Pandemi yang dilalui di Indonesia sudah satu tahun. Berbagai kebijakan yang dilakukan oleh penguasa nyatanya tidak mampu mengendalikan pandemi yang telah menelan banyak korban. Hal ini pula yang kemudian membawa dampak buruk pada para nakes yang menjadi garda terdepan penanganan kasus Covid-19.
Hal ini diungkapkan oleh wakil IDI, Moh. Adib Khumaidi bahwa sesama dokter dan tenaga kesehatan banyak mengalami burnout syndrome dan depresi akibat pekerjaan dan pandemi yang entah kapan berakhir. Disebutkan bahwa banyak nakes yang mengalami gangguan 85 persen dan pendidikan spesialis 15 persen.(CNN Indonesia 16/11/2020).
Dari beberapa survei yang dilakukan ternyata kondisi para nakes yang terus berjuang di masa pandemik akan terus dihantui depresi berat.
Tim Peneliti dari Prodi Magister Kedokteran Kerja yang terdiri dari Dr. dr. Ray W Basrowi, MKK; dr. Levina Chandra Khoe, MPH; dan dr. Marsen Isbayuputra, SpOK, menemukan fakta lagi yang juga sangat mengkhawatirkan, seperti: 83% tenaga kesehatan mengalami burnout syndrome derajat sedang dan berat.
41% tenaga kesehatan mengalami keletihan emosi derajat sedang dan berat, 22% mengalami kehilangan empati derajat sedang dan berat, serta 52% mengalami kurang percaya diri derajat sedang dan berat.
Dari fakta tersebut kita bisa menelisik betapa sistem kapitalistik tidak pernah memberikan ruang kenyamanan bagi siapa pun. Kenyataan yang ada hanyalah memberi celah jurang kematian. Salah satunya adalah para nakes yang tiada lelah mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan rakyat.
Ketidak-seriusan pemerintah dalam penanganan Covid-19
sejak awal tentu membawa dampak risiko besar bagi rakyat. Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yang lebih mementingkan para kapitalis adalah "New Normal", PSBB ataupun yang sejenis. Kebijakan ini menjadi serangan bagi para nakes itu sendiri.
Bagaimana tidak, perjuangan ingin segera mengakhiri pandemi dengan mengajak tetap di rumah dan mematuhi prokes nyatanya pemerintah membolehkan masyarakat tetap keluar rumah, membuka tempat wisata, mal dan tempat hiburan lainnya. Sejumlah alasan ekonomi yang kemudian menjadi pijakan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan pro kapitalis. Kebijakan tersebut mengakibatkan pencampuran orang sakit dan sehat, akibatnya angka terpapar Covid-19 semakin meningkat dari hari ke hari.
Dikutip dari Tribunnews.com, Jumlah kasus terkonfirmasi positif virus corona (Covid-19) di Indonesia bertambah 5.227 pasien pada Rabu (24/3/2021).
Angka ini akan terus meningkat seiring dengan banyaknya aktivitas masyarakat ke luar rumah. Serta ketidakpatuhan segelintir masyarakat dalam mematuhi prokes yang selama ini dianjurkan. Jika hal ini dibiarkan kerja para nakes sulit selesai.
Saat ini penguasa lebih memberikan perhatian kepada para kapitalis dibandingkan dengan nasib para nakes. Banyak cerita memilukan dibalik perjuangan para nakes di masa pandemi ini. Bergugurannya para nakes nyatanya tidak membuat penguasa di sistem kapitalis melindungi mereka. Jika kita amati selama ini perhatian yang diberikan pun hanya setengah hati dan terkesan basa basi.
Tenaga kesehatan berpotensi terpajan dengan tingkat stres yang sangat tinggi, namun belum ada aturan atau kebijakan yang dapat melindungi mereka dari segi kesehatan mental.
Penelitian yang dilakukan tim peneliti dari Program Studi Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (MKK FKUI) menunjukkan fakta bahwa sebanyak 83% tenaga kesehatan di Indonesia telah mengalami burnout syndrome derajat sedang dan berat yang secara psikologis sudah berisiko mengganggu kualitas hidup dan produktivitas kerja dalam pelayanan kesehatan.
