Ladies: Values, Crown and Story

International Women’s Day adalah hari peringatan hak kebebasan perempuan di seluruh dunia dan diperingati setiap 8 Maret dan telah berlangsung sejak 1914 M. Namun, pada 1908 terjadi kerusuhan besar, penindasan dan ketimpangan yang dialami perempuan sehingga memacu mereka lebih vokal dan aktif dalam mengampanyekan adanya perubahan. Belasan ribu perempuan pun turun aksi di New York, AS menuntut jam kerja yang lebih pendek, gaji yang lebih baik dan diberikan hak suara. 

Maka, munculnya IWD akibat ketidakpuasan kaum perempuan atas ketidakadilan hak dan kewajiban untuk memperoleh keuntungan materi. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar dalam sistem kapitalisme karena menjadikan materi sebagai landasan dalam segala aspek kehidupan. Pemenuhan materi yang tidak adil masih berlaku hingga saat ini, sehingga kampanye kesetaraan terus digaungkan bahkan oleh kaum Muslim yang hidup di tengah sistem kapitalisme saat ini. 

Bahkan masih terlihat dari bentuk kampanye pada tahun ini yaitu ‘choose to challenge’ atau memilih untuk menantang. Berdasarkan informasi dari laman komunitas International Women’s Day tema itu diambil sebagai bentuk kaum perempuan berani mengambil pilihan dan tantangan. Pesan dalam kampanye ini untuk melawan ketidaksetaraan, bias dan stereotip terhadap kaum perempuan, juga siap membantu terwujudnya dunia yang inklusif. 

Kampanye tersebut juga berdampak pada akademisi di Indonesia, di antaranya di Universitas Indonesia sangat vokal mengampanyekan RUU PKS sebagai salah satu produk kebebasan bagi perempuan. Hampir seluruh mahasiswa kampus mendukungnya, meski berpotensi pelegalan pergaulan bebas di negeri ini.

Kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus UI ibarat permukaan gunung es. kasus yang terungkap belum mewakili keseluruhan kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus UI. Tidak menutup kemungkinan kampus lain pun demikian. Pada 2020 lalu, sebelum berlakunya PJJ, ada seorang mahasiswi yang melaporkan pengalaman yang dialaminya ketika pulang dari kampus. Mahasiswi tersebut dilecehkan secara lisan dan juga disentuh dengan tidak pantas oleh para pelaku di lingkungan kampus. Pelaku berusaha untuk mengabari PLK (Pusat Layanan Kampus), namun masalah tersebut tidak langsung diselesaikan dan dianggap sebagai masalah yang tidak perlu diselesaikan. 

Hak keamanan dalam bekerja bagi perempuan juga semakin tidak terpenuhi. Begitu pula dengan ketimpangan gaji maupun kesejahteraan hidup. Padahal jumlah pekerja perempuan dari tahun ke tahun meningkat cukup tajam. Organisasi Buruh Internasional (ILO) mencatat, pertumbuhan jumlah pekerja perempuan meningkat setiap tahunnya. Pada 2015, 38 persen dari 120 juta pekerja di Indonesia adalah wanita.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kampanye yang diusung pada peringatan International Women’s Day merupakan produk dari gerakan feminis yang memperjuangkan kesetaraan sekaligus kebebasan bagi para perempuan di seluruh dunia. Gerakan feminis di Barat penyebab utamanya adalah pandangan meremehkan bahkan membenci perempuan (misogyny), bermacam-macam anggapan buruk (stereotype) yang dilekatkan kepadanya, serta aneka citra negatif yang terwujud dalam tata nilai masyarakat, kebudayaan, hukum dan politik. 

Tujuan feminisme ialah menyerukan pencapaian-pencapaian perempuan terutama dalam bidang sosial, politik, karier dan sejenisnya. Feminisme liberal menekankan pada pentingnya hak-hak liberal dasar atas kehidupan, kebebasan dan kepemilikan yang seharusnya meluas dalam tindakan yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Faktanya kondisi perempuan semakin hari semakin terpuruk. Bahkan kondisi perempuan saat ini yang diberdayakan/diperbudak oleh sistem kapitalis.

