Harga Beras dalam Negeri Termahal se Asia?



 Indonesia pernah dibanggakan karena menjadi lumbung padi Asia saat itu. Dengan melakukan swasembada beras ke negara tetangga dan mampu memberikan bantuan pangan pada penduduk kelaparan dunia, karena hasil panen selalu surplus. Kini justru harga beras Indonesia paling mahal se Asia.  

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan terkait dengan harga beras mulai dari Harga Eceran Tertinggi (HET) hingga Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG).

Terkait dengan HET, ia mengatakan harga beras di pasar ritel Indonesia secara konsisten selalu di atas HET. Perlu diketahui bahwa HET beras medium ditetapkan pemerintah di kisaran Rp9.450-Rp10.250 per kilogram (Kg) sesuai dengan Permendag Nomor 57 Tahun 2017. Namun, fakta di lapangan rata-rata harga beras domestik selama 2020 adalah Rp11.800 per kg menurut Pusat Informasi Harga Pasar Strategis Nasional (PIHPS) (CNN Indonesia 15/2/2021).

Sesungguhnya Indonesia termasuk negara yang produktivitasnya tinggi dalam menghasilkan beras di kawasan ASEAN. Produktivitas beras Indonesia mencapai 5.13 - 5.24 ton per hektar, berada sedikit di bawah produktivitas beras Vietnam. Namun ada hal yang perlu dicermati hingga beras dipasaran menjadi tinggi. 

Menurut Rektor Institut Pertanian Bogor Arif Satria, tingginya biaya produksi yang membuat harga beras Indonesia menjadi lebih mahal dari negara-negara di Asia. Berdasarkan perbandingan struktur biaya produksi beras di Asia, Indonesia menjadi yang tertinggi dibandingkan Filipina, China, India, Thailand, dan Vietnam (Kontan.co.id 18/2/2021).

Arif mengatakan bahwa komponen termahal dari produksi beras domestik adalah biaya sewa lahan dan biaya tenaga kerja. Di samping pula, harga pupuk Indonesia yang hanya lebih murah dari India. Oleh karena itu sejalan dengan biaya produksi yang tinggi, harga beras produksi Indonesia menjadi lebih mahal dari negara lainnya, seperti Thailand dan Vietnam. 

Menurutnya, persoalan tersebut masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia, khususnya pemerintah. Sebab, selain membuat harga beras mahal, biaya produksi yang tinggi turut membuat Indonesia tak berdaya saing dalam industri beras dan rawan terjadi impor. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan upah buruh tani pada bulan Januari 2021 meningkat dibandingkan bulan Desember 2020. Peningkatan terjadi baik untuk upah nominal maupun upah riil. upah nominal buruh tani pada bulan Januari 2021 senilai Rp 56.276 meningkat dibandingkan bulan Desember 2020 senilai Rp 55.921. Sementara upah riil bulan ini senilai Rp 52.331 dari Rp 52.338. 

Melonjaknya upah tak lain disebabkan karena terbatasnya warga yang berprofesi sebagai buruh tani. Jumlah petani Indonesia yang mencapai 33,4juta orang, sebagian besar didominasi petani berusia tua. Pada saat ini 50% petani Indonesia berada pada rentang usia 45 tahun hingga 64 tahun. Sedangkan petani yang masuk kategori muda dengan rentang usia 19 tahun hingga 39 tahun hanya sekitar 9% atau mencapai 2,7 juta orang (Pikiran rakyat.com 22/12/2019). 

Buruh tani yang terbatas itu menjadi rebutan para pemilik lahan. Tak jarang pemilik lahan harus mencari buruh tani hingga keluar daerah. 

Begitu juga untuk sewa lahan di Indonesia cukup mahal mencapai Rp 1.719/kg padi. Thailand dan Vietnam masing-masing hanya Rp 481 dan Rp 387/kg padi. Dengan biaya produksi tersebut, total ongkos produksi kita paling mahal mencapai 4.079/kg, sedangkan Thailand hanya Rp 2.291/kg dan Vietnam seharga Rp 1.679/kg.

Kegiatan Pembangunan setiap tahun terhadap ketersediaan sumber daya lahan khususnya tanah sawah menjadikannya terus mengalami penyusutan dan menyebabkan terjadinya perubahan fungsi. Perubahan fungsi kegunaan sumberdaya lahan khususnya tanah sawah mengakibatkan tanah sawah menjadi komoditi langka sehingga harga nya mahal, khususnya di daerah padat penduduk.

Sampai sekarang masalah diatas belum dapat terpecahkan walaupun sudah diatur dalam undang-undang. Lemahnya penerapan peraturan perundang-undangan selama ini terutama disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait dan cara pandang dan hakekat pembangunan itu sendiri.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa sangat dibutuhkan tangan pemerintah yang mengatur faktor produksi beras agar harga beras dapat dinikmati rakyat banyak. Apalagi di masa pandemi di mana banyak rakyat yang sangat membutuhkan terjangkaunya harga bahan pokok. 

Dari dua faktor pemicunya yaitu upah buruh karena langkanya pekerja yang pemudanya tak lagi tertarik bekerja di sektor pertanian. Juga langkanya lahan persawahan yang berganti dengan banyaknya pembangunan. Semua itu berujung pada satu titik, yaitu penguasa. 

Yang dengannya semua bentuk regulasi ataupun berjalannya pemerintahan ini bertumpu pada penguasa. Karena bila pusat-pusat ekonomi tidak hanya terkonsentrasi di kota, para sarjana pasti akan pulang dan membangun daerahnya masing-masing. Termasuk persawahan yang menjadi tanaman utama di dalam negeri. 

Juga permaslahan langkanya lahan persawahan yang ada. Hal tersebut bisa diusahakan dengan menitik beratkan pembangunan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Kesejahteraan bukan dengan banyaknya pembangunan infrastruktur, namun dengan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat.

Kebijakan yang pro rakyat sangat dinanti oleh banyak kepala. Karena menjadi pemimpin dalam Islam tidak boleh dengan sekehendak hati, namun ada aturannya. Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata, Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. 

Wallahu’alam.


Oleh Ruruh Hapsari

Posting Komentar

1 Komentar