah ar-Ruum ayat 54 Allah SWT berfirman yang artinya, “Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Maha kuasa.”
Berdasarkan potensi-potensi tersebut akan melahirkan karakter pemuda yang kritis, cerdas dan berwawasan luas, siap menjadi agen-agen perubahan, kuat dan berani mengatakan yang benar, peka dan solutif terhadap problematika masyarakat, totalitas dalam perjuangan dan bercita-cita tinggi.
Namun, karakter tersebut tidak akan dihasilkan lewat sistem kapitalisme-sekularisme seperti saat ini. Karena cara pandang ini hanya akan terus berfokus pada eksistensi di kehidupan dunia saja yang akhirnya akan menghasilkan pemuda apatis dan apolitis. Sementara itu, hal ini berbeda dengan sistem Islam, karena hanya dengan Islam, mahasiswa Muslim bisa bangkit dan melaksanakan penuh kelima peran tersebut.
Hal ini terbukti dari kontribusi-kontribusi yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat. Rasulullah dengan dakwah Islam berhasil mengubah masyarakat Arab jahilliyah menjadi masyarakat yang mulia karena Islam. Mush'ab bin Umair yang berhasil berdakwah di Madinah dan menjadikan masyarakat Madinah menyambut dengan suka cita dakwah Rasulullah. Serta, para sahabat merupakan generasi kuat penerus bola api Islam ke penjuru dunia hingga akhirnya Islam menyebarkan kemuliannya sampai ⅔ dunia dan masih kita rasakan sampai sekarang.
Maka, ketika mahasiswa khususnya mahasiswa Muslim ingin melaksanakan kelima peran tersebut dengan benar, mereka harus menjadikan Islam sebagai poros kehidupan dan keridhaan Allah sebagai tujuan dan standar kehidupan. Selain itu, juga diperlukan sistem yang dapat mencetak intelektual cerdas pembawa solusi yaitu sistem Islam. Hanya dengan sistem Islam, generasi muda terjaga dari serangan nilai-nilai sistem kapitalisme-sekularisme dan menghasilkan pemuda yang peka dan solutif terhadap problematika masyarakat.
Sudah saatnya mahasiswa berperan dalam perubahan. Perubahan yang dilakukan ini tentu dengan membawa solusi yang benar yaitu Islam. Bukan lagi perubahan yang hanya membawa solusi tambal sulam nan pragmatis. Bukan juga perubahan yang bersifat individu semata, karena perubahan yang hakiki semata-mata hanya bisa dilakukan dengan Islam kaffah. Bagaimana caranya? Dakwah. Melalui dakwah suara kebenaran yang kita suarakan akan mempengaruhi orang lain dan masyarakat. Karena untuk membangun kesadaran di tengah masyarakat harus diawali dengan perubahan pemikiran yang itu hanya bisa dilakukan lewat dakwah. []
Oleh Fatimah Azzahrah Hanifah, Mahasiswa Universitas Indonesia
0 Komentar