Rencana Impor Beras Kian Deras, Bagaimana Nasib Masyarakat Bekasi?


Sebuah syair dari lagu "tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman" mewakili wilayah Indonesia yang sangat subur, selain itu peribahasa yang tidak asing di telinga kita yakni Gemah Ripah Loh Jinawi, yang artinya mempunyai kekayaan yang berlimpah ruah.

Kondisi ini pun juga berdasarkan atas letak astronomis 6°LU-1°LU dan 95°BT-141°BT dan letak geografis yang diapit oleh dua benua yakni benua Asia dan Australia serta dua samudera yakni samudera Hindia dan samudera Pasifik, sehingga membuat tanah di Indonesia sangat subur dan memiliki kekayaan alam berlimpah.

Melihat kondisi Indonesia dengan tanah suburnya, sangat berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi saat ini. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi Soleman menyinyalir pemerintah tentang efek negatif dari rencana impor beras yang mencapai satu juta ton dari Thailand.

Rencana tersebut dinilai dapat merusak produksi beras dalam negeri yang secara faktual terus mengalami peningkatan. (Pikiran Rakyat, Jum'at 26 Maret 2021).

Petani Jawa Barat melalui zoom menyampaikan pendapat agar rencana impor beras ditunda bahkan dibatalkan, sebab sampai April 2021 ini saja, Jabar surplus beras 320 ribu ton dan sebentar lagi akan panen raya yang berlimpah. Daripada impor, sebaiknya beli saja beras hasil petani Jabar,” cuitnya via akun Twitter @ridwankamil, Rabu (17/3). (Karawang Bekasi Ekspress, 18 Maret 2021).

Seharusnya pemerintah belajar dari pengalaman yang telah lalu ketika beras impor dari vietnam sebanyak 3000 ton tahun 2018 dan 20,000 ton beras impor lainnya tahun 2019 dibuang secara percuma akibat penurunan mutu dan kesalahan dalam menghitung jumlah yang layak disimpan di Bulog. Alhasil uang sejumlah triliyunan rupiah terbuang sia-sia. 

Janji yang diberikan Jokowi di dalam pernyataannya dalam Rapat terbatas di istana Bogor, Selasa 31 Juli 2018 tidak terealisasi. Pada saat itu Jokowi memberikan pernyataan ingin mengevaluasi detail impor barang supaya dapat segera diklasifikasi mana impor yang strategis dan impor yang tidak strategis . 

“Kita kurangi atau hentikan impor” (tempo.com, Selasa 31/7/2018). Namun faktanya impor beras terus dilanjutkan.

Mengapa kasus impor yang tidak strategis ini masih berlanjut hingga sekarang dan menuai kontroversi di tengah masyarakat, sementara di luar sana banyak sekali masyarakat kekurangan dari sisi ekonomi akibat pandemi dan para petani yang akan kehilangan mata pencahariannya jika wacana impor ini tetap diberlakukan dengan alasan stok beras di Bulog tidak mencukupi. 

Kebijakan impor yang saat ini digaungkan oleh pemerintah tidak lain dan tidak bukan diakibatkan karena mereka berpihak dan tunduk pada politik dagang asing dimana pijakan ini berasal dari sistem kapitalisme sekuler. 

Pemerintah tidak lagi membedakan mana politik ketahanan pangan (kebijakan pertanian yang berpihak pada rakyat) dan mana politik dagang. Ditambah lagi tidak adanya korelasi antara menteri pertanian dan menteri perdagangan. 

Oleh sebab itulah politik dagang memenangkan dan mendominasi politik ketahanan pangan dimana keuntungan yang berlipat ganda dijadikan sebagai patokannya. Wajar karena sistem ekonomi yang diberlakukan di negara ini adalah sistem ekonomi kapitalisme sekuler, dimana negara berkembang tunduk pada para pemilik modal asing sehingga mereka tidak segan menabrak rambu-rambu syariat dan mengorbankan rakyat demi menggendutkan kantong-kantong pribadi.

