Menggantung Cinta Produk Lokal atau Impor Beras Kian Nakal?

 


"Cintailah Produk-produk Indonesia"

Mungkin sebagian kita masih ingat dengan salah satu iklan perusahaan elektronik yang ada di kota Bekasi. Iklan tersebut mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mencintai produk lokal. Sebenarnya bukan hanya barang-barang elektronik tetapi seluruh produk negeri tercinta ini tak terkecuali beras dan bahan pangan lainnya. 

Namun ironisnya justru di tengah masa musim panen padi pemerintah justru merencanakan impor beras 1,5 juta ton. Hal ini dilakukan di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. 

Selain itu, pemerintah juga akan menjaga ketersediaan daging dan gula baik untuk konsumsi maupun untuk industri. Menteri Koordinator Bidang perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan itu dilakukan demi menjaga ketersediaannya di dalam negeri supaya harganya tetap terkendali. Selain itu, Airlangga menyebutkan bahwa impor beras ini terbagi menjadi 500.000 ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500.000 ton sesuai kebutuhan Bulog.

(CNN Indonesia, 04/03/2021).

Menurut Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa mengatakan, jika ingin mengimpor sebaiknya tunggu Juli atau Agustus ketika sudah ada kepastian berapa potensi produksi 2021. Dikatakan bahwa jika kekurangan silakan impor namun jika tidak kurang tidak perlu impor sebab diperkirakan tahun ini bagus. 

(Bisnis.com, 07/03/2021)

Menurut hasil proyeksi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi padi nasional untuk periode Januari- April 2021 akan lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya akibat naiknya potensi luas panen. Dengan potensi luas panen yang besar, produksi gabah kering giling (GKG) pada Januari-April 2021 mencapai 25,37 juta ton atau naik 26,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Melihat fakta di atas bahwa pemerintah telah menghilangkan rasa percaya diri para petani. Produksi beras yang diperkirakan akan melimpah masa panen kali ini telah menghilangkan sejuta harapan mayoritas petani di Indonesia. Beratnya persaingan antara perdagangan beras lokal dan impor di pasaran menambah derita rakyat. 

Seolah pemerintah enggan mendengar jeritan hati para petani jika kebijakan impor ini terus dilakukan. Negara seperti tak memberi dukungan penuh bagi produksi beras nasional.

Indonesia sebagai negara agraris seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangan sendiri tanpa perlu impor dari negara lain. Namun semua ini terjadi, akibat lemahnya sikap penguasa terhadap tekanan asing yang terus bermain dalam mengendalikan komoditas pangan dengan dasar mekanisme pasar yang masuk pasar domestik. Memang, saat ini Indonesia telah masuk dalam jebakan "food trap" oleh negara-negara maju sehingga semakin  membanjirnya komoditas pangan asing yang terus melanda negeri tercinta ini.

Kita bisa melihat bagaimana  longgarnya pemerintah dalam menghapus bea masuk impor kedelai dan gandum. Akibatnya lonjakan komoditi pangan yang terjadi sulit dikendalikan. Terlebih Indonesia saat ini senantiasa didorong untuk makan makanan yang berbau Barat seperti roti serta mie yang bahan bakunya  harus impor. Akibatnya ketika harga pangan dunia naik Indonesia bukan hanya mengalami ancaman krisis pangan tetapi daya beli masyarakat pun mengalami krisis. 

Dari sini seruan benci produk asing yang selama ini digemborkan pemerintah sangat bertolak belakang dengan kebijakan yang dikeluarkan. Berbagai kebijakan terkait pangan justru lebih menguntungkan para kapitalis yang bermain dalam pasar domestik kita. Terlebih Indonesia tunduk terhadap perjanjian perdagangan bebas (WTO). Negara pun dikooptasi menjadi antek perdagangan bebas dan liberalisasi terhadap sektor vital strategis. Beberapa kebijakan mempermudah perusahaan besar yang mengalahkan pertanian rakyat. Seperti UU No.25/2007 tentang  Penanaman modal dan masih banyak UU yang sangat merugikan rakyat. 

