Kapitalisme Liberal Hadirkan Monster di Tengah Keluarga



Miris, ngeri, bercampur jijik saat media memberitakan tindakan seorang ayah kandung melakukan perbuatan tidak senonoh pada putri kandungnya. Dilansir dari laman media kompas.com (12/3/2021), Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara AKP Andry Suharto mengungkap fakta terjadinya pencabulan seorang ayah terhadap anak kandungnya di kawasan Koja, Jakarta Utara.

Pelaku yang berinisial DJ (52) merupakan warga Kelurahan Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara. Sementara putrinya berusia 16 tahun. Putrinya baru tinggal bersama DJ dan ibunya saat masuk kelas 3 SMP. Sebelumnya dia tinggal bersama neneknya di daerah Jawa Tengah.

Diketahui aksi pencabulannya dilakukan hampir setiap hari di rumah kontrakannya. Istrinya sendiri jarang berada di rumah karena bekerja sebagai buruh pabrik. Sungguh perbuatan tersebut bukanlah karena khilaf semata sebagaimana pengakuan sang ayah. Karena tindakannya dilakukan hingga setahun lamanya. Artinya ada latar belakang lain yang membuat tindakan itu tega dilakukan ayah pada anak kandungnya sendiri.

Aksi bejat semacam ini bukan kasus yang jarang terjadi. Dalam rentang tahun 2020 saja kasus serupa terjadi di beberapa wilayah lainnya. Sebagaimana diberitakan Liputan6.com (1/8/2020), seorang pria di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, ditangkap petugas Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas karena melakukan tindak pidana pencabulan terhadap 2 anak kandungnya. Sang anak bercerita kepada ibunya bahwa mereka pernah dilecehkan oleh ayahnya. 

Sementara itu, di Dompu, Nusa Tenggara Barat, seorang bocah berusia tiga tahun dicabuli ayah kandungnya di tengah malam. Ia dan ayahnya tinggal bersama neneknya, sementara ibunya menjadi TKW. (Liputan6.com, 8/6/2020)

Bergeser ke bulan April, diberitakan Liputan6.com (26/4/2020), pria di Sleman berinisial DH tega mencabuli anak kandungnya sendiri sejak korban duduk di bangku kelas 3 SD. Pelaku bekerja sebagai sopir kendaraan rute antarprovinsi. Aksinya dilakukan saat istrinya keluar untuk bekerja.

Di tahun sebelumnya pun (2019) terungkap kasus pencabulan ayah pada putri kandungnya di Purbalingga, Jawa Tengah. TS tega mencabuli anak kandungnya sendiri berulang kali hingga anaknya hamil dan melahirkan. Dia dengan leluasa melakukan aksi lantaran sang ibu/istrinya sedang merantau bekerja di Jakarta.

Data-data di atas hanyalah sebagian data yang dilaporkan ke petugas polisi. Kasus lainnya yang tidak terungkap ke permukaan bisa jadi lebih banyak lagi. Na'udzubillah.

Jika kita amati dengan cermat faktor penyebab dari tragedi dalam keluarga tersebut di antaranya karena:

Pertama, tipisnya keimanan dan jauhnya pemahaman dari ajaran agama. Karena seburuk-buruk orang yang beriman, dia tidak akan menzina-i anaknya sendiri apalagi sampai berulang-ulang. Tanpa perasaan berdosa. Karena orang berpengetahuan agama akan selalu melandaskan tindak tanduknya pada aturan agama, bukan hawa nafsu. 

Hal ini memperlihatkan betapa ajaran agama di zaman sekarang semakin tergerus. Ini disebabkan negara tidak memberikan pendidikan agama secara komprehensif. Agama hanya digunakan pada saat tertentu saja, tidak diterapkan dalam seluruh aktivitas. Inilah dampak dari paham sekularisme yang telah menyelusup dalam benak masyarakat. Agama tidak lagi menjadi standar. 

Kedua, jika dilihat latar belakang aksi bejat tersebut pada umumnya karena faktor nafsu birahi yang tidak bisa disalurkan pada pasangan (istri). Ini karena sang istri yang bekerja dari pagi hingga malam, istri yang menjadi TKW atau bekerja merantau ke kota, dan lain-lain. Artinya ada kondisi yang membuat fungsi sang istri hilang di tengah keluarga sehingga memicu terjadinya masalah besar lainnya. 

