Mereka Bicara Tentang Rajab (6)

           


             Peringatan 100 tahun tanpa Khilafah kian menggema. Bukan tanpa sebab kaum muslimin memperingatinya. Pasca runtuhnya Daulah Khilafah, kondisi kaum muslimin bisa dikatakan seolah hidup tanpa memiliki pelindung. Ibarat anak ayam kehilangan induknya, kaum muslimin selalu mengalami penderitaan dan kenestapaan yang luar biasa. Tak hanya di negeri ini, hampir di seluruh pejuru dunia, nasib kaum muslimin mendapatkan kemalangan. Dan mau tak mau para pemuda harus ambil bagian dalam perjuangan ini.

Adapun urgensi memperingati 100 tahun keruntuhan Daulah ini, menurut Apri Hardiyanti, S.H, adalah agar kaum muslimin selalu mengingatnya dan merenunginya. “Dengan begitu kaum muslimin akan selalu termotivasi dalam dakwah dan senantiasa bersemangat berjuang untuk menegakkan Khilafah.”

Mantan ketua Kornas KOHATI 2018-2020 ini membeberkan sedikit sejarah tentang apa yang terjadi pada kaum muslimin pasca keruntuhan Khilafah. “Sejak penghapusan khilafah pada tanggal 3 maret 1924 M, menandakan dimulainya penderitaan dan kemunduran kaum muslimin di seluruh dunia hingga saat ini, dimana umat islam terpecah belah dan tertindas, kehilangan wibawanya, terasing dari islam dan memusuhi islam, syariat di hinakan bahkan di tinggalkan.”

Dia meambahkan, “Sistem kapitalisme terbukti gagal menyejahterakan. Saatnya para pemuda  memperjuangkan sistem alternatif yang mampu menjadi solusi atas problematika dunia. Karena kapitalisme telah gagal dan meninggalkan luka menyayat, maka satu-satunya pilihan adalah Islam dengan sistem pemerintahannya–Khilafah”

Baginya, harapan tertumpu pada generasi saat ini. “Pemuda harus menyatukan visi gerakannya dalam sebuah bingkai perjuangan menegakkan penerapan syariat Islam secara Kaffah dalam institusi kenegaraan yang diridai Allah, yakni Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah,” ujarnya mengakhiri pembicaraan.

Posting Komentar

0 Komentar