Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta, Bambang Ismadi mengatakan bahwa puluhan pengelola tempat karaoke telah mengajukan rencana pembukaan kembali saat ini. Namun, belum ada satupun tempat karaoke tersebut yang memenuhi persyaratan protokol kesehatan (prokes) di tengah pandemi Covid-19 (liputan6.com, 23/3/2021).
Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria mengatakan bahwa ajuan tersebut, karena ada keinginan pemerintah pusat untuk membuka kembali tempat pariwisata di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Dia melanjutkan, Instruksi itu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan di sektor pariwisata (tempo.co, 12/3/2021).
Miris! Di tengah karut-marut kondisi kesehatan publik yang pelik karena Corona. Antara pemerintah pusat dan daerah tidak bersinergi. Padahal, di masa pandemi seperti sekarang ini, pemerintah pusat maupun daerah harusnya kompak dan fokus menangani pandemi agar roda perekonomian bisa berjalan kembali.
Dari fakta di atas baiknya, pemerintah juga mempertimbangkan keputusan pembukaan karaoke. Karena, menurut data Kompas.Com, (25/3/2021), hingga kamis, 25 Maret 2021, pasien positif bertambah 1.726 kasus. Kemudian, sebanyak 6.271 pasien masih menjalani isolasi atau perawatan. Tentu, relaksasi izin operasi tersebut bertolak belakang dengan semangat pemerintah menekan laju kontaminasi Covid-19.
Seperti kita ketahui, sejak pertengahan tahun 2020 lalu, pemerintah gonta-ganti istilah dari PSBB hingga PPKM mikro. Kebijakan tersebut menunjukkan pemerintah inkonsisten. Padahal, kebijakan setengah hati justru akan membuka celah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) bagi oknum pemerintah dan masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Hal itu berakibat penularan Covid-19 tidak terlacak dan semakin meluas.
Senada dengan itu, sebelumnya, Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta telah mengusulkan untuk melarang total operasional tempat hiburan malam selama masa PPKM di Ibu Kota. Karena faktanya, terjadi praktik kucing-kucingan antara Pemprov DKI melalui Satpol PP dengan para pengusaha (Tribunnews.com, 3/3/2021).
Terlebih, telah terjadi dua peristiwa yang harusnya menjadi bahan muhasabah bagi Pemprov DKI dan pemerintah pusat untuk menutup total tempat hiburan malam. Yakni, insiden penembakan oknum anggota polisi berpangkat Bripka di RM Kafe Cengkareng, Jakarta Barat yang menewaskan 3 orang dan 1 lainnya luka berat. Kejadian tersebut terjadi pada dini hari pukul 04.30 WIB.
Sangat disayangkan, kalaupun pelayanan publik dan fasilitas umum sudah bisa dibuka. Idealnya, pemerintah mengutamakan tempat ibadah dan sarana pendidikan. Bukan pariwisata dan tempat hiburan. Sangat terlihat sekali bahwa pemerintah lebih memilih menyejahterakan korporat ketimbang mendahulukan kepentingan rakyat.
Hal tersebut juga dirasakan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani yang merasa sedih karena Pemkot lebih memprioritaskan membuka tempat karaoke ketimbang sekolah. Dia menilai, tidak ada kebijakan pemerintah pusat ataupun daerah yang berpihak pada pendidikan (Tempo.co, 13/3/2021).
Parahnya, masa pandemi yang sudah dilewati setahun ini tidak juga membuat pemerintah pusat dengan pemprov DKI Jakarta satu suara. Seperti yang terjadi di pertengahan September 2020 lalu. Pengambilan keputusan PSBB total di DKI Jakarta yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta ternyata tidak mendapatkan restu dari pemerintah pusat. Padahal sebelumnya, Presiden Jokowi sempat mengatakan kesehatan hal yang lebih penting (CNBC.Com, 12/9/2020).
Memilukan, di tengah pandemi yang tidak kunjung usai, pemerintah saling lempar tanggung jawab. Panik, tidak fokus dan inkonsisten dalam mengeluarkan kebijakan. Selain itu, selama ini tidak ada koordinasi intens antarberbagai sektor dan instansi di setiap daerah. Harmonisasi tersebut terkait penyisiran wilayah mana yang bebas wabah dan area mana yang terjangkit. Sikap tersebut menggambarkan ketidakbecusan pemerintah dalam menangani kasus Covid-19.
Itulah gambaran penguasa yang lahir dari rahim sistem demokrasi kapitalisme. Bukan kesejahteraan rakyat dikedepankan, melainkan ego individu yang diperjuangkan. Padahal, saat pandemi seperti sekarang ini, nasib rakyat sangat bergantung pada langkah jitu pemimpinnya.
Negeri zamrud khatulistiwa ini benar-benar sedang diambang krisis. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemimpin yang amanah, bertanggung jawab dan saling bersinergi. Bersinergi dalam hal ini bukan saja antarpemangku kebijakan, melainkan sinergi antara pemimpin dengan aturan. Aturan siapa? Aturan Allah Swt. dan rasul tentunya.
Sejarah mencatat bahwa ketidaktaatan adalah pangkal dari kegagalan dan kekalahan. Kepemimpinan akan menjadi sesuatu yang cacat tanpa hadirnya ketaatan. Umar ra. pernah berkata, "Tiada Islam tanpa jamaah, tiada jamaah tanpa kepemimpinan, dan tiada kepemimpinan tanpa ketaatan."
Umat Islam diberikan Al Quran dan assunnah sebagai pedoman hidup. Seyogianya pemerintah saat ini berkiblat pada aturan kitanya suci, bukan konstitusi. Allah Swt. berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 21, yang artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allâh".
Selain itu, rezim tentu harus belajar dari Khalifah Umar Bin Khattab ra., saat mengetahui terdapat wabah di Syam, Umar tidak langsung mengambil keputusan begitu saja. Beliau bermusyawarah orang Muhajirin, kaum Anshar dan jajarannya.
Kemudian, beliau memisahkan orang-orang yang terinfeksi dengan yang sehat. Seperti sabda Rasulullah Saw.: 'Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, maka janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, janganlah kamu keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri darinya (HR. Muslim). Sampai akhirnya, Beliau sukses melewati wabah tha'un.
Namun, kesuksesan tersebut bukan karena beliau sebagai pribadi yang cerdas semata. Tapi, lebih disebabkan karena sistem aturan yang diterapkan oleh beliau saat itu, yakni sistem Islam.
Sayangnya, hari ini tidak tampak rezim melakukan itu semua. Tentunya, sulit dibayangkan ekonomi akan membaik dan pandemi segera hilang, jika tidak ada sinergi antara pemimpin dan aturan Tuhannya serta antarjajaran pemerintahannya. Padahal, pandemi Covid-19 harus ditangani secara serius dengan koordinasi yang rapi dan dukungan penuh sistem pemerintahan yang shahih, yakni sistem Islam, wallahualam bishawab.
Oleh Anggun Permatasari
0 Komentar