Islam Memutus Rantai Pelecehan Seksual Hingga ke Akar

Pelecehan seksual bukan lagi hal asing di zaman serba bebas saat ini. Beritanya senantiasa melintas dan mewarnai media massa, cetak maupun online. Seperti halnya berita pelecehan seksual yang dilakukan seorang bos perusahaan kepada dua orang karyawati di Jakarta Utara.

Dilansir dari CNN Indonesia (2/3/2021), dua karyawati yang berprofesi sebagai sekretaris di sebuah perusahaan di Jakarta Utara melaporkan tindak pelecehan seksual ke polisi. Pelecehan seksual tersebut dilakukan oleh bos-nya sendiri (JH) setiap kali mereka sedang sendirian. Kejadian ini mulai terjadi pada Oktober 2020, namun korban baru melaporkan kepada pihak polisi pada 8 Februari 2021. Mereka mengaku sudah tidak tahan dengan perlakuan bos-nya, sehingga memilih resign dan melaporkan tindakan bejat bos-nya tersebut. 

JH tidak bisa berkelit dengan bukti yang disodorkan satreskrim Polres Metro Jakarta Utara. ia pun digelandang petugas berwajib dan dijebloskan ke penjara. Diketahui dari pengakuan tersangka, dia melakukan aksi pelecehan tersebut di bawah pengaruh minuman keras. Ia mengaku selalu menenggak minuman keras setiap kali melakukan aksi pelecehan.

Tersangka dijerat Pasal 289 KUHP dengan ancaman sembilan tahun kurungan penjara. (m.liputan6.com, 3/3/2021)

Pelecehan seksual yang kerap terjadi mestinya mendapat perhatian lebih dalam lagi dari pemerintahan. Karena kejadian ini menyangkut kehormatan kaum perempuan. Kaum yang mempunyai peran penting dalam membangun peradaban. Merekalah yang memegang kunci dari lahirnya generasi yang baik atau buruk. 

Maka dibutuhkan perhatian lebih serius dari pemerintah dalam menangani masalah ini. Yakni dengan melihat lebih jeli akar dari permasalahan yang timbul. Karena melihat data yang dikumpulkan Komnas Perempuan sepanjang 2019 lalu, tercatat 431.471 kasus kekerasan pada perempuan. Selain itu, ada Sebanyak 64% perempuan di Indonesia yang pernah mengalami pelecehan maupun kekerasan seksual. Angka kasus tersebut telah mengalami kenaikan hingga 700% sejak tahun 2012.  

Adanya pandemi yang telah berlangsung selama satu tahun di tanah air ini pun memberikan penambahan kasus kekerasan seksual pada perempuan. Komnas perempuan telah menerima 461 laporan tindak kekerasan seksual. Padahal, pada tahun 2019 telah menunjukkan penurunan dibanding tahun 2018. Namun, di tahun 2020 kasus ini kembali meningkat. (ketik.unpad.ac.id, 13/12/2020)

Artinya kasus pelecehan seksual maupun kekerasan seksual pada perempuan dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Data-data yang terkumpul hanyalah data yang dilaporkan, besar kemungkinan fakta yang terjadi di tengah masyarakat lebih banyak lagi. Di sinilah pemerintah dituntut untuk memberi penanganan yang tepat untuk memutus dan menyelesaikan masalah ini sebagai bukti tanggung jawab terhadap keamanan masyarakat khususnya kaum hawa. 

Namun, solusi yang ditawarkan pemerintah tidak menyentuh akar permasalahan yang terjadi. Hal ini tmpak dari penanganan yang dilakukan pemerintah hanya melihat realitas yang terjadi tanpa mengaitkan pada sebab-sebab secara mendalam. 

Jika dicontohkan pada kasus dua karyawati yang mendapat perlakuan tidak pantas dari bos-nya, tentu tidak bisa menilai dari sisi perilaku laki-laki hidung belang saja. Tapi juga faktor lainnya yang membuat tindakan tidak pantas tersebut terjadi. Di antaranya pekerjaan yang menuntut penampilan seorang perempuan dalam berbusana, aturan yang mengikat ranah pekerjaan yang menjaga kemuliaan perempuan, tanggung jawab pemerintah dalam menciptakan individu yang beriman dan taqwa serta aturan lainnya yang melindungi fitrah laki-laki maupun perempuan.

Selama ini solusi yang ditawarkan hanyalah dengan pembentukan lembaga yang membantu proses pelaporan kasus serta mendorong pemberlakuan perundang-undangan untuk membuat hak-hak perempuan lebih setara dengan kaum laki-laki. 

Padahal adanya dorongan yang kuat dari paham feminisme dalam ide kesetaraan gender telah menyumbang peliknya permasalahan perempuan. Perempuan dituntut untuk eksis dalam dunia publik tanpa batasan, perempuan didorong untuk terlibat dalam roda perekonomian, dan mendapat penghasilan sendiri. Mereka menyebutnya sebagai perempuan yang mandiri dan berprestasi. Harkat derajat perempuan dinilai setara dengan kaum laki-laki kala para perempuan mampu menghasilkan materi sendiri. 


Padahal akibat dari dorongan ide-ide tersebut, perempuan dipaksa untuk lebih banyak beraktivitas di luar rumah. Sementara tanggung jawabnya di dalam rumah terlalaikan. Pada akhirnya fitrah perempuan dengan kemolekan tubuhnya pun tereksploitasi dengan alasan mencari mata pencaharian. Dari sinilah tidak heran jika secara bertubi-tubi perempuan mendapat banyak permasalahan. Mulai dari upah yang rendah, karena rata-rata sifat perempuan yang tidak banyak mengeluh. Pelecehan seksual, kekerasan seksual, dan lainnya. 

Oleh karena itu, paham kesetaraan gender yang digaungkan di era kapitalisme inilah yang pada dasarnya menjadi akar permasalahan kaum perempuan. Begitu pula ideologi sekularisme yang nyata-nyata telah memisahkan aturan agama dari kehidupan. Satu sisi masyarakat telah dijauhkan dari ajaran agama, di sisi yang lain masyarakat pun dicekoki oleh paham kapitalisme yang menyeret mereka untuk hanya memikirkan materi, materi, dan materi.

Berkebalikan dengan ideologi Islam. Islam sejak kehadirannya sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, telah menempatkan perempuan sesuai fitrahnya. 

Dalam Islam, kaum hawa tidak dibebani dengan tanggung jawab mencari nafkah. Tetapi menjadikan nafkah adalah sebagai hak. Sehingga segala kebutuhan hidupnya wajib dipenuhi oleh kaum laki-laki. 

Ia ditempatkan di dalam rumah sebagai bentuk perlindungan kehormatannya. Ia diberi kewenangan penuh untuk mengelola harta suaminya. Sementara tanggung jawab utamanya adalah mendidik generasi yang ia lahirkan dan mengelola rumah tangga. Sehingga tercipta keharmonisan. Ada pihak yang mengelola urusan rumah tangga dan ada pihak yang mengelola perkara lainnya. Sehingga jargon-jargon perempuan mandiri, berdaya saing tidak lebih dari jargon yang mebius kaum perempuan.

Sementara itu, Islam menetapkan hukum bekerja untuk perempuan adalah mubah atau boleh. Kebolehan ini pun dengan pengaturan yang jelas, di mana tidak semua jenis pekerjaan diperbolehkan untuk perempuan. Karena fitrah perempuan mengharuskan ia berada dalam koridor yang telah ditetapkan hukum syara. 

Di antaranya tidak diperbolehkan jenis pekerjaan yang mengeksploitasi sisi feminimintas perempuan, seperti pekerjaan yang menonjolkan aspek kecantikan, kemolekan tubuh, dan lain-lain. Seperti pekerjaan sekretaris pribadi, model, dll. Tidak diperkenan pula jenis pekerjaan yang memporsir waktunya di luar rumah. Karena kewajiban perempuan pada dasarnya adalah di dalam rumah. Itu semua bukanlah bentuk pengukungan namun bentuk perlindungan. Begitulah cara Islam menjaga kaum hawa. 

Di tengah sistem kapitalistik yang selalu mendasarkan aturan atas dasar materi, tentunya penjagaan terhadap perempuan tidak akan terwujud. Hanya dengan penerapan sistem Islam secara kaffah-lah rantai permasalahan kaum perempuan ini akan terpecahkan. Sehingga terwujud kehidupan yang harmonis di tengah masyarakat.

Ditambah negara pun memberikan edukasi baik melalui fasilitas pendidikan maupun majelis-majelis ilmu yang berkualitas untuk membentuk individu yang beriman dan bertaqwa. Termasuk menetapkan sanksi yang tegas untuk para pelaku pelecehan sehingga menimbulkan efek jera bagi yang lainnya. Maka hanya dengan penerapan sistem Islam secara kaffah-lah rantai masalah pelecehan seksual bisa diputuskan hingga ke akar.

Wallahu'alam

Oleh: Anisa Rahmi Tania


Posting Komentar

0 Komentar