Sungguh kondisi ekonomi masyarakat di masa pandemi sangat memprihatinkan. Untuk mencari sesuap nasi saja terasa sulit. Hampir dipastikan di seluruh dunia mengalami resesi ekonomi yang kian terpuruk hingga menuju titik nadir.
Tak terkecuali Indonesia mengalami hal yang sama. Masyarakat mengalami kesengsaraan dan derita yang kian menjadi. Tak pernah tahu akan sampai kapan kondisi ekonomi di Indonesia lebih baik. Semua bergantung dari kebijakannya penguasa dalam menghadapi pandemi tersebut. Bahkan saking terpuruknya kondisi perekonomian di Indonesia berbagai lembaga survei terjun langsung ke masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menilai seberapa besar respon masyarakat mengenai ekonomi yang kini dialami.
Dikutip dari Gatra.com, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil evaluasi kondisi ekonomi, politik, keamanan, dan penegakan hukum. Temuan itu dipublikasikan pada Senin (22/2).
Dari rilis itu, mayoritas responden menilai kondisi ekonomi nasional saat ini sangat buruk, dengan persentase mencapai 42,4%. Sementara mereka yang menilai baik atau sangat baik, berjumlah 21,6%.
Menurut Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, bahwa hasil survei sentimen atau evaluasi publik memang sangat negatif hingga akhir Januari 2021. Bahkan masyarakat menilai ekonomi masyarakat terpuruk lebih banyak daripada yang menilai ekonomi baik
tetapi yang menilai ekonomi terpuruk itu mulai menurun sejak Mei 2020. Sebab, antara Februari-Mei, pemerintah menggencarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga terasa betul hantaman ekonominya kepada masyarakt secara keseluruhan (Gatra.com, 23 Feb 2021)
Berdasarkan fakta tersebut bahwa penguasa di negeri ini terus menebar pencitraan guna meraih simpati masyarakat. Hal ini nampak dengan getolnya penguasa mencari dana untuk menutupi keborokan kepemimpinannya.
Bahkan beberapa waktu ke belakang , Presiden Joko Widodo pada meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) di Istana Negara. Presiden Jokowi mengungkapkan akan memanfaatkan wakaf uang yang tidak hanya untuk tujuan ibadah, tetapi juga sosial dan ekonomi.
Jokowi berharap bisa memberikan dampak pada pengurangan angka kemiskinan dan ketimpangan sosial di masyarakat. Hal ini diungkapkan di YouTube Sekretariat Presiden.25/1/2021)
Adanya fakta-fakta tersebut semakin menguatkan bahwa sistem kapitalisme menghitung angka pertumbuhan ekonomi hanya dari angka-angka saja tanpa melihat kondisi ekonomi masyarakat secara nyata. Kapitalisme juga menghitung ekonomi secara semu. Berdasarkan data dari BPS merilis terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 sebesar 2,97%year-on-year(yoy).BPS mencatat bahwa ini merupakan yang terendah sejak 2001.
(kontan 05/05/20).
Kondisi ini langsung disikapi oleh Menteri Keuangan Sri mulyani dengan mengungkapkan bahwa skenario terberat pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2020 akan berada di polisi 0,3 persen hingga minus 2,6 persen. Bahkan ia menyebutkan kuartal kedua 2020 merupakan periode terberat untuk perekonomian Indonesia
(kompas.com,15/04/2020 ).
Fakta tersebut adalah sesuatu yang sangat membahayakan karena mengindikasikan ekonomi mengalami krisis bahkan menuju resesi. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, ada dua indikator utama yang dijadikan pegangan oleh para pemimpinnya dalam menilai kebijakan ekonomi mereka, yaitu kinerja pasar saham dan PDB.
PDB hanya berfokus perhitungan uang semata. PDB hanya menghitung semuayang kita belikan kita jual. Hal ini mendorong manusia jadi konsumtif. Semakin banyak barang yang diganti maka PDB semakin tumbuh. Akhirnya dengan kondisi ini menciptakan kesenjangan ekonomi semakin lebar. Inilah bukti bobroknya sistem ekonomi kapitalis.
Pandangan Islam
Islam sebagai din yang sempurna telah mengatur seluruh lini kehidupan. Bahkan terkait ekonomi menjadi sorotan utama. Dalam sistem perekonomian Islam jaminan kesejahteraan sangat diperhatikan secara riil bukan dengan hitung-hitungan dengan angka yang semu. Kebutuhan sandang, pangan, papan benar-benar diperhatikan oleh negara.
Hal ini bisa kita melihat dari rentang sejarah Islam yang pernah dulu diterapkan. Bukan sekadar konsep yang indah tetapi benar-benar terealisasikan. Dalam hal ini penguasa Islam atau khalifah yang bertanggung jawab atas kondisi rakyatnya.
Di masa Khalifah Umar bin Khattab ra pernah berkata kepada pegawainya untuk membagikan shadaqah: "Jika kamu memberikan, maka cukupkanlah. Selanjutnya berkata lagi "Berilah mereka sedekah berulangkali sekalipun salah seorang dari mereka memiliki seratus onta. Dari sini penguasa muslim menerapkan politik ekonomi Islam yang memberikan jaminan kebutuhan primer rakyatnya. Beliau (Umar bin Khattab) menikahkan orang yang tidak mampu, membayar utang-utang mereka dan memberikan biaya kepada petani agar menanami tanahnya. (Kitab al-Amwaal karangan Abu Ubaidah).
Bahkan saking adil dan sejahteranya hingga pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz rakyat sudah tidak memerlukan lagi bantuan dari negara.
Sungguh luar biasa.
Sangat jauh dengan penguasa di sistem kapitalis yang sibuk menebar pencitraan dan mencari dana-dana umat yang seharusnya tidak diambil oleh negara.
Di masa khilafah jaminan kebutuhan hidup bukan hanya dirasakan oleh muslim, tetapi nonmuslim ikut merasakan di bawah naungan sistem Islam. Hal ini pula juga pernah dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab yang pernah menjumpai seorang Yahudi tua yang sedang mengemis. Setelah ditanyakan kenapa harus mengemis kemudian beliau membawa ke bendahara Baitul Mal dan memerintahkan ditetapkan bagi orang itu, dan orang-orang seperti dia, sejumlah uang dari Baitul Mal yang cukup baginya untuk memperbaiki keadaannya.
Demikian lah beberapa gambaran bagaimana sistem Islam (khilafah) menyejahterakan rakyatnya baik muslim maupun nonmuslim. Para penguasa di sepanjang sejarah Islam senantiasa bertanggung jawab penuh terhadap kondisi rakyatnya. Semua dilakukan bukan sebagai pencitraan tetapi karena panggilan iman dan takwa kepada Allah Swt. Rasa takut kepada Allah Swt semata menjadikan para penguasa dalam sistem Islam senantiasa amanah dan adil.
"Siapa saja yang menjadi penduduk suatu daerah, di mana di antara mereka terdapat seseorang yang kelaparan, maka perlindungan Allah Tabara Wata'ala terlepas dari mereka". (HR.Imam Ahmad)
Oleh Heni Ummu Faiz
0 Komentar