Sepak Terjang Mujahidin Afghanistan Melumpuhkan Arogansi Amerika



Pada 7 Mei lalu Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, telah melayangkan surat kepada Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, yang isinya berupa masukan-masukan dari negeri Paman Sam untuk mempercepat proses perdamaian Afghanistan dan memberlakukan upaya gencatan senjata bagi pihak-pihak yang bertikai (aljazeera.com, 07/03/2021). Dalam surat yang menguraikan strategi pemerintahan Presiden AS Joe Biden, Blinken mengusulkan diadakannya konferensi yang difasilitasi oleh PBB dengan para menteri luar negeri dan utusan dari Rusia, China, Pakistan, Iran, India dan tentu saja Amerika Serikat, yang bertujuan membahas “pendekatan terpadu” untuk mendukung perdamaian di Afghanistan. Kemudian diplomat tertinggi AS tersebut mengakhiri suratnya dengan mengatakan bahwa Washington tidak mengesampingkan opsi apa pun terkait Afghanistan, termasuk penarikan penuh pasukannya pada 1 Mei.

Namun lucunya hanya sehari berselang dari diterbitkannya surat tersebut oleh TOLOnews, kepada Reuters (08/03) pihak Departemen Luar Negeri AS berkomentar bahwa pