Revisi
draft Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020–2035 akan dilakukan oleh Mendikbud, Nadiem
Makarim setelah mendengarkan berbagai masukan dari berbagai komponen masyarakat pasca polemik raibnya frasa agama. "Kita masukkan lagi, jadi enggak
ada masalah, case closed ya mengenai ini dan tidak akan ada penghilangan
pembelajaran agama. Mohon maaf ini hal-hal yang mungkin kelihatannya kecil tapi
di masyarakat menjadi pembicaraan yang agak liar," ujarnya sebagaimana dilansir kompas.com
(10/03/21)
Penghilangan frasa agama dalam PJPN 2020-2035 memang persoalan yang
dianggap
cukup krusial. Sebab agama merupakan pilar penting dari sebuah proses
pendidikan. Tanpa agama, proses pendidikan akan berjalan tak tentu arah.
Sementara pendidikan adalah sektor utama bagi pembentukan generasi sebuah
bangsa. Maka sangat dipahami munculnya rasa khawatir yang mendalam ketika frasa
agama itu dihapus dari PJPN 2020-2035.
Meski
revisi sudah dijanjikan akan dilakukan, namun masih ada persoalan mendasar yang
mesti dipastikan di bidang pendidikan pasca kontoversi ini. Mengingat kontroversi
yang selalu ada sejak awal kali Nadiem menjabat. Apalagi jika dikaitkan dengan
munculnya SKB 3 mentri beberapa waktu yang lalu. Yakni persoalan terkait arah
pendidikan yang diharapkan.
Pendidikan
selain harus memiliki visi ke depan, juga harus memiliki program yang mampu
mendukung ketercapaian visi tersebut. Jika ingin menjadikan anak didik memiliki
tak sekedar iptek tapi juga mempunyai imtak, maka perlu dicermati sejauh mana
proses pembelajaran agama itu memberikan pengaruh. Jika setelah ditelaah
terbukti agama masih perlu diaruskan, seharusnya menambah jam perlajaran agama ini
yang harus dilakukan. Bukan malah mengganti frasa agama dengan frasa akhlaq dan
budaya, atau malah melebur pelajaran agama bahkan sampai menghilangkan pelajaran
agama.
Realitas
menunjukkan kondisi generasi muda Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Betapa
banyak dari generasi muda yang sudah biasa melakukan free sex sehingga berani
menjadi germo bagi temannya sendiri. Betapa banyak saat ini mereka yang hamil
di luar nikah, menjadi homo, lesbi dan kehilangan orientasi sex yang normal akibat
derasnya informasi melalui media sosial. Disaat yang bersamaan pembelajaran
online menjadi begitu berat dirasakan akibat tidak meratanya sinyal dan faktor kemiskinan.
Benar
bahwa kenyataan ini memang tak mugkin hanya diselesaikan oleh sektor pendidikan
saja. Sebab ini adalah persoalan yang timbul dimanapun saat suatu negara mengadopsi
sistem kapitalis sekuler. Sistem ini memisahkan agama dengan kehidupan,
menganggap kehadiran agama sebagai penghalang kemajuan, bahkan menjadi candu
bagi masyarakat. Sistem ini telah diadopsi oleh banyak negara yang mengakibatkan
negara-negara di dunia mengalami persoalan yang sejenis. Dan Indoneisa sedang
bergerak menuju arah yang sama.
Oleh
sebab itu tidak boleh ada opsi mengganti kata agama dengan akhlaq dan budaya
atau menghapusnya bagi kaum muslimin. Sebab bagi umat Islam, Islam memang
berbeda dengan agama lain. Islam bukan sekadar agama, tapi Islam juga berfungsi
sebagai jalan hidup, menjadi pandangan hidup dan ideologi yang menuntun manusia
menjalankan semua amal perilakunya di dunia ke arah yang benar. Islam juga
memiliki aturan yang lengkap terkait pengaturan berbagai urusan umat, baik
dalam hal pendidikan, pergaulan, pemerintahan, ekonomi, dan juga politik.
Itu
sebabnya kaum muslimin yang menginginkan hidup dengan arah yang benar harus
menggunakan Islam dalam mengatur seluruh urusan mereka. Dan secara tegas, Allah
swt juga telah memerintahkan hal ini.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)
Oleh
karena itu jika menghilangkan frasa agama ini tidak dianggap hal yang esensial,
bahkan dianggap tak berbeda saat menggantinya dengan frasa akhlaq dan budaya,
atau tidak keberatan sekadar menuliskannya saja, tetapi dalam prakteknya agama
Islam juga dipinggirkan, bahkan dianggap sebagai sesuatu yang tidak sesuai
dengan budaya bangsa dan kearifan lokal, maka jelas ini bukanlah arah yang
diinginkan Islam. Andai ini yang terjadi, sebenarnya bisa dirasakan adanya
upaya membuat umat Islam terjauhkan dari Islam. Ada upaya untuk mendudukkan Islam
sama dengan agama yang lain, yang hanya sekadar mengatur hubungan ritual hamba
dengan Tuhannya.
Dengan
kata lain, ada upaya yang mengarahkan umat Islam untuk mengadopsi pluralisme
agama. Pluralisme agama semacam ini akan terus digaungkan selagi para penguasa
sedang menguatkan bingkai moderasi Islam di negeri ini. Karenanya Islam sebagai
suatu sistem dan bukan sekadar agama harus terus diperjuangkan. Wallahu a’lam
bis showwab.
Penulis: Kamilia
Mustadjab
0 Komentar