Bagaimana Islam memandang hal ini?

Dalam pandangan Islam, sektor pertanian adalah salah satu sumber primer ekonomi selain perindustrian, perdagangan, dan tenaga manusia (jasa), karena itulah pertanian menjadi salah satu pilar ekonomi yang jika permasalahan pertanian tidak dapat dipecahkan, dapat menyebabkan guncangnya perekonomian negara, bahkan akan membuat suatu negara menjadi lemah serta berada dalam ketergantungan atas negara lain.

Oleh karena itu tentunya, kebijakan pangan Khilafah harus dijaga dari unsur dominasi dan dikte negara asing,  dan mempertimbangkan kelestarian lingkungan ke depan, bukan semata-mata target produksi yang menyebabkan banyak kerusakan di muka bumi sebagaimana dalam sistem kapitalisme.

Politik pertanian Islam juga diarahkan untuk meningkatan produksi pertanian dan kebijakan pendistribusian yang adil, sehingga kebutuhan pokok masyarakat pun dapat dipenuhi. 

Kebijakan pertanian dalam sistem khilafaj yang perlu digarisbawahi sebagai berikut:

1. Memenuhi persoalan intern para petani dengan memberikan modal yang berasal dari baitul maal, bibit unggul yang berkualitas, mesin-mesin pertanian dan sarana produksi pertanian lainnya yang mendukung  para petani. 

2. Negara membuka lahan untuk pertanian bahkan menghidupkan tanah yang mati dan terbengkalai akibat tidak diurusi oleh pemiliknya berdasarkan dalil berikut ini;

Menghidupkan tanah yang mati

"Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu (menjadi) miliknya. Dan tidak ada hak bagi perebut tanah yang zalim dengan menanaminya."(HR at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad).

Al-Khathabi (w. 388 H) di dalam Ma’âlim as-Sunan Syarh Sunan Abî Dâwud menyampaikan, “Menghidupkan tanah mati itu tidak lain dengan menggali, memagari dan mengalirkan air pada tanah tersebut dan bentuk memakmurkan tanah semacam itu. Siapa saja yang melakukan hal tersebut maka dia telah memiliki tanah itu meskipun dengan izin sulthan (penguasa) atau tanpa seizinnya. 

Mengambil tanah yang terbengkalai

Dalam sebuah riwayat dari jalan Amru bin Syuaib, Humaid bin Zanjawaih an-Nasa’i dalam kitabnya, Al-Amwâl meriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah memberikan tanah kepada orang-orang dari Juhainah. Lalu mereka melupakan dan menelantarkan tanah tersebut. Kemudian datanglah kaum yang lain dan menghidupkan tanah itu.  Orang-orang Juhainah mengadukan hal ini kepada Umar bin al-Khaththab. Umar menyampaikan: “Andai itu dari pemberianku atau dari Abu Bakar maka aku tidak akan ragu, tetapi itu adalah pemberian Rasulullah saw.” Umar lalu berkata:

Siapa saja yang mempunyai tanah lalu ia telantarkan selama tiga tahun lamanya, tidak ia kelola, kemudian orang lain mengelola tanah yang telah terbengkalai itu, maka orang lain itu lebih berhak atas tanah tersebut.

3. Negara boleh melakukan impor dengan syarat memperhatikan siapa yang diajak kerjasama. Apakah negara tersebut masuk dalam golongan kafir harbi hukman (yang masa kerjasamanya maksimal 10 tahun saja) atau kafir harbi fi'lan (yang jelas-jelas memerangi Islam). 

Ketiga kebijakan diatas dapat dilaksanakan jika syariat Islam dan khilafah Islamiyah ditegakkan sehingga tercipta keadilan di muka bumi.

Oleh Cebiana Nur Andini




Posting Komentar

0 Komentar