Inilah buah sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri mayoritas penduduk bergantung dari hasil pertanian. Pada akhirnya dengan menggantungkan segala kebutuhan pangan pada asing akan mengakibatkan kesengsaraan kepada rakyat. Posisi pemerintah hanya sebagai regulalator bagi para korporasi. Dimulai dari produksi,distribusi hingga konsumsi. Bahkan Indonesia bukan hanya mengalami krisis pangan tetapi krisis kepercayaan dari rakyat terhadap penguasa kian menganga. Parahnya lagi Indonesia akan semakin tertinggal dari negara-negara lain. 

Bagaimana Pandangan  Islam Mengatasi Krisis Pangan

Sistem ekonomi Islam dalam politik pertanian nya mampu mengatasi krisis pangan dari sejak awal mampu mencegah kerusakan distribusi di sektor produksi pertanian.

Politik pertanian yang dijalankan mampu mewujudkan kesejahteraan di bidang pertanian. Dalam sistem Islam melakukan program intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi yaitu dengan menggunakan sarana produksi pertanian dengan mengadakan bibit unggul, pupuk dan obat-obatan berkualitas serta menyebarluaskan teknik pertanian dengan teknologi yang modern. Sementara peran negara memberikan modal gratis agar dapat mengolah lahan pertanian nya. Sementara ekstensifikasi dilakukan untuk mendukung perluasan lahan pertanian. Negara mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah mati. 

Rasulullah saw.bersabda:

Siapa saja yang telah menghidupkan sebisang tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya. (HR.Bukhari) 

Kedua, negara melakukan mekanisme pasar yang transparan dan sehat tanpa ada manipulasi. Negara melarang penimbunan barang, praktik ribawi,dan monopoli. Negara harus membuat kebijakan yang dapat menjamin terciptanya harga yang wajar berdasarkan mekanisme pasar yang berlaku. 

Ketiga, manajemen logistik. Negara akan memasok cadangan lebih saat panen raya. Semua ini dilakukan agar tidak terjadi kekurangan stok pangan selain itu pula negara selektif saat pendistribusian pangan. 

Keempat, negara akan mengatur kebijakan ekspor dan impor antar negara. Ekspor impor merupakan bentuk perdagangan luar negri yang semuanya akan diatur sedemikian rupa agar terlaksana dengan  rapi. Pemberlakuan ekspor boleh dilakukan apabila seluruh rakyat terpenuhi kebutuhan pokoknya. Namun ketika tidak terpenuhi boleh impor itupun dengan memenuhi ketentuan tertentu karena merupakan  kegiatan perdagangan luar negeri. 

Kelima, prediksi tentang cuaca. Yaitu kajian mendalam tentang terjadinya perubahan cuaca. Hal ini akan dilakukan dengan didukung  fasilitas teknologi yang canggih sebagai bentuk antisipasi perubahan cuaca ekstrim dalam mempengaruhi produksi pangan.

Keenam, mitigasi kerawanan pangan. Negara akan berupaya menetapkan kebijakan antisipasi jika terjadi bencana kekeringan atau bencana alam lainnya.

Itulah langkah-langkah yang dilakukan oleh negara Islam dalam mengatasi krisis pangan. Dengan kebijakan yang sistematis mampu mewujudkan kemandirian pangan tanpa kendali dari negara kafir penjajah seperti saat ini. Hal ini bisa diwujudkan dengan menerapkan sistem Islam kafah. Pertanyaannya mau atau tidak negeri ini untuk kembali kepada sistem Islam yang telah terbukti selama 13 abadi yang lalu. []

Wallahu ’alam bishshawab.


Oleh Heni Andriani

Ibu Pemerhati Umat

Posting Komentar

0 Komentar