Laga Dua Ideologi Dunia (Kapitalisme vs Islam) di Balik Kriminalisasi Ulama

Selama ideologi kapitalisme-sekularisme masih menancap kokoh di bumi sebagai ideologi yang secara aktual tengah memimpin peradaban, maka selamanya pula kriminalisasi terhadap ideologi Islam dan pengembannya akan terus terjadi.

Pengamat politik Rocky Gerung memberikan pandangan khusus terkait apa sebenarnya yang ada di balik kriminalisasi ini. Yaitu mengenai politik Islam yang sedang bertarung melawan politik kapitalisme. Menurutnya, saat ini politik Islam sedang disingkirkan oleh pemerintah demi mengamankan politik kapitalisme yang diemban oleh para oligarki.

Penyingkiran politik Islam tersebut dapat dilihat dari sekian banyak upaya lainnya seperti kriminalisasi terhadap ulama-ulama oposisi yang berseberangan dengan rezim, ulama-ulama yang mengkritisi rezim, hingga pembubaran ormas HTI sebelumnya. Dan salah satunya lagi bisa berkaca pada kondisi saat ini melalui tindakan pemerintah yang seolah melaksanakan rekayasa terhadap IBH*RS.

Kita ketahui bahwa IBH*RS menjadi penggerak aksi-aksi massa monumental sebagaimana Aksi Bela Islam. Serta turut membangun arus opini dalam mengkritik kepemimpinan rezim petahana di tahun politik 2019. Sehingga ia menjadi simbol perlawanan atas ketidakadilan dan ketidakberpihakan rezim terhadap rakyat. Inilah yang diduga kuat melatari berbagai kasus hukum dan kriminalisasi yang dialaminya. 

Dalam bahasa Inggris, 'criminalization' berarti he action of turning an activity into a criminal offense by making it illegal (Kamus Oxford). Dalam arti bebas, hal itu dimaksudkan sebagai proses atau tujuan yang sedang diupayakan untuk membuat/menjadi ilegal atau melanggar hukum. 

Dalam bahasa Indonesia, arti kriminal yang paling dekat adalah jahat. Jika dipakai sasi, maka disebut jahatisasi sehingga menjadi jahatisasi ulama. Ini dapat diartikan sebagai penjahatan terhadap ulama. Ada pihak tertentu yang melakukan penjahatan terhadap ulama. Bukan ulama yang berbuat jahat, tetapi ulamalah yang telah dijahati dan didudukkan sebagai ilegal.

Kriminalisasi terhadap ulama dan dakwah Islam sebagai ideologi serta ulama yang vokal mengkritisi rezim ini menjadi propaganda untuk memprovokasi bahwa ulama dengan dakwahnya tersebut berbahaya bahkan mengancam sebuah negara. Padahal rezim tengah melakukan blame of victim. Mendudukkan ulama ini sebagai musuh untuk menutupi common enemy yang mengancam keberlangsungan hidup rakyat dan kedaulatan negara, yakni para oligarki kapitalis penjajah.

Di sisi lain, realita yang tengah dihadapi bahwa saat ini umat Islam berkembang pesat dari sisi kuantitas maupun ghirah/semangat dalam memperjuangkan ajarannya. Serta aktif menyuarakan kritik serta keadilan. Tak luput pula gencarnya dakwah atas Islam kafah yang memiliki formalisasi aturan bernegara. Dengan konsepnya yang senantiasa ditawari menjadi solusi bagi problematika kehidupan. Melumpuhkan dilematis dan destruktifnya produk-produk hukum demokrasi belakangan ini.

Politik Islam kian bangkit di tengah umat, menjadi tantangan serta ancaman bagi oligarki politik kapitalisme-sekularisme. Mereka sangat memahami bahwa fisik Islam sudah lengkap menjadi kekuatan visioner dalam segala aspek kehidupan, ready made ideology (ideologi siap pakai).

Tak hanya itu, opini persatuan umat Islam juga terus bergulir bak bola salju yang kian membesar. Melawan upaya para pengemban ideologi kapitalisme-sekularisme yang telah melakukan politik pecah belah di tubuh umat Islam. Mengkotak-kotakkan Islam dan membuat framing atas pluralitas serta heterogenitas sebagai kemustahilan untuk persatuan Islam secara universal. Serta memaknai persatuan dengan ide pluralisme yang justru menjadi alat kriminalisasi bagi Islam.

Kita saksikan pada Aksi Bela Islam yang bersejarah, dapat mempersatukan umat Islam yang berbeda-beda mazhab dan golongan. Apabila tercipta persatuan umat muslim di suatu wilayah, maka ini akan menjadi stapping stone dan menginspirasi bagi umat muslim di wilayah/belahan dunia lainnya. Oleh karenanya resonansi persatuan itu tentu harus dikebiri oleh pihak-pihak yang ingin menjaga eksistensi ideologi kapitalisme-sekularisme ini, tak lepas disponsori langsung oleh negara adikuasa pengusung ideologi tersebut.

Tidak sportifnya kubu kapitalisme dalam pertarungannya melawan Islam tersebut menampakkan tabiat kapitalisme yang serakah. Pertarungan yang terjadi akibat arogansi untuk menjadi penguasa dunia. Dan fakta di balik kedigdayaan negara pengusung ideologi ini menyimpan penderitaan bagi rakyat jajahannya, termasuk Indonesia.

Mereka tak segan melakukan intervensi, dikte politik dan ekonomi bahkan perampokan kekayaan alam di negeri-negeri yang melimpah ruah SDAnya. Berbagai upaya akan terus dilakukan demi mengukuhkan eksistensi dan melindungi kepentingannya. Perang makar, konspirasi, skenario politik, memanfaatkan isu dan sebagainya menjadi hal yang lumrah. Seperti pada upayanya untuk melakukan kriminalisasi terhadap ulama dan dakwah Islam yang mengancam eksistensinya ini. []

Wallahu a'lam biashawab.


Oleh Novita Sari Gunawan

Posting Komentar

0 Komentar