Marak Tawuran Remaja, Bukti Gagalnya Sistem Pendidikan Ala Kapitalis

 



Tawuran remaja di Kota Hujan marak kembali terjadi, dilansir dari Radar Bogor  8 Maret 2021, memberitakan bahwa Polresta Bogor Kota mengamankan sejumlah remaja yang terlibat dalam aksi tawuran di depan gerbang Perumahan Bukit Kencana Permai, Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor pada akhir Februari 2021.  Dalam peristiwa tersebut satu remaja meninggal dunia karena terkena senjata tajam yang mengenai sejumlah bagian tubuhnya.

Tawuran remaja memang sudah tradisi yang bersifat turun-temurun dan telah menjadi fenomena yang sangat meresahkan masyarakat, khususnya para orang tua. Pasalnya tawuran merupakan kasus yang terus berulang dan terus menelan korban jiwa. Penyebabnya pun selalu sama, hanya ingin menunjukkan kelompok yang paling hebat dan berani. Bahkan para remaja tak segan-segan untuk mengonsumsi minuman keras sebelum melakukan aksi tawuran tersebut dan mereka pun telah menyiapkan senjata tajam untuk mengalahkan lawan mereka. 

Tawuran remaja ini harus disikapi dengan cara pandang yang benar, karena masa remaja adalah masa dimana naluri mempertahankan diri dimanifestasikan dalam berbagai amal perbuatan. Tawuran adalah salah satu bentuk manifestasi dari naluri ini. Perwujudan naluri ini dengan mereka bergabung dalam kelompok-kelompok atau geng remaja yang eksistensi diri mereka merasa diakui. Namun perwujudan naluri ini jelaslah salah kaprah, hal ini wajar terjadi karena remaja saat ini hidup dalam kungkungan sistem yang membebaskan remaja untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan. 

Sistem sekuler yang diterapkan di negeri ini telah memberi warna tersendiri pada kepribadian remaja. Sehingga terbentuklah generasi yang suka pada  kekerasan, kecanduan konten pornografi dan pornoaksi. Alhasil lahirlah generasi tanpa akhlak, tanpa adab dan serba bebas. Maka wajarlah jika banyak sekali kasus-kasus penyimpangan yang dilakukan oleh remaja karena sistem ini memfasilitasi remaja untuk melakukan perilaku yang buruk.  

Fakta di atas menunjukkan bahwa remaja telah mengalami krisis identitas diri karena  remaja tidak mendapatkan figur ideal yang dapat mewarnai kepribadian mereka. Remaja cenderung mencari identitas yang sedang tren di lingkungan sekitarnya. Apabila ia berada dalam lingkungan yang buruk atau bergaul dengan remaja yang suka dengan kekerasan, maka kemungkinan besar para remaja ini pun akan melakukan hal yang sama.

Hal ini juga menjadi bukti bahwa sistem pendidikan dalam naungan sistem kapitalis sekuler telah gagal dalam mencetak generasi yang beriman dan bertakwa, sebagaimana tujuan pendidikan yang termaktub dalam undang-undang. Ketidaksinkronan antara tujuan pendidikan dengan sistem yang diterapkan di negeri ini, telah memandang pendidikan hanya diukur dari hasil akademik yang tertera di atas kertas dan tidak memiliki korelasi  positif terhadap tingkah laku generasi. Sehingga kita banyak mendengar remaja yang pintar secara akademik, namun mengalami krisis perilaku dan moral. 

Seharusnya pendidikan diorientasikan pada dua hal, yaitu pertama pembentukan kepribadian yang terdiri atas pembentukan pola fikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah). Kedua, memiliki kemampuan dalam memenuhi potensi hidup berupa naluri dan kebutuhan jasmani sesuai dengan cara pemenuhan yang telah diberikan oleh sang pencipta manusia (Allah Swt.). Adapun output pendidikan yang hendak diwujudkan adalah melahirkan generasi yang  mampu menyelesaikan masalah kehidupan dengan cara yang benar, sesuai dengan tujuan Allah Swt. menciptakan manusia dimuka bumi ini.