Kampanye oleh gerakan sosial feminis ini masih saja belum mewujudkan target besar mereka yaitu keadilan bagi perempuan versi mereka. Keadilan menurut feminis adalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Asas kebebasan pada paham feminisme inilah yang menjadi akar masalah kegagalan yang dihadapi oleh kaum feminis tersebut. 

Asas kebebasan ini yang menjadi landasan bagi kaum feminisme untuk menetapkan suatu kesalahan atau kebenaran. Semua pertimbangan berdasarkan “suka tidak suka” menurut mereka. Dan tidak jarang indikator benar salah tersebut tidak sesuai dengan fitrah manusia sehingga ide yang disarankan pun cenderung tidak logis. Kaum feminis menganggap perbedaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan sebagai ketidaksetaraan, padahal laki-laki dan perempuan diciptakan dengan potensi yang berbeda. Contoh sederhana ialah fitrah perempuan melahirkan, sedangkan laki-laki tidak bisa melahirkan, tentu hal ini tidak bisa disamaratakan apalagi ditukar.

Kebebasan yang diusung oleh pejuang feminis tersebut justru menimbulkan  permasalahan baru bagi para perempuan. Kesetaraan yang mereka tuntut cenderung menimbulkan ketidakstabilan dalam kehidupan. Contohnya tuntutan pengesahan RUU PKS yang sekilas melindungi para korban, namun definisi kekerasan seksual yang seakan-akan terjadi hanya ketika pelaku seksual tidak saling setuju cenderung menimbulkan permasalahan baru jika para pelaku saling setuju (consent) dan tidak dianggap sebagai kekerasan. Tindakan seksual yang dilakukan secara consent tanpa ada ikatan pernikahan akan menimbulkan permasalahan baru seperti aborsi, pembunuhan bayi, pembuangan bay dan lainnya. Dalam Islam jelas perbuatan tersebut termasuk perzinaan yang merupakan tindakan yang keji dan hina. (Q.S. Al-Isra’ ayat 32).

Permasalahan perempuan saat ini sebenarnya tidak terlepas dari sistem global yang berlaku saat ini yaitu sistem yang berbasis ideologi kapitalisme sekularisme. Ideologi kapitalisme-sekularisme menjadikan manfaat dan keuntungan dunia sebagai landasan serta meniadakan peran Sang Pencipta manusia dalam pertimbangan setiap keputusannya. Pertimbangan tersebut diambil berdasarkan akal pikiran manusia yang hakikatnya lemah, terbatas dan serba kurang. 

Islam memandang laki-laki dan perempuan pada dasarnya sama di hadapan Allah SWT yakni sebagai makhluk. Perempuan bukanlah subjek maupun pengeksploitasian. Sesuai dengan peneagasan Allah SWT pada dalil berikut, “Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari jenis yang sama dan dari padanya Allah telah menciptakan pasangan dan pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan wanita yang banyak.” (QS an-Nisa’ ayat 1). 

Yang membedakan di antara hamba Allah SWT hanyalah ketakwaannya. “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (an-Nahl: 97). 

Adapun bentuk ketakwaan antara laki-laki dan perempuan telah diatur dalam Islam sesuai fitrah yang telah diciptakan Allah SWT. Maka, kewajiban kita sebagai hamba-Nya mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya sebagai bentuk ketakwaan kita Kepada Allah SWT. Laki-laki dan perempuan kedudukan mereka sama-sama sebagai hamba Allah dan ketetapan hukum syara yang diberikan pun sama seperti wajib, sunah dan lainnya. Adakalanya Allah memberikan aturan yang berbeda, karena dari sisi tabiat keduanya berbeda, baik berkaitan dengan fungsi dan kedudukan masing-masing dalam masyarakat.

