Efektifkah Bergantung Pada Vaksin Untuk Mengatasi Wabah Covid-19?

Pencanangan program vaksinasi terus dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk mengejar vaksinasi tahap dua. Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 tahap kedua di Kota Bogor sejak 1 Maret hingga 14 Maret 2021 telah terlaksana kepada 17.983 orang dari 22.490 sasaran. Walikota Bogor Bima Arya memginginkan adanya percepatan dalam rangka vaksinasi di Kota Bogor. Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor dr Sri Nowo Retno menjelaskan, Pemkot Bogor tak hanya mengejar jumlah warga yang divaksin, melainkan vaksin yang diterima Kota Bogor juga punya waktu batas masa simpan atau kedaluwarsa pada bulan Juni nanti (Radar Bogor,18/3/2021)

Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito memberikan penjelasannya terkait vaksin buatan Sinovac yakni Coronavax tahap pertama akan segera memasuki masa kedaluwarsa yakni pada 25 Maret mendatang. Vaksin yang akan mendekati masa habisnya telah didistribusikan sejak Januari lalu. Dan diberikan dalam tahapan vaksinasi pertama kepada tenaga kesehatan dan kedua kepada petugas pelayanan publik telah habis.

Di sisi lain, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap tantangan vaksinasi AstraZeneca yang dibayangi masa kedaluwarsa di akhir Mei. Terlebih interval pemberian dosis 1 dan 2 memakan waktu lebih lama daripada vaksin Sinovac, yaitu 9 hingga 12 minggu. Oleh karena itu vaksin AstraZeneca akan digunakan untuk vaksinasi tahap kedua yaitu petugas pelayanan publik dan lansia.

Upaya vaksinasi diharapkan dapat menyelamatkan nyawa rakyat dan menghindari penyakit parah yang diakibatkan karena virus. Sejak virus Covid-19 menyerang negeri ini selama satu tahun ini, memang telah banyak menelan korban jiwa. Namun sayangnya program vaksinasi terkesan lamban, karena sampai saat ini vaksin ini belum menyasar kepada masyarakat umum. Kelambanan pemerintah ini juga disebabkan karena pemerintah memilah-milah orang-orang yang akan mendapatkan vaksin secara gratis.

Adanya program vaksinasi telah menjadi harapan baru bagi pemerintah dan masyarakat untuk dapat keluar dari belenggu Covid-19. Bahkan program vaksin ini diawali dengan isu miring terkait bahan-bahan yang terkandung dalam vaksin ini. Sehingga terjadi pro dan kontra ditengah-tengah masyarakat yang enggan untuk ikut dalam program vaksinasi tersebut. Pro dan kontra ini terjadi karena masyarakat tidak mendapatkan edukasi dan informasi yang benar terkait bahan yang digunakan dalam pembuatan vaksin tersebut.

Jika kita melihat secara seksama bahwa program vaksinasi bukanlah satu-satunya solusi yang dapat mengatasi wabah pandemi. Dari awal kita melihat bahwa pemerintah setengah hati dalam menangani pemutusan mata rantai virus Covid-19. Bahkan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatasi wabah, tidak menyentuh pada akar permasalahan utamanya. Sehingga lagi-lagi upaya yang dilakukan hanya bersifat tambal sulam, yang upaya ini justru mengakibatkan banyak nyawa rakyat yang melayang.

2 / 2

Seharusnya yang dilakukan pada saat pertama kali wabah ini muncul adalah melakukan tes dan tracing untuk mengetahui mana orang yang terinfeksi dan mana yang tidak. Setelah didapatkan data yang valid terkait orang-orang yang terinfeksi, maka dilakukan karantina sambil ditelusuri siapa aja yang telah berinteraksi yang terinfeksi. Dengan cara ini akan lebih mudah memisahkan yang sakit dan yang sehat. Sehingga yang sehat bisa dengan leluasa beraktivitas tanpa dibayangi rasa takut akan terpapar wabah virus.

Dan yang sakit memberikan pelayanan kesehatan dan obat-obatan yang maksimal serta diberikan asupan makanan yang akan membantu proses penyembuhan dari virus. Dan yang sehat pun diberikan asupan makanan yang bergizi agar dapat menumbuhkan daya tahan tubuhnya. Negara pun akan meminimalisir aktivitas di tempat-tempat terjadinya wabah atau yang disebut dengan istilah lockdown.

Hal ini dilakukan oleh negara agar dapat memutus mata rantai penyebaran wabah. Sembari negara memotivasi kepada para ilmuwan untuk mencari dan membuat obat ataupun vaksin sebagai langkah antisipasi penyebaran wabah. Rakyat yang diisolasi dan dikarantina dipenuhi semua kebutuhannya oleh negara, dan memastikan tidak ada satu pun rakyatnya yang kelaparan akibat adanya wabah.

Inilah yang seharusnya dilakukan oleh negara, sebagai institusi pengurus urusan rakyat. Mekanisme di atas memang tidak akan terlaksana apabila negara menerapkan sistem kapitalis sekuler. Karena sistem kapitalis sekuler melihat rakyat bukan sebagai pihak yang diurusi, dan sistem ini pula memandang segala sesuatu dari sudut pandang untung rugi. Maka tak heran jika setiap kebijakan yang dikeluarkannya selalu menjadikan ekonomi sebagai dalihnya, bukan untuk menyelamatkan nyawa rakyat yang menjadi tanggung jawabnya.

Wajarlah selama setahun wabah ini menyerang, perekonomian Indonesia menjadi goncang. Sedangkan kalau kita melihat sistem yang menerapkan mekanisme tes dan tracing maka ia mampu menghadapi wabah, seperti yang terjadi pada masa kekhilafahan utsmaniyah. Wabah yang melanda hampir 30 tahun, tidak membuat perekonomian negara khilafah mengalami resesi yang berkepanjangan. Dan tak satupun rakyatnya yang mengalami kelaparan akibat wabah. Ini sebagai bukti bahwa mekanisme syariat Islam sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabat, merupakan satu-satunya solusi yang harus dilakukan.  

Fakta di atas sekaligus menunjukkan bahwa sistem yang bertahta saat ini telah mengalami kegagalan yang sangat fatal, bukan hanya gagal dalam mengatasi wabah pandemi tetapi juga gagal mengatasi setiap permasalahan yang muncul di seluruh lini kehidupan manusia. Ini terjadi karena sistem yang diterapkan adalah sistem buatan manusia yang serba lemah dan kurang. Oleh karena sudah saatnya kita campakkan sistem yang batil ini dan menggantinya dengan sistem khilafah yang berasal dari sang pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan. Wallahu a’lam. []


Oleh Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)


Posting Komentar

0 Komentar