Sejarah mencatat, Khilafah tegak selama hampir 14 abad lamanya. Sejak Rasulullah saw mendirikan negara di Madinah tahun 622 M hingga runtuh di Turki pada tahun 1924. Kurun waktu 1300 tahun bukanlah waktu yang sebentar.
Menanggapi masa berjayanya Khilafah selama hampir 14 abad itu, ustadz Farid Wajdi berkomentar, “Jika kita melihat umur peradaban, 1300 tahun itu adalah umur yang sangat lama. Komunisme itu saja tidak bertahan sampai 100 tahun. Sekarang saja Kapitalisme sudah mulai ngos-ngosan. Sehingga 1300 tahun Khilafah bisa bertahan, itu harus dikasih poin dulu. Itu menunjukkan peradaban yang luar biasa tingginya. Tidak mungkin suatu peradaban bisa bertahan 1300 tahun jika peradaban itu bukan peradaban yang luhur, yang mulia, yang bisa menguasai sains dan teknologi dan diwaktu yang bersamaan juga memiliki tsaqofah yang tinggi.”
Adapun terkait keruntuhan Khilafah, beliau menyebutkan ada 2 faktor yang berpengaruh, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ini setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Yang pertama disebabkan oleh kemunduran taraf berpikir umat. Mengapa demikiran? Sebab ketinggian berpikir suatu bangsa itu sangat menentukan maju tidaknya sebuah bangsa. Dalam Islam salah satu ukuran ketinggian taraf berpikir itu ditentukan oleh kemampuan ijtihad. Karena kemampuan ijtihad ini adalah kemampuan untuk menyelesaikan persoalan. “Manusia saat berjalan dalam kehidupannya dia akan menemui persoaln-persoalan baru. Demikian juga suatu bangsa. Jika manusia atau bangsa ini tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang baru, maka lama-lama persoalan-persoalan itu kan menumpuk. Dan itulah yang membuat bangssa itu mundur,” jelasnya. “Nah, Khilafah itu runtuh salah satunya karena semakin berkurangnya ijtihad di tengah-tengah umat. Apalagi saat itu bahasa Arab sudah mulai dipisahkan dari Islam.”
Kedua, ada penyimpangan dalam penerapan hukum Islam. Hukum yang berlaku secara formal masih syariat Islam sampai tahun 1924, tetapi kemudian mulai banyak penyimpangan. Masuknya hukum-hukum dari Barat dan mulai ada hukum yang diadopsi, meskipun saat diadopsi itu dicari dalil-dalilnya. Demikian juga ada masa dimana khalifah yang berkuasa adalah khalifah yang represif.
Ketiga, munculnya para pengkhiaanat dari dalam tubuh umat. “Ini adalah rumus pasti, bahwa suatu bangsa runtuh, faktor yang paling berpengaruh itu, adalah pengkhianatan. Ini juga terjadi di masa kekhilafahan. Muncul para pegkhianat di akhir-akhir masa kekhilafahan, mereka mengusung ide-ide Barat seperti gerakan Turki Muda yang dipimpin oleh Kemal Attaturk. Pengkhianat itu mengabdi pada kepentingan negara kolonialis. Inilah yang mempercepat keruntuhan Khilafah,” papar beliau.
Adapun faktor eksternal, ini sangat jelas berasal dari negara-negara Barat. Inggris dan sekutunya tidak pernah mengijinkan Khilafah menjadi negara yang kuat. Perang salib itu adalah salah satu contoh upaya yang dilakukan untuk meruntuhkan Khilafah. Itu sudah terjadi selama bertahun-tahun. Mereka akhirnya mempelajari mengapa umat Islam tidak terkalahkan.
Mereka menemukan bahwa kaum muslimin masih memiliki pemikiran Islam. Bisa jadi suatu saat kaum muslim kalah, namun pemikiran itulah yang membuat mereka bangkit kembali. Maka akhirnya Barat mulai menfokuskan serangannya pada pemikiran Islam. Inilah yang kita kenal dengan ghawzul fikri (perang pemikiran). Dan serangan pemikiran yang paling menghancurkan adalah ide nasiolanlisme. Ketika ide itu masuk dalam pemikiran kaum muslimin, maka kaum muslim jadi terpecah belah menjadi banyak negara dan hilanglah persatuan itu.
Maka Islam dan Khilafah itu dua hal yang tak terpisahkan. Mengutip pernyataan Imam al Ghazali, beliau menyampaikan bahwa agama adalah asas dan sultan adalah penjaganya. Jika asasnya tidak Islam maka umat akan hancur, dan jika tidak ada penjaganya umat akan lenyap. Oleh karena itu jika ingin umat Islam kembali berjaya dengan gemilang, memperjuangkan Islam dan khilafah adalah perkara yang harus ada dalam tubuh umat ini. (Kamilia M)
0 Komentar