Kegemilangan peradaban Islam juga tak terlepas dari sepak terjang kaum perempuan, meski tak banyak diulas sejarah. Mengutip Muhammad Kamil Hasan al-Mahami dalam bukunya Ensiklopedi Tematis Al-Quran, era kekhilafahan Abbasiyah, muncul sejumlah wanita yang berperan aktif dalam kegiatan intelektual dan kesenian, pengatahuan agama, sastra serta kesenian. Selain itu, dalam bidang ilmu agama, banyak bermunculan ahli hadits wanita. 

Ibnu Abi Ushaibi’ah dalam bukunya Thabaqatul Athibba’ menuliskan, ada dua wanita yang bekerja sebagai dokter. Keduanya mengobati wanita-wanita di istana Khalifah al-Mansur. Di antara keduanya, ada sosok Zainab, seorang dokter mata yang terkenal dari Bani Uwad. Solusi dalam Islam tentu sesuai dengan fitrah seorang perempuan karena bersumber dari Allah SWT yang menciptakan para perempuan dengan sangat adil. Permasalahan yang dihadapi tidak hanya diselesaikan berdasarkan logika semata.

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, sudah jelas feminisme berlandaskan ide-ide yang tidak sesuai dengan fitrah dan tujuan hidup manusia di dunia ini, karena feminisme tidak berasaskan Islam. Padahal Islam adalah tuntunan hidup yang sesuai dengan tujuan penciptaan manusia oleh Allah SWT. Setiap pilihan dalam hidup ini dipengaruhi oleh pemahaman yang dimiliki oleh seseorang. Maka, kita harus memilih pemahaman yang sesuai dengan tujuan hidup kita di dunia ini yaitu beribadah Kepada Allah SWT. Untuk mewujudkan pemahaman demikian diperlukan proses yang panjang, bahkan proses seumur hidup karena proses tersebut ialah proses belajar dan mengkaji. Maka, ikutlah mengkaji Islam yang kaffah dan turut berjuang mendakwahkannya agar masyarakat pun terpahamkan dengan Islam yang kaffah tersebut. 

Sebagai Muslimah, kita harus paham mengenai value, crown dan story sebagai perempuan. Value yang harus digunakan ialah syariat Islam yang berlandaskan akidah Islam. Adapun crown kita sebagai wanita adalah kemuliaan kita dalam penjagaan Islam (Ketakwaan: keterikatan dengan hukum syara’, pakaian, pergaulan, pemikiran.). Adapun mahkota kewajiban adalah dakwah. Maka, Muslimah harus dakwah untuk mewujudkan crown tersebut. Story yang harus kita pahami bersama adalah Muslimah tidak mengenal kisah diskriminasi dan kesetaraan ala feminis yang menganggap ketidaksetaraan sebagai ketidakadilan. 

Padahal jelas dalam Islam keadilan adalah menempatkan segala sesuatu sesuai tempatnya. Hal ini terbukti dari sejarah Muslimah dalam kehidupan Islam. Sejarah Muslimah menggambarkan ketaatan dan ketundukan kepada Allah dan dalam hidupnya adalah untuk beribadah dan meraih ridha Allah menuju kebahagiaan akhirat, sehingga Muslimah tidak perlu pengakuan dan kesetaraan dari manusia. 

Ketika akar dari feminisme adalah ide Barat berupa ideologi kapitalisme-sekularisme yang diemban oleh negara adidaya saat ini. Maka, kita perlu negara adidaya pula untuk melawan ide besar yang menaungi perjuangan kaum feminis itu tadi. Penerapan Islam dalam naungan negara menjadi salah satu hal yang harus diperjuangkan untuk mengatasi permasalahan perempuan saat ini. Maka, mari berjuang bersama untuk mendakwahkan penerapan syariat Islam secara menyeluruh. Wallahu a’lam. []


Oleh Isra Novita, Mahasiswa Universitas Indonesia

Posting Komentar

0 Komentar