Remaja Kian Beringas, Islamlah Solusi Tuntas

 


"Berikan aku 10 pemuda niscaya akan kugoncang dunia" (Ir. Soekarno)

Petikan kalimat dari salah satu tokoh proklamator Indonesia memberikan gambaran bahwa pemuda atau remaja mempunyai kekuatan dahsyat dalam menentukan baik buruknya peradaban dunia. Generasi muda yang tangguh akan mampu mengantarkan suatu negara menuju ke arah kedigjayaan. Sebaliknya, generasi  muda yang lemah justru akan menghancurkan negara itu sendiri.

Potret remaja saat ini berada dalam kehidupan pilu. Kenakalan remaja yang mengarah kepada kebrutalan bahkan cenderung sadis, kerap kita saksikan secara langsung maupun melalui media. Karakter remaja yang bersemangat dan kadang meledak-ledak justru tak hanya digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat, namun justru untuk hal-hal yang membahayakan diri sendiri bahkan orang lain. 

Aksi yang membuat kita terperangah karena kerap terjadi seolah tanpa solusi adalah tindakan kriminal berupa kekerasan yang melibatkan remaja. Seperti baru-baru ini  terjadi di Bekasi Jawa Barat. Dipicu oleh saling ejek, kedua kelompok remaja tak dapat mengendalikan diri untuk saling menyerang. Tragisnya hingga terdapat korban jiwa.  "Dua korban lalu dibawa ke rumah sakit. Tapi korban Putra sudah tidak bisa diselamatkan akibat kehabisan darah,” tutur Kanit Reskrim Polsek Tambun, Iptu Gunawan Pangaribuan (wartakota.tribunnews.com, 8/3/2021).

Analisa terhadap faktor penyebab terjadinya aksi sadis ini pun seringkali kita dengar dari para psikolog. Mereka menanggapi dengan berpendapat bahwa tindakan sadis para remaja disebabkan oleh lemahnya peran orang tua dan faktor lingkungan. Namun benarkah demikian? 

Kriminolog Universitas Indonesia Chazizah Gusnita mengatakan faktor tontotan yang kerap menayangkan adegan kekerasan juga mempengaruhi tindakan remaja. Menurutnya, anak yang sering terpapar aksi kekerasan akan menganggap kekerasan adalah hal yang wajar. "Ketika seorang anak melakukan tindak pidana, maka ada banyak faktor yang tidak serta merta penyebab satu, ada banyak faktor di sekeliling dia yang akhirnya melakukan kekerasan atau bahkan sampai menghilangkan nyawa," tambahnya (cnn.indonesia.com, 11/3/2020).

Namun sayangnya, analisis penyebab kekerasan yang melibatkan remaja sebagai pelakunya hanya dipandang di permukaan saja. Penyebab perhatian orang tua yang lemah tidak dianalisa lebih mendalam. Bahwa kondisi ekonomi yang memaksa para orang tua untuk berjibaku memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga waktu yang seharusnya menjadi hak anak-anak tercurah habis terkikis kegiatan kapitalistik. Kesalahan tata kelola sistem perekonomian tidak pernah disinggung dalam penyelesaian masalah ini. 

Begitu pula dengan faktor tontotan. Tak dapat dipungkiri, rating menjadi "Tuhan" dalam penyiaran sehingga tak lagi memperhatikan dampak buruk terhadap kaum remaja. Tidak ada aturan yang tegas terhadap industri media karena penguasa industri hiburan adalah para pengusaha berkantong tebal yang berkelindan dengan penguasa negeri.

Solusi terhadap kekerasan yang melibatkan remaja cenderung dangkal tak menyentuh akar persoalan, sehingga penyelesaiannya pun tak akan pernah tuntas. Dari fakta yang tergambar sudah jelas bahwa akar masalah yang sebenarnya adalah sistem kapitalisme sekuler beserta derivatnya. Sistem ini ibarat mesin efektif mencetak generasi yang semakin tergerus akidahnya dan bringas tingkah lakunya. 

Kapitalisme cenderung membuat seseorang menjadikan materi sebagai faktor kebahagiaan. Apalagi dengan kondisi segala kebutuhan tak dijamin oleh negara. Alhasil orangtua pun sibuk mengejar materi untuk memenuhi kebutuhan hidup namun abai terhadap kebutuhan anak lainnya seperti kasih sayang ataupun pembekalan agama. Jadilah para remaja tumbuh menjadi generasi yang kering akan iman. 

Sejatinya usia remaja sudah memasuki fase baligh, dimana ia sudah berstatus mukalaf atau yang terbebani hukum syariat. Pada fase ini, remaja sudah matang secara pemikiran dan perbuatan sehingga ia hanya bertingkah laku sesuai dengan syariat. Konsekuensi iman telah terpatri kuat dalam benaknya menjadikannya pribadi yang siap bertanggungjawab di hadapan Allah. 

Tanggungjawab mendidik generasi sejatinya ada pada pundak orangtua. Namun negara memiliki andil kuat dalam membantu peran orangtua melalui aturan yang diterapkan. Dimulai dari sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam, menutup semua akses negatif yang dapat menjerumuskan remaja hingga pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. 

Hanya sistem Islam lah yang mempunyai solusi tuntas terhadap segala permasalahan kekerasan remaja. Dengan diterapkannya aturan sesuai Qur'an dan Sunnah berbagai persoalan yang mendera remaja akan terselesaikan tuntas. Jika ada sistem terbaik di muka bumi, mengapa masih berharap kepada sistem yang lain? 


Oleh Hessy Elviyah,  S. S


Posting Komentar

0 Komentar