Sampah, Faktor Penggenjot Ekonomi di Masa Pandemi?


Masalah negeri ini menumpuk apalagi di masa pandemi, salah satunya tata kelola sampah. Sampah yang menggunung bukan hanya menimbulkan polusi udara, namun juga menimbulkan bencana bagi sekitar. Seperti pada tahun 2005 lalu TPA Leuwi Gajah di Cimahi longsor dipicu oleh hujan deras. Gunungan sampah setinggi 6 meter menimpa warga yang mengakibatkan 157 orang tewas. 

Satu tahun setelah peristiwa longsor, pada 2006 kemudian diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional, begitu pula tahun ini. Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional Februari lalu mengusung tema ‘Sampah Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi’ (Liputan 6.com 20/2/2021).

Pada penyelenggaraan HPSN 2021, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rose Vivien Ratnawati menegaskan akan memfokuskan pada upaya pengelolaan sampah yang dapat memberikan kontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi (Media Indonesia.com 27/2/2021).

Sebelumnya, BPS menyebutkan bahwa sektor usaha pengolahan sampah dan limbah merupakan usaha yang tahan banting. Pada 5 November 2020, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah dan limbah merupakan sektor yang tumbuh sangat tinggi, yaitu 6,04 %  (menlhk.go.id 18/2/2021).

Sehingga pemerintah mengajak masyarakat untuk mewujudkan ekonomi sirkular. Memanfaatkan nilai ekonomi sampah secara maksimal dengan menerapkan 3R (Recycle, Reuse, Reduce) atau mendaur ulang, menggunakan kembali  dan mengurangi pemakaian barang. 


Pengolahan Limbah di Indonesia

Pemerintah menargetkan penanganan sampah di Indonesia mencapai 70 persen atau sekitar 49,9 juta ton di 2025. Sementara itu, target nasional pengurangan sampah adalah 20,9 juta ton atau 30 persen. 

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) Alue Dohong mengungkapkan, komposisi limbah terbesar yang ada di Indonesia pada 2019, pertama adalah limbah makanan sebesar 44 persen, plastik 15 persen, kayu dan daun 13 persen, kertas 11 persen, tekstil 3 persen. Lalu, limbah kaca, besi, karet masing-masing sebesar 2 persen dan lainnya 8 persen.

Adapun salah satu upaya dalam mengurangi limbah adalah dengan meminimalisasi pemakaian plastic, dengan menghilangkan plastik sekali pakai yang tidak perlu hingga mengurangi kelebihan kemasan (JawaPos.com 16/2/2021).

Alue juga mengatakan bahwa pihaknya telah berupaya mengurangi limbah plastik. Mulai dari membatasi penggunaan plastik sekali pakai, lahan terbuka hijau, kantor hijau, sekolah dan kampus hijau serta bank sampah. “Kita juga punya kebijakan untuk mengurangi limbah plastik, yaitu redesain dan inovasi, seperti recycle, reuse, compostability, durability,” pungkasnya.


Perubahan Perspektif Pengolahan Limbah 

Walaupun pemerintah mengupayakan agar sampah diolah dengan 3R dan meninggalkan cara lama dengan hanya kumpul, angkut dan buang. Juga dengan upaya daur ulang sampah industri, kompos dan biogas, serta industri sampah menjadi energi alternatif. Hal ini tidak menyelesaikan masalah secara mendasar. 

Salah satu masalahan mendasar soal sampah di Indonesia atau bahkan seluruh dunia adalah penggunaan material yang diproduksi secara masal untuk penggunaan berbagai kebutuhan. Namun material ini justru terbukti dalam jangka lama atau sama sekali tidak dapat terurai oleh tanah. Yang lebih menyedihkan lagi adalah banyaknya kerusakan lingkungan yang terjadi karena limbah dari material ini. 

Sehingga dalam memproduksi barang secara masal untuk kebutuhan rakyat, harus dipikirkan secara mendalam dampak apa yang terjadi pada alam sekitar. Betapa banyak material yang pada kenyataannya perlu waktu yang sangat lama untuk hancur. Seperti limbah plastik selama 1000 tahun, popok dan pembalut selama 250 tahun, kaleng alumunium 80-200 tahun, sol sepatu karet 50-80 tahun, bahkan steroform sama sekali tidak dapat terurai (Tirto.id 15/10/2019). 

Oleh karenanya dalam pengadaan barang untuk masyarakat, butuh penelitian lebih lanjut. Mengerahkan tenaga ahli yang kompeten dalam menghasilkan barang yang ramah lingkungan. Sehingga fokus pemerintah tidak lagi di sektor hilir yang tidak akan pernah selesai. Dengan demikian usaha pemerintah dalam mengayomi masyarakat akan nampak nyata.

Maka, perspektif pemerintah dalam masalah sampah harus berpindah dari berpandangan bahwa sampah dapat menggenjot sektor ekonomi di masa pandemi kepada pengolahan di sektor hulu. Hal ini agar solusi sampah menjadi terus menumpuk yang akhirnya menimbulkan bencana longsor belum lagi bau yang sangat tidak sedap dapat terselesaikan secara total.   

Seperti yang telah diamanahkan oleh Rasulullah, bahwa negara adalah pengayom rakyatnya. Sehingga apapun yang dilakukan oleh negara adalah demi kesejahteraan rakyat. Namun langkah ini bisa dilakukan oleh negara secara sempurna bila negara juga mempunyai landasan yang Islami. Karena sesuatu yang diatur oleh Sang Pencipta, pasti menimbulkan kebaikan.

Jaman keemasan Islam contohnya. Saat itu selama kurang lebih 700 tahun Islam memimpin dunia berlandaskan syariat Allah swt. Banyak kebaikan yang ditimbulkannya, bukan hanya pada manusia tapi juga bagi seluruh alam. Jangankan non-Muslim, hewan dan tumbuhan pun merasakan keberkahan hidup di bawah naungan syariat.   

Dalam quran surat Ar rum, 41, dijelaskan tentang kerusakan alam akibat tangan-tangan manusia, sehingga manusia diwajibkan untuk menjaga alam dan seisinya. Hal ini kesudahannya juga akan berbalik pada manusia. Keseimbangan alam pasti akan tercipta. []

Wallaahu’alam

Oleh Ruruh Hapsari



Posting Komentar

0 Komentar