Islam hadir dan tegak bersama orang-orang yang bermental baja. Islam tidak hadir dengan orang-orang yang bermental pecundang baik laki-laki maupun perempuan. Islam tegak bersama orang-orang yang siap menghalau berbagai rintangan, cemoohan hingga hilangnya nyawa dalam genggaman.
Orang-orang yang bermental baja seperti ini banyak dikisahkan dalam sirah maupun tarikh. Nama-nama mereka terukir di tinta emas peradaban Islam. Sedikitpun di hati mereka tak ada keraguan terhadap kebenaran Islam. Hingar-bingar dunia bagi mereka hina semata. Keindahan surga senantiasa menari-nari di pelupuk mata.
Hari-harinya senantiasa diisi dengan dakwah Islam. Membina keluarga, masyarakat tanpa lelah karena lillah. Ghirah Islam senantiasa membara dalam dirinya. Penderitaan yang dialami tak membuat mundur dari medan dakwah.
Bermental baja lahir dari jiwa-jiwa yang senantiasa diliputi keimanan yang kokoh kepada Allah. Tak mudah menyerah sekalipun godaan dunia menghadang dirinya. Inilah gambaran para sahabat dan shabiyah Rasulullah saw. yang sudah digembleng dan digodok di madrasah-madrasah Rasulullah.
Adalah Ummu Syuraik seorang wanita yang memiliki mental baja dalam mendakwahkan Islam. Memiliki nama asli Ghaziyah bintu Jabir bin Hakim ad-Dausiyyah
seorang wanita Quraisy yang berasal dari kabilah Ghathafan yang sangat disegani oleh bangsa Arab kala itu. Ia adalah istri Abul Akr ad-Dausi.
Sebuah contoh tauladan manakala cahaya Islam hadir menerangi Makkah dengan serta-merta ia menyambutnya dengan penuh kegembiraan. Kenabian Rasulullah membuat hatinya makin terpaut karena hatinya diliputi keimanan. Ia pun langsung bergabung dengan para sahabat yang terlebih dahulu masuk Islam.
Ummu Syuraik seorang perempuan yang siap dengan risiko apapun. Tatkala dakwah memanggil ia dengan sigap menyambutnya. Ia sampaikan Islam kepada para wanita quraisy yang ia temui dengan dakwah penuh cinta. Rasa kecintaan dan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya telah mengubah sikapnya bermental baja.
Hal ini ia buktikan dengan mengabdikan dirinya untuk mengibarkan panji-panji Islam. Sosok perempuan yang kadang kurang diperhitungkan ternyata justru hal ini ia buktikan tanpa ada rasa keraguan dengan apa yang ia dakwahkan. Perjuangan Islam telah mengubah menjadi sosok perempuan yang bukan hanya sebagai ibu, istri tetapi juga pejuang dan pembela Islam.
Berbagai ancaman, cemoohan hingga intimidasi dari pemuka Quraisy tak sedikitpun mengurungkan niatnya untuk terus berdakwah. Ungkapan iman bukanlah sekadar di dalam lisan semata tetapi justru memiliki konsekuensi tinggi yang harus ia tanggung. Manisnya iman yang sudah mentajasad dalam dirinya hasil bimbingan dari ilmu-ilmu yang disampaikan Rasulullah membuat ia laksana pedang yang tajam siap melibas siapapun yang menghalangi jalan dakwah Islam.
Berkat kegigihan Ummu Syuraik banyak wanita Quraisy yang masuk Islam. Hingga akhirnya apa yang dilakukan oleh Ummu Syuraik terendus oleh kafir Quraisy. Akibatnya Ummu Syuraik pun ditangkap .Saat ditangkap Ia suaminya sedang tidak bersamanya karena ikut hijrah bersama Abu Hurairah dan beberapa orang dari suku Daus. Mungkin bagi sebagian kaum perempuan di masa kini kondisi seperti akan membuat stres dan depresi. Tentu bagi Ummu Syuraik hal ini tidak ada dalam kamusnya.