Solusi Islam
Islam sebagai agama sekaligus ideologi mampu memecahkan masalah umat manusia. Tak ada satupun masalah yang tidak terselesaikan oleh Islam. Hal ini akan nampak saat sistem Islam menaungi yaitu khilafah.
Khilafah sebagai institusi negara Islam yang khas dan memiliki sejumlah aturan yang tidak dimiliki oleh ideologi manapun.
Pun tatkala pandemi mendera peran negara begitu penting dan kentara dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Di dalam Islam ketika wabah terjadi adalah dengan melakukan Lockdown secara total. Menutup bandar udara, terminal, stasiun pertokoan yang bukan menyediakan kebutuhan pokok dan melarang siapa pun yang masuk ke dalam negeri agar penyebaran virus segera berakhir. Edukasi terhadap masyarakat dilakukan agar tumbuh kesadaran tentang bahaya wabah virus tersebut.
Selain itu dilakukan tes untuk mendeteksi yang terpapar virus. Bagi mereka PDP diisolasi dan dilakukan karantina yang seluruh nya ditanggung oleh negara. Bagi OTG dan yang berisiko diberikan asupan yang cukup untuk meningkatkan imunitas tubuh. Pun demikian orang yang sehat terus dijaga imunitas tubuhnya dan bisa beraktivitas secara normal dengan protokol kesehatan.
Sebuah cara yang sangat mudah dan praktis serta tidak menimbulkan persoalan baru karena semua aturan yang lahir buah dari ketakwaan seorang pemimpin kepada Allah Swt. Tentu kerja para nakes pun tidak akan sia-sia bahkan setidaknya mereka bisa rehat sejenak tidak seperti di sistem kapitalis layaknya sapi perah kerja terus menerus sementara kebutuhan hidup dan gaji pun kurang memadai.
Penguasa di negeri Islam melakukan tanggung jawab yang penuh atas periayahan kepada rakyat tanpa sedikit pun mempertimbangkan untung serta rugi. Rakyat melaksanakan kebijakan dengan landasan ketakwaan. Adapun ketika ada yang melakukan pelanggaran kebijakan negara melakukan sanksi tegas semata-mata hal tersebut dilakukan untuk kemaslahatan bersama. Semuanya terasa indah dan mudah karena kesigapan negara dalam menangani wabah.
Bahkan ada sebuah kisah tentang gambaran seorang pemimpin di masa Islam berjaya yaitu dalam sebuah riwayat yang ditulis dalam buku Sang Legenda Umar bin Khattab karya Yahya bin Yazid al-Hukmi al-Faifi disebutkan, ketika rakyat sedang dilanda kelaparan, Umar bin Khattab selaku khalifah naik mimbar dengan perut yang keroncongan. Sambil menahan lapar yang tidak kepalang, Umar bin Khattab berpidato di hadapan orang-orang.
Dia mengatakan kepada perutnya, "Hai, perut, walau engkau terus meronta-ronta, keroncongan, saya tetap tidak akan menyumpalmu dengan daging dan mentega sampai umat Muhammad merasa kenyang."
Kisah lainnya diriwayatkan Abdurrahman bin Abu Bakar. Dia berkata, "Umar bin Khattab datang. Dia membawa sepotong roti dan minyak. Untuk menghilangkan rasa laparnya, roti dan minyak itu disantap begitu saja sambil berkata, 'Hai perut! Demi Allah, engkau akan terus kulatih menikmati roti dengan mentega ini saja.'"
Inilah gambaran pemimpin yang bertanggung jawab atas rakyatnya. Oleh karena itu, sudah saatnya mengakhiri kesengsaraan hidup dalam kungkungan sistem kapitalisme. Pun agar tidak lagi mendengar keresahan dan stresnya para nakes akibat pandemi.
Namun jika kondisi bangsa ini tidak mau berubah maka rasanya sulit mengharapkan Indonesia bisa segera berakhir dari wabah Covid 19 ini dan keberkahan hidup akan sulit didapatkan. []
Wallahu a’lam bishshawab.
Oleh Heni Andriani
Ibu Pemerhati Umat
0 Komentar