Kesuksesan para petani mencukupi kebutuhan beras dalam negeri bukannya diapresiasi. Para petani justru diberikan kenyataan pahit. Pemerintah akan mengimpor 1 ton beras bertepatan dengan panen raya, pada akhir bulan ini.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo memastikan bahwa stok beras dalam negeri masih tetap aman hingga akhir mei atau selesai momen idul fitri. Berdasarkan data Kementerian Pertanian daftar ketersediaan dan kebutuhan pangan pokok Januari sampai Mei 2021, stok beras diperkirakan mencapai 24,90 juta ton. Stok beras ini berasal dari sisa stok tahun lalu yang mencapai 7,38 juta ton. Itu ditambah produksi dalam negeri yakni 17,51 juta ton.Sementara itu kebutuhan beras nasional diproyeksi mencapai 12,33 juta ton sepanjang Januari sampai Mei 2021. Artinya, neraca beras hingga akhir Mei akan surplus sebesar 12,56 juta ton.
Meski surplus, rencana impor beras sebanyak 1-1,5 juta ton tetap akan dilakukan. Kebijakan tersebut datang dari dua menteri, yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan Muhammda Luthfi. Mereka berdalih impor dilakukan untuk menjaga pasokan beras dalam negeri. Lantaran pemerintah sudah banyak mengeluarkan stok beras untuk kebutuhan khusus.
Tahun 2019, Beras Impor Pernah Terbuang
Pemerintah pun sepertinya tidak belajar dari kesalahan yang pernah melakukan impor beras sebanyak 2.253.824.465 kg saat panen raya di tahun 2018. Dengan dalih menjaga stok beras. Alhasil salah prediksi, akhir tahun 2019 sekitar 20 ton beras impor yang mengalami penurunan mutu dilelang, dijadikan tepung hingga dimusnahkan.
Kepada KOMPAS, Dirut Bulog Budi Waseso mengakui kesulitan jika impor beras tetap dilakukan. Karena stok beras masih banyak di gudang. Hingga 14 Maret 2021 di gudang Bulog mencapai 883.585 ton. Dengan rincian 859.877 ton merupakan stok cadangan beras pemerintah (CBP), dan 23.708 ton stok beras komersial.
Ditambah lagi, stok beras impor tahun 2018 yang ada di gudang Bulog sekitar 450 ribu ton. Sisanya, hingga kini sebanyak 275.811 ton beras impor tahun 2018 masih tersimpan di gudang Bulog, dengan 106.642 ton di antaranya sudah mengalami turun mutu.
Impor Terjadi Setiap Tahun, Kecuali Tahun 2020
Dalam kampanye saat menjadi calon presiden pada 2014, Joko Widodo (Jokowi) yang kini menjadi pemimpin hingga periode kedua pernah berkomitmen untuk menghentikan impor pangan.
Menurutnya, Indonesia punya modal untuk menuju kedaulatan pangan. "Kita harus berani stop impor pangan. Stop impor beras, stop impor daging, stop impor kedelai, stop impor sayur, stop impor buah, stop impor ikan. Kita ini semuanya punya kok," tegas Jokowi dalam kampanye di Cianjur, Jawa Barat, pada 2014 seperti dikutip dari detikfinance.
Namun nyatanya hampir tiap tahun impor terjadi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan impor beras hampir terjadi setiap tahunnya kecuali tahun 2020 karena akhir 2019 stok beras sangan melimpah bahkan harus dimusnahkan. Tercatat 844.163.741 kg (2014), impor 861,601,001 kg (2015), 1.283.178.527 kg (2016), 305.274.686 kg (2017), 2.253.824.465 kg (2018), 295,525,740 kg (2019). Impor beras sendiri berasal dari berbagai negara seperti Vietnam, Thailand, China, India, Pakistan, Amerika Serikat, Taiwan, Myanmar, hingga Singapura
Jika Panen Tetap Dilakukan Maka Harga Gabah Akan Hancur
Kini meski kebijakan impor belum disahkan, namun sejumlah petani padi mulai merasakan harga jual gabah kering panen anjlok. Seperti yang dialami oleh petani Klaten, Wardiyono yang baru saja memanen 4 hektar lahan padinya. Biasanya dia bisa menjual harga gabah Rp4500-5000/kilogram. Namun, harganya kini sudah di bawah Rp4000/kilogram. "Ketika petani kesulitan menjual gabah kayak begini, pemerintah impor, itu ironis. Kita itu kesulitan menjual kok pemerintah malah membeli dari luar, itu kan menyakitkan," katanya kepada BBC News Indonesia, Selasa (09/03).
Anggota komisi III DPR RI daerah pemilihan Jawa Timur Bambang DH dalam siaran persnya pun mengatakan hukum ekonomi suplay and demand pasti berlaku. Jadi saat panen raya pasti harganya juga turun. Apalagi ditambah impor maka harga gabah bisa hancur dipasaran.
Menurut catatannya saat panen raya, harga gabah tingkat petani turun sekitar Rp 800 per kilogram. Harga gabah kini hanya Rp 3.700 per kilogram. Sementara ketika akhir Februari lalu, harga gabah masih sekitar Rp 4.500 per kilogram. Setiap satu patok sawah (sekitar 400 meter persegi) , biaya tanam padi sudah mencapai Rp 1,7 juta. Belum termasuk biaya perawatan selama empat bulan. Sedangkan harga jual panen hanya sekitar 2,5 juta.
“Padahal pendapatan petani ini selain buat kebutuhan tiap hari juga buat beli bibit hingga pupuk. Belum lagi kenyataan bahwa di negeri ini di sektor pertanian pekerja didominasi buruh tani, bukan pemilik lahan,” jelasnya.
Negara Miskin Dipaksa Impor, Akibat Kebijakan Ekonomi Neolib
Kebijakan impor ini tak lepas dari kebijakan liberalisasi ekonomi (ekonomi neolib) yang memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas. Berbagai bentuk perjanjian perdagangan bebaspun dipaksakan melalui lembaga dunia- World Trade Organization (WTO). Sehingga negara miskin pun harus bersaing dengan negara maju di pasar bebas.
Kekuatan ekonomi yang tak sebanding membuat negara miskin harus mau membuka keran impor ke negaranya. Meskipun mereka mampu memenuhi kebutuhan sendiri karena sudah terlanjur menandatangani perjanjian perdagangan bebas. Akibatnya negara-negara berkembang terus menjadi konsumen utama dari komoditas dan investasi negara-negara maju.
Dengan Syariah Kaffah Maka Kran Impor Berhenti
Impor akan terus terjadi jika pemerintah tetap mempertahankan kebijakan ekonomi neolib. Sehingga untuk menghentikan keran impor dibutuhkan suatu sistem yang jelas. Yakni pemerintah bukan bertindak sebagai pebisnis melainkan sebagai pelayan masyarakat. Berarti sistem yang harus digunakan bukan sistem pro kapitalis. Sistem tersebut adalah sistem ekonomi syariah yang berasal langsung dari penciptanya yakni Allah SWT.
Dalam ekonomi syariah, kegiatan impor dan ekspor merupakan bentuk perdagangan yang hukumnya adalah mubah. Sehingga mau jual beli dari domestik ataupun luar negeri hal tersebut diperbolehkan. Karena dalam ekonomi syariah yang dilihat dilihat adalah orang yang melakukan perdagangan bukan aspek perdagangan.
Meski begitu pedagang di luar wilayah daulah islam, maka arus orang, barang, dan modal yang keluar masuk tetap di bawah kontrol Departemen Luar Negeri (Dâirah Khârijiyyah). Sehingga jika dikelompokan menurut negara asalnya, menjadi tiga: pertama Kafir Harbi, yaitu mereka yang menjadi warga negara kafir yang bermusuhan dengan negara Islam dan kaum Muslim; kedua, Kafir Mu âhad, yaitu mereka yang menjadi warga negara kafir yang mempunyai perjanjian dengan negara Islam; dan ketiga Warga negara Islam.
Warga negara kafir harbi, diperbolehkan melakukan perdagangan di negara Islam, dengan visa khusus, baik yang terkait dengan diri maupun harta mereka. Kecuali warga negara “Israel”, Amerika, Inggris, Prancis, Rusia, dan negara-negara kafir harbi fi’lan lainnya, sama sekali tidak diperbolehkan melakukan perdagangan apa pun di wilayah negara Islam.
Adapun negara kafir muâhad, boleh tidaknya mereka melakukan perdagangan di wilayah negara Islam tergantung pada isi perjanjian yang berlaku antara Khilafah dengan negara mereka.
Sementara warga negara Khilafah, baik Muslim maupun nonmuslim (ahli dzimmah), mereka bebas melakukan perdagangan, baik dalam maupun luar negeri. Hanya saja, mereka tidak boleh mengekspor komoditas strategis yang dibutuhkan di dalam negeri sehingga bisa melemahkan kekuatan Daulah islamiyah dan menguatkan musuh.
Selain itu untuk praktik makelar atau samsarah yang menjadi penghubung importir dengan pembuat kebijakan. Dimana makelar tersebut mendapatkan komisi maka hal ini tidak diperbolehkan karena melanggar hukum Islam.
Terlihat jelas bahwa hukum islam begitu sempurna pengaturannya sangat sempurna baik untuk perdagangan dalam maupun luar negeri. Pengaturan yang bersumber langsung dari Allah bukan hukum buatan manusia mampu mengatasi keran impor yang dipaksakan ini. Tak ada istilahnya negara miskin dipaksa untuk membeli produk negara maju. Karena negara daulah memiliki aturan sendiri tanpa di bawah tekanan apalagi oleh warga negara kafir harbi.
Sebagaimana firman Allah Swt., “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (TQS Al-Nisâ’ ayat141).
Oleh Nely Merina SP
0 Komentar