Sikap mental baja telah mengalir dalam dirinya, hingga risiko itupun sudah ia siapkan saat dakwah memanggilnya. Ia mengisahkan penangkapan yang dilakukan penduduk Makkah atas dirinya, “Maka datanglah keluarga Abu al-Akr, yakni keluarga suamiku, kepadaku. Kemudinn berkata, ‘Jangan-jangan engkau telah masuk ke dalam agama (Muhammad)?’ Aku menjawab, ‘Demi Allah, aku telah masuk agama Muhammad.’ Mereka berkata, ‘Demi Allah, kami akan menyiksamu dengan siksaan yang berat!’ Mereka pun membawaku pergi dari tempat tinggalku. Waktu itu kami berada di Dzil Khalashah -suatu tempat di Shan’a (ibukota Yaman). Mera membawaku menuju suatu tempat.”
Bantuan Allah pun Datang
Ummu Syuraik melanjutkan, “Mereka menaikkanku ke atas unta yang kasar tanpa pelana, kemudian mereka meninggalkanku tiga hari tiga malam tanpa makan dan minum, dan ketika berhenti mereka menurunkanku dan meletakkanku di bawah terik matahari, sedang mereka pergi berteduh. Selama itu mereka menahanku dari makan dan minum.
Suatu ketika, saat mereka menurunkanku di sebuah tempat di bawah terik matahari hingga pikiran, pendengaran dan pandanganku telah kabur seakan hampir pingsan, mereka berkata kepadaku, ‘Tinggalkan agamamu yang baru ini!’ Aku tidak mampu menangkap seluruh perkataan mereka, kecuali beberapa kata saja, dan aku hanya memberi isyarat dengan jariku ke langit sebagai ungkapan tauhid. Dan Demi Allah dalam keadaan yang demikian itu, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang dingin di atas dadaku.
Ketika kubuka mataku ternyata itu adalah sebuah ember yang berisi air. Aku pun meminumnya seteguk. Kemudian ember tersebut terangkat dan aku melihatnya menggantung antara langit dan bumi. Setelah itu ember tersebut menjulur kepadaku untuk kedua kalinya. Aku pun minum darinya kemudian terangkat lagi. Kemudian ember itu menjulur untuk ketiga kalinya. Aku pun minum darinya hingga kenyang dan aku guyurkan ke kepala, wajah serta bajuku.
Mereka terbangun dan melihatku seraya berkata, ‘Dari mana engkau mendapatkan air itu, apakah engkau mencuri air kami?!’ Aku menjawab, ‘Demi Allah, tidak! Sesungguhnya ceritanya begini…’ Kemudian dengan jujur aku ceritakan kisahnya kepada mereka. Mereka berkata, ‘Baik, kami akan melihat ember kami, akan kami buktikan kebenaran agamamu itu.’ Mereka segera pergi menengok ember mereka dan mereka dapatkan bahwa ember tersebut masih tertutup rapat dan belum terbuka.
Mereka bertanya keheranan, ‘Dari mana engkau mendapat air itu?’ Aku menjawab, ‘Rezeki dari Allah yang telah diberikan-Nya padaku.’ Mereka berkata, ‘Kami bersaksi bahwa Rabbmu yang memberimu rezeki itu juga adalah Rabb kami dan Dia pula yang telah mensyariatkan Islam.’ Setelah itu mereka semua masuk Islam dan hijrah ke Madinah.”
Tidak hanya sekali itu Allah memberi keutamaan terhadap Ummu Syuraik. Kejadian yang hampir sama pernah dialaminya ketika ia hendak hijrah ke Madinah. Ketika itu ia hendak mencari seseorang yang mau menemaninya dalam perjalanan. Maka seorang Yahudi menawarkan diri untuk menemaninya. Ummu Syuraik setuju. Ia terpaksa melakukannya karena saat itu tidak mudah mendapatkan teman atau orang yang dapat menjadi teman dalam perjalanan ke Madinah. (Di dalam kitab al-Ishabah dijelaskan bahwa Yahudi tersebut pergi bersama istrinya).
