Meneguhkan hati dalam perjuangan membela agama Allah bukanlah perkara gampang, diperlukan keteguhan hati yang kuat. Bisa kita pahami bahwa hidup di akhir zaman ini penuh dengan fitnah yang terus menebar di mana-mana. Saat sistem Islam belum tegak tentu menguatkan hati untuk terus konsisten dalam kebenaran menjadi kunci kekuatan.
Betapa berat langkah kaki saat menapaki jalan dakwah di zaman fitnah. Bukan karena bedanya zaman tetapi hantaman ujian yang luar biasa melanda. Rentang jauh kita dengan sistem Islam membuat sebagian para pembela Islam kafah yang mulai berguguran. Jika tidak ada tempaan kajian yang rutin maka akan mudah futur.
Risiko hidup di zaman fitnah apalagi di masa mulkan jabariyan yang kian galak terhadap aktivitis dakwah mengharuskan menyiapkan mental baja dan kokohnya akidah. Sindiran, bullyan, persekusi hingga kriminalisasi merupakan konsekuensi dakwah. Hal ini pula yang dulu pernah menimpa para sahabat Rasulullah saw, tetapi tak sedikit pun mereka keluar dari jamaah dakwah. Malah justru mereka rela menemui syuhada demi tegaknya Islam beserta ajarannya.
Konsisten dalam kebenaran itu buah hasil tempaan dan gemblengan akidah yang mudawamah. Kondisi fisik lemah, hidup dalam keterbatasan hingga ekonomi pas-pasan tidak akan menyurutkan bagi seorang pengemban dakwah luntur dari perjuangan.
Adalah Abu Dzar al-Ghifari yang harus jadi inspirasi bahkan motivasi bagi seluruh penyeru kebenaran dan pembela agama Allah. Sekalipun kondisi fisik lemah tapi tak menyurutkan langkah dakwahnya dalam membela agama yang hakiki yaitu Islam. Bahkan beliau rela tubuhnya habis disiksa oleh Kafir Quraisy serta petingginya hanya karena memproklamirkan keislamannya. Sungguh menemukan sosok-sosok di masa kini sulit. Banyak orang yang mudah tergiur kemilaunya dunia dan menggadaikan akidah serta kehormatan dirinya hanya demi dunia yang sesaat dan hina. Rela menghambat jabatan dan menjadi pejuang demokrasi yang jelas telah menghancurkan norma hingga akidah manusia menuju jalan kemaksiatan.
Diceritakan dalam hadis riwayat al-Bukhari-Muslim Ibnu Abbas ra, ia berkata ketika berita diutus Nabi telah sampai kepada Abu Dzar, maka ia pergi mencari Nabi saw dan masuk bersama Nabi. Kemudian ia mendengar dari perkataan Nabi saw dan masuk Islam di tempat itu. Kemudian Nabi saw berkata kepadanya:
"Wahai Abu Dzar, kembalilah kepada kaummu, kabarkanlah kepada mereka (tentangku) hingga datang perintah kepadamu.
Abu Dzar berkata, "Demi Allah yang menggenggam jiwaku!, aku akan meneriakkan syahadatain di tengah-tengah mereka." Maka keluarlah Abu Dzar hingga datang ke masjid dan berteriak dengan suaranya yang keras. "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah."
Kemudian orang-orang berdiri dan memukulinya hingga membuatnya tergeletak. Datanglah Abbas dan membalikkan tubuhnya. Ia berkata, "Celakalah kalian! Apakah kalian tidak mengetahui bahwa ia dari Bani Ghifar? Dan jalan perdagangan kalian menuju Syam (melewati Ghifar)?" Kemudian Abbas menyelamatkan mereka. Keesokan harinya Abu Dzar al-Ghifari mengulangi perbuatannya, hingga mereka memukuli dan menyerangnya lagi. Kemudian datang Abbas dan membalikkan wajahnya lalu menyelamatkannya.
Itulah sikap Abu Dzar al-Ghifari yang konsisten dalam kebenaran. Tiada lelah dan letih beliau memperjuangkan Islam. Gambaran indahnya surga dan manisnya iman di dada telah menghantarkan jiwa dan raganya menuju rida Allah. Tak ada kata menyerah apalagi mundur teratur dari jalan dakwah karena paham bahwa setiap perjuangan pasti diperlukan pengorbanan.
Dunia dipandang untuk tempat menanam kebaikan dan kelak di akhirat adalah tempat memanen hasil amalan salih selama hidup di dunia. []
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh Heni Ummu Faiz
0 Komentar