Islam dalam rentang sejarah yang sangat panjang telah membuktikan keberhasilannya dalam melahirkan generasi hebat dan mumpuni dibidangnya. Generasi muslim saat itu bukan hanya menguasai ilmu agama tetapi juga terdepan dalam sains dan teknologi. Bahkan keberhasilan sistem pendidikan di masa kejayaan Islam telah banyak melahirkan para ilmuwan dan penakluk yang memberikan sumbangsih bagi peradaban dunia. Bahkan dunia barat pun banyak berhutang dan mengambil ilmu dan karya dari para ilmuwan muslim. 

Sebut saja Ibnu Sina yang dikenal di dunia barat sebagai Avicenna adalah seorang filsuf, ilmuwan dan dokter kelahiran Persia. Ia juga seorang penulis yang produktif yang sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan kedokteran. Dia disebut pula sebagai “Bapak Kedokteran Modern”. Karyanya yang sangat terkenal adalah al-Qanun fi at-Tibb yang merupakan rujukan dibidang kedokteran selama berabad-abad.

Contoh lainnya adalah Muhammad Al Fatih yang merupakan salah satu generasi muslim yang mampu menaklukkan Konstantinopel di Romawi Timur saat usianya yang masih belia. Bersama 80.000 pasukannya berhasil menyeberangkan 70 kapal laut melewati bukit hanya dalam waktu satu malam. Sejak kecil ia memiliki keunggulan dalan menyerap dan menangkap ilmu pengetahuan. Ia pun memiliki pengetahuan yang luas, khususnya dalam bidang bahasa serta memliki kecenderungan besar terhadap buku-buku sejarah. Inilah yang membuatnya menjadi sosok seorang pemimpin pasukan muslim yang memiliki keahlian urusan manajemen, administrasi negara, penguasaan medan, dan ahli strategi perang. Keunggulan akhlaknya terhadap syariat Islam membuatnya memiliki sikap bijaksana, pemberani dan rela berkorban demi membela akidah dan syariat. Semua itu dilakukan hanya untuk mengharap pahala dari Allah Swt.

Terwujudnya generasi tidak bisa dilepaskan dari aturan dan sistem yang diterapkan oleh sebuah negara. Jika sistem yang diterapkan oleh negara adalah sistem yang rusak dan batil, maka rusak pula generasinya. Sedangkan jika negara menerapkan sistem yang baik, yang berasal dari zat yang Maha Baik dan Maha Sempurna, maka yang akan terlahir adalah generasi terbaik (generasi khoiru ummah). Hal ini hanya dapat terwujud dalam sistem pendidikan Islam yang bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam yang khas, dengan pondasi akidah Islam yang kuat, dan menjadikan standar hidup selalu terikat pada seluruh hukum-hukum Allah Swt serta dihiasi dengan akhlak yang mulia.

Pembentukan kepribadian Islam yang menjadi output pendidikan bersinergi dalam tatanan keluarga, sekolah, masyarakat dan negara, sehingga tujuan pendidikan akan mudah diraih karena empat komponen di atas berjalan dengan pemahaman yang sama. Negara memiliki peran utama sebagai institusi yang berwenang menjalankan fungsinya dan menfasilitasi hal-hal apa saja untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut. Dengan seperangkat aturan yang komprehensif negara menjaga dan memfasilitasi agar tujuan tersebut dapat terwujud.

Demikianlah gambaran sistem pendidikan Islam dalam mencetak generasi terbaik dan berkualitas sepanjang masa. Dan hal ini hanya akan terwujud jika Islam diterapkan dalam naungan khilafah islamiyah bukan dengan sistem yang lainnya. []

  Penulis : Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)


Posting Komentar

0 Komentar