Kemudian ia memintanya menunggu sebentar untuk mengisi air, akan tetapi lelaki itu melarangnya dengan alasan dia telah membawa bekal air. Berangkatlah mereka menuju Madinah. Setelah sore, mereka beristirahat. Yahudi itu turun dan membentang sufrah (alas makan) dan ia makan, kemudian ia berkata kepada Ummu Syuraik, “Wahai Ummu Syuraik, mari makan..!” Ummu Syuraik menjawab, “Beri aku minum, karena aku sangat haus dan aku tidak bisa makan sebelum minum.” Yahudi itu berkata, “Aku tidak akan memberimu minum sampai engkau menjadi seorang Yahudi.” Ummu Syuraik menjawab, “(Kalau begitu) tidak. Terima kasih, engkau telah mengasingkanku dan melarangku membawa air.” Ia berkata, “Aku tidak akan memberimu setetes air pun sampai menjadi Yahudi.” Ummu Syuraik dengan keras menjawab, “Tidak! demi Allah, aku tidak akan menjadi Yahudi selamanya setelah Allah menunjukiku kepada Islam.” Lalu ia menaiki keledainya dan telungkup sambil memeluknya dan merebahkan kepalanya di leher keledai itu hingga tertidur.
Ummu Syuraik mengatakan, “Aku terbangun ketika merasakan dinginnya ember yang ada di keningku. Aku angkat kepalaku, dan kulihat air yang sangat putih melebihi susu dan lebih manis dari madu. Aku meminumnya sampai hilang dahagaku, kemudian aku siram tempat minumku lalu mengisinya sampai penuh. Ember itu pun terangkat dariku sampai hilang di langit.” Pagi harinya, Yahudi itu heran melihat Ummu Syuraik dan tempat air minumnya yang basah. Ia bertanya, “Dari mana air ini? Dari langit?” Ummu Syuraik menjawab, “Ya demi Allah. Allah telah menurunkannya dari langit untukku.”
Ummu Syuraik kemudian hijrah ke Madinah. Namun justru kesedihan pun menyapainya suami tercinta meninggal dunia. Kendati begitu tidak menyurutkan tekad bajanya untuk tetap berdakwah di jalan Allah. Setelah sekian lama menjanda Ummu Syuraik kemudian menawarkan dirinya untuk dinikahi oleh Rasulullah. Namun kondisi ini telah membuat Siti Aisyah cemburu
“Tidakkah seorang wanita merasa malu menghibahkan dirinya (untuk dinikahi)?” Mendengar kalimat Aisyah, Ummu Syuraik menjawab, “Ya, sayalah orangnya.” Kemudian Allah menyatakannya sebagai wanita mukminah melalui firman-Nya dalam QS. Al-Ahzab ayat 50.
Ketika ayat ini turun, Aisyah berkata kepada Rasulullah, “Sesungguhnya Allah telah menanggapi keinginanmu dengan segera.” Ketika Nabi tidak menerima permintaannya, maka Ummu Syuraik tidak pernah menikah lagi sampai akhir hayatnya.
Ummu Syuraik menjadi contoh tauladan agar kita pun harus memiliki mental baja. Hari-harinya ia ukir dengan ibadah dan dakwah. Sumbangsihnya terhadap dakwah tidak diragukan lagi. Kekuatan cinta dan keimanan yang kokoh telah membuat dirinya memiliki jiwa militan.
Membentuk nafsiyah yang distandarisasi oleh hukum syara menjadi perkara yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Menempa diri dengan berbagai tsaqafah akan menghantarkan jiwa-jiwa uang kuat dan tangguh.
Ummu Syuraik adalah seorang wanita yang telah mengukir sebaik-baik contoh dalam berdakwah di jalan Allah. Keteguhan hatinya dalam memperjuangkan iman dan akidahnya saat menghadapi cobaan layak diteladani. Tidak pernah sedikit pun terlintas di hatinya untuk melepaskan akidahnya agar bisa menyelamatkan dirinya dari kebinasaan dan kematian. Dialah wanita yang karena keteguhan imannya dan kesabarannya menghadapi siksaan, dimuliakan Allah dengan memberikan petunjuk kepada kaumnya untuk memeluk Islam.
Semoga dengan suri tauladan dari Ummu Syuraik melahirkan muslimah-muslimah yang bermental baja saat dilanda berbagai musibah dan ujian. Terlebih di masa sekarang saat fitnah bertebaran di mana-mana. Semoga Allah merahmati dan meridai-Nya. []
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh Heni Ummu Faiz
0 Komentar