Peringatan 100 tahun tanpa Khilafah kian menggema. Bukan tanpa sebab kaum muslimin memperingatinya. Pasca runtuhnya Daulah Khilafah, kondisi kaum muslimin bisa dikatakan seolah hidup tanpa memiliki pelindung. Ibarat anak ayam kehilangan induknya, kaum muslimin selalu mengalami penderitaan dan kenestapaan yang luar biasa. Tak hanya di negeri ini, hampir di seluruh pejuru dunia, nasib kaum muslimin mendapatkan kemalangan. Dan mau tak mau para pemuda harus ambil bagian dalam perjuangan ini.
Adapun urgensi memperingati 100 tahun keruntuhan Daulah ini,
menurut Apri Hardiyanti, S.H, adalah agar kaum muslimin selalu mengingatnya dan
merenunginya. “Dengan begitu kaum muslimin akan selalu termotivasi dalam
dakwah dan senantiasa bersemangat berjuang untuk menegakkan Khilafah.”
Mantan ketua Kornas KOHATI 2018-2020 ini membeberkan sedikit
sejarah tentang apa yang terjadi pada kaum muslimin pasca keruntuhan Khilafah. “Sejak
penghapusan khilafah pada tanggal 3 maret 1924 M, menandakan dimulainya
penderitaan dan kemunduran kaum muslimin di seluruh dunia hingga saat ini,
dimana umat islam terpecah belah dan tertindas, kehilangan wibawanya, terasing
dari islam dan memusuhi islam, syariat di hinakan bahkan di tinggalkan.”
Dia meambahkan, “Sistem kapitalisme terbukti gagal
menyejahterakan. Saatnya para pemuda
memperjuangkan sistem alternatif yang mampu menjadi solusi atas
problematika dunia. Karena kapitalisme telah gagal dan meninggalkan luka
menyayat, maka satu-satunya pilihan adalah Islam dengan sistem
pemerintahannya–Khilafah”
Baginya, harapan tertumpu pada generasi saat ini. “Pemuda harus
menyatukan visi gerakannya dalam sebuah bingkai perjuangan menegakkan penerapan
syariat Islam secara Kaffah dalam institusi kenegaraan yang diridai Allah,
yakni Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah,” ujarnya mengakhiri pembicaraan.
0 Komentar