Baru-baru ini, ramai kritik dari masyarakat mengenai dikeluarkannya limbah batubara fly ash dan bottom ash (FABA) dari kategori bahan berbahaya dan beracun (B3). Kategori FABA baru ini tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) turunan UU Cipta Kerja. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penghapusan FABA dari jenis limbah B3 terlampir dalam lampiran XIV.
FABA ini merupakan limbah padat hasil pembakaran batu bara di PLTU, boiler, dan tungku industri untuk bahan baku konstruksi. Limbah ini berupa abu yang sebelumnya termasuk dalam limbah B3 dan berjumlah besar, karena PT PLN masih mengandalkan sebagian besar sumber energi dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan KESDM pada tahun 2018, proyeksi kebutuhan batubara hingga 2027 sebesar 162 juta ton. Prediksi potensi FABA yang dihasilkan sebesar 16,2 juta ton, dengan asumsi 10% dari pemakaian batubara.
Banyaknya limbah abu batubara yang dihasilkan tidak seiring dengan cara penanganannya. Sebagian besar masih terbatas melalui penimbunan lahan (landfill). Jika tidak dimanfaatkan dan tidak ditangani dengan baik, maka dapat berpotensi menimbulkan pencemaran. Pemerintah mendorong industri terkait untuk memanfaatkan limbah B3 yang dihasilkannya sebagai model Circular Economy (litbang.esdm.go.id).
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, keputusan dikeluarkannya FABA dari limbah B3 diambil setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pengujian terhadap FABA PLTU secara independen. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, FABA PLTU dinyatakan telah terbakar secara sempurna, sehingga kandungan karbon sangat rendah, dan tidak lagi berbahaya (Kompas.com, 15/3/2021).
Sejalan dengan Rida Mulyana, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan, sebuah limbah dapat dikategorikan B3 apabila mudah menyala, mudah meledak, reaktif, korosif, melebihi parameter Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP), 16 parameter konsentrasi logam berat, dan lethal dose-50. Sementara hasil uji laboratorium menunjukan FABA dari PLTU menghasilkan lethal dose-50 yang lebih rendah dari 5.000 miligram per kilogram pada hewan uji coba.
Ini artinya yang material FABA yang menjadi limbah non-B3 hanya dari proses pembakaran batubara di luar fasilitas stoker boiler dan /atau tungku industri, seperti antara lain PLTU yang menggunakan sistem pembakaran pulverized coal (PC) atau chain grate stoker. Sedangkan dari fasilitas stoker boiler dan/atau tungku industri, tetap kategori limbah B3 yaitu Fly Ash kode limbah B409 dan Bottom Ash kode limbah B410.
Meskipun demikian, Vivien menegaskan meskipun FABA dari kegiatan PLTU dikategorikan sebagai limbah non-B3, namun persyaratan pengelolaannya tetap harus memenuhi standard dan persyaratan teknis yang ditetapkan dan tercantum dalam persetujuan dokumen lingkungan, misalnya persyaratan teknis dan tatacara penimbunan FABA, persyaratan teknis dan standar pemanfaatan FABA, sehingga precautionary principle untuk perlindungan lingkungan tetap menjadi kewajiban penghasil atau pengelola limbah (jurnal.hukumonline.com, Jumat 12/3/2021).
Tentu saja keputusan pemerintah terkait hal ini menuai pro dan kontra dari masyarakat. Koordinator Eksekutif Desk Politik WALHI Nasional, Khalisah Khalid mengatakan, negara berniat melakukan kejahatan lingkungan lewat Peraturan Pemerintah (PP) tersebut.
“Kita tahu dampak yang akan dialami oleh masyarakat dan juga lingkungan itu sendiri, ekosistem. Bagaimana setiap saat, masyarakat harus menghirup udara yang kotor dari hasil PLTU. Bayangkan ketika menjadi akumulasi,” ujarnya dalam diskusi virtual melalui aplikasi zoom meeting pada Jumat (12/3). Khalisah melanjutkan, dengan adanya aturan ini, secara perlahan dan sistematis, negara telah melakukan tindakan pembunuhan berencana terhadap masyarakat. Lantaran, dampak terhadap kesehatan yang akan dialami masyarakat akibat FABA ini, akan semakin besar apabila dihapuskan dari daftar limbah B3 (Gatra.com, Jumat, 12/3/2021).
Lembaga swadaya masyarakat, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) juga turut menyoroti hal ini. Dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/3/2021) ICEL mencatat upaya untuk menyederhanakan ketentuan pengelolaan abu batubara tidak terjadi sekali ini. ICEL mengingatkan dengan dihapusnya FABA dari daftar limbah B3 bisa memicu resiko pencemaran. Abu batubara bisa dimanfaatkan tanpa diketahui potensi pencemarannya.
Selain resiko pencemaran, ancaman kesehatan bagi masyarakat setempat yang tinggal disekitar PLTU juga besar sekali. Hingga saat ini, studi membuktikan bahwa bahan beracun dan berbahaya yang ditemukan dalam abu batubara dapat merusak organ utama dalam tubuh manusia. Berdasarkan ancaman tersebut, ICEL mendorong pemerintah untuk mencabut pelonggaran aturan mengenai pengelolaan limbah batubara ini (news.detik, Jumat, 12/3/2021).
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah mengenai limbah FABA ini diharapkan bukanlah sekedar mengikuti kemauan dari para korporasi. Tetapi sudah mempertimbangkan dari berbagai sisi, termasuk dari segi lingkungan hidup. Keselamatan dan kesehatan rakyat harus menjadi poin utama dalam setiap mengambil keputusan.
Jangan sampai keputusan ini hanyalah bagian dari skenario Kebijakan Besar (Grand Policy) yang secara sistematis dirancang untuk memberikan keistimewaan bagi industri energi kotor batubara mulai dari hulu hingga ke hilir. Upaya masif oligarki batubara ini dimulai dari revisi UU Minerba, UU Omnibus Law Cipta Kerja, proyek hilirisasi batubara yang berusaha membajak RUU EBT, dan sekarang dengan menghapus limbah FABA dari jenis limbah B3. Kebijakan demi kebijakan ini hanya bertujuan agar industri kotor batubara dapat terus mengeruk keuntungan berganda.
Batubara dan sumber daya alam lainnya semestinya digunakan dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan umat manusia. Allah Swt menciptakan semua pastinya dengan bermacam-macam manfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Sumber daya ala mini merupakan modal yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup manusia. Sebagaimana dalam Firman Allah Swt dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 22:
الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ فِرَاشًا وَّالسَّمَاۤءَ بِنَاۤءً ۖوَّاَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَخْرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۚ فَلَا تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ اَنْدَادًا وَّاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui."
Dengan disediakannya sumber daya alam tersebut, tentu saja Allah Swt juga mempersiapkan manusia untuk bisa menjaga dan mengolahnya. Secara tersirat perintah ini Allah tuangkan di dalam surat Al-Baqarah ayat 30:
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
Dan, Allah pun tidak luput mengingatkan manusia agar memanfaatkan sumber daya tersebut dengan cara yang benar dan memperhatikan ketentuan-ketentuannya, juga menunjukan akibat yang akan timbul jika manusia tidak mengikuti perintah Allah Swt untuk tetap menjaga kelestarian alam dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada. “Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Wallahu a’lam bishshowab.
Oleh Anjar Rositawati
0 Komentar