Menempa Diri Menjalani Jalan Kebenaran



Jangan pernah mengira bahwa menuju jalan ketaatan semudah yang dibayangkan. Banyak halangan, hambatan hingga intimidasi akan terus menghadang. Bagi seorang pengemban dakwah dan siapapun yang berpegang teguh pada kebenaran harus siap dengan risiko ini. Namun harus dicamkan pula bahwa kebenaran sekalipun ditenggelamkan tidak akan pudar. Laksana mutiara di dasar lautan dia akan tetap berharga dan bersinar memancarkan cahayanya. 

Kesederhanaan hidup, pahitnya menyampaikan kebenaran di tengah penguasa akan dilakukan oleh orang yang menikmati jalan kebenaran. Mungkin sebagian orang memandang hal tersebut seolah mencari masalah kehidupan. Namun justru di sinilah bukti kuat atau tidaknya seorang pengemban dakwah dalam menghadapi ujian kesabaran dalam menyampaikan kebenaran. Rasa nikmat dalam meniti jalan kebenaran ini hanya akan dinikmati oleh mereka yang senantiasa dalam ketaatan kepada Allah Swt. 

Bagi siapa pun yang menjalani jalan kebenaran, Allah akan meringankannya dari setiap beban berat kehidupan. Memudahkan dari setiap kesulitan yang terus mendera, membuat segala hal rintangan terasa ringan dan lapang. Fokus dalam pikirannya ialah bagaimana agar Allah rida terhadap segala amal dan aktivitasnya. Dunia baginya hanyalah penjara. Maka dari itu ia sadar untuk tidak terlena dalam tujuan kehidupan sebenarnya yakni akhirat yang abadi. Jiwa dan raganya disiapkan demi menggapai keindahan surga yang dijanjikan. Berbagai kenikmatan dunia hanya dinikmati sekadarnya dengan tujuan ibadah semata.   

Maka patutlah bagi kita para penyeru kebenaran dan yang terus meniti jalan dakwah untuk berkaca pada sahabat, shahabiyah di masa Rasulullah saw yang rela mengorbankan segala yang dia punya demi kejayaan Islam. Salah satu contoh yaitu sahabat yang mulia, Haram bin Milhan ra, saat ditusuk dengan tombak, lalu tombak itu dicabut dari tubuhnya, dan ia melihat darah mencucur dari tubuhnya, ia malah betkata.” Demi Allah, aku beruntung.” (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Bahkan sahabat yang mulia Utsman bin Madz’un, yang rela matanya dicukil di jalan Allah Swt setelah ia menolak berada dalam perlindungan orang musyrik dan lebih senang berada dalam lindungan-Nya. Wahid bin Mughirah berkata kepada Utsman bin Madz’un, “Demi Allah, wahai keponakanku, dulu matamu sehat dan tidak seperti ini, sebab engkau dalam perlindungan yang kuat.”Utsman bin Madz’un menjawab, “Demi Allah, mataku yang sehat perlu merasakan apa yang dirasakan mata-mata yang lain dijalan Allah, sesungguhnya aku berada dalam perlindungan pihak yang lebih kuat daripada  dirimu” (HR Abu Nu’aim).

Inilah gambaran bagi mereka yang meniti jalan kebenaran yang tiada lelah dan letih mengorbankan seluruh jiwa dan raganya. Mereka melakukan hal tersebut adalah buah dari akidah yang kokoh dan ajeg tanpa ragu sedikit pun. Kepribadian nya senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia semata mengharapkan rida Allah bukan pencitraan apalagi rida manusia. 

Sekalipun di zaman fitnah saat ini terasa berat, tapi kita tetap bisa mempraktikkannya. Tentu dengan jiwa yang ditanami oleh benih-benih takwa dan rasa cinta kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Bukan jiwa-jiwa yang kosong dan hampa tanpa tempaan tsaqafah dan ilmu yang lurus. Bukan pula lahir dari jiwa-jiwa kering kerontang yang menyisakan ide-ide khurafat demokrasi dan filsafat Barat. 

Semoga kita termasuk orang-orang yang istikamah meniti jalan kebenaran dalam perjuangan penegakkan syariah dan khilafah. Hingga kita bisa berseri saat Allah memberi kesempatan khilafah tegak yang dijanjikan oleh Allah Swt yang sebentar lagi. []

Wallahu 'alam bishshawab.


Oleh Heni Ummu Faiz

Ibu Pemerhati Umat

Posting Komentar

0 Komentar