Seiring dengan digembar-gemborkannya isu kesetaraan gender, banyak kaum hawa yang akhirnya keluar rumah untuk mencari nafkah. Lapangan pekerjaan pun terbuka lebar untuk para perempuan. Lain hal dengan laki-laki yang malah menjadi sempit lapangan pekerjaannya. Seorang istri sekaligus ibu tidak akan tinggal diam tatkala kondisi ekonomi sulit, suami tidak bekerja, sementara kebutuhan hidup harus dipenuhi. 

Inilah yang menjadi akar masalah, di era kapitalisme liberal dengan bersandar pada ideologi sekularisme, perempuan digoda untuk terlibat dalam roda ekonomi. Dengan opini-opini yang penuh tipu muslihat. Perempuan yang mandiri secara ekonomi akan dianggap lebih tinggi derajatnya. Perempuan dianggap berprestasi ketika berkarier. Terlihat lebih hebat dan bermartabat. Padahal di balik itu, para pemilik modal sengaja membidik tenaga perempuan untuk bisa dipekerjakan, karena upah perempuan yang rendah ditambah keuntungan dari fitrah perempuan yang lebih tekun dan telaten dalam mengerjakan suatu pekerjaan. 

Maka tidak heran jika pabrik-pabrik lebih banyak membuka kesempatan kerja untuk kaum hawa daripada kaum Adam. 

Itulah alasan akhirnya hadir monster di tengah keluarga. Sosok ayah yang seharusnya menjadi pelindung bagi keluarga berubah menjadi monster yang melahap anak kandungnya sendiri. Sungguh ini adalah tragedi dalam keluarga. 

Fitrah bagi seorang laki-laki adalah bekerja, mencari nafkah, dan penanggung jawab bagi keluarganya. Namun karena kondisi ekonomi hari ini yang berlandaskan kapitalisme liberal, membuat banyak laki-laki yang malah tinggal di rumah sementara sang istri yang keluar untuk mengais rezeki. 

Artinya faktor penerapan aturan (sistem) oleh negara menjadi kunci dari  penyelesaian masalah ini. Inilah faktor yang ketiga. Sebuah sistem tidak mungkin bisa diterapkan selain oleh institusi negara. Sehingga, mestinya ada kesadaran dari masyarakat maupun para pejabat negara untuk melihat dampak buruk yang begitu besar telah terjadi di tengah masyarakat karena kesalahan penerapan sistem ini. 

Mari tengok saat sistem Islam diterapkan di tengah kehidupan. Ajaran Islam dijadikan sebagai standar dari setiap perilaku, maka kondisinya jauh berbeda dengan fakta hari ini.

Setiap individu diberikan edukasi agama baik di sekolah-sekolah maupun majelis ilmu untuk senantiasa tunduk pada ajaran agama. Sehingga setiap orang mempunyai rem yang tegas dalam tindak tanduk, tidak liberal (bebas) menuruti hawa nafsunya belaka. 

Begitu pula masyarakat yang membudayakan amar makruf nahi munkar, sebagai salah satu kewajiban bagi seorang muslim. Sehingga budaya ini menjadi pertahanan di lingkungan masyarakat dalam mencegah berbagai perilaku maksiat. Baik besar maupun kecil.

Terlebih ketika sistem Islam diterapkan negara, maka negara akan mendudukkan fungsi perempuan maupun laki-laki sesuai dengan fitrahnya. Seorang perempuan dimuliakan dalam Islam. Ia tidak diberikan kewajiban untuk mencari nafkah. Begitu pula tidak didorong untuk mandiri, mencari mata pencaharian sendiri, ataupun mempunyai penghasilan sendiri sebagai bukti prestasinya.

Ketika negara membutuhkan perempuan pada profesi tertentu, seperti guru, dokter, staf administrasi, majelis ummat, dll maka profesinya tersebut tidak boleh membuatnya lalai dari kewajiban utamanya sebagai ummun wa rabatulbaith (ibu dan pengurus rumah tangga). Karena dalam Islam derajat yang lebih tinggi tidak dilihat dari karier di dunia. Tetapi dari ketakwaannya pada Allah Swt. 

Oleh karena itu, negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi kaum Adam. Tanpa bersaing dengan tenaga kerja asing atau perempuan. Karena kewajiban mencari nafkah adalah kewajiban utamanya sebagai kepala keluarga. Yakni menghidupi keluarganya dari hasil keringatnya. 

Begitulah Islam hadir untuk menyelamatkan kehidupan manusia. Dengan penerapannya di bawah naungan Khilafah kehidupan keluarga akan harmonis dan keberkahan akan terwujud. 

Wallahu'alam


Oleh Anisa Rahmi Tania

Posting Komentar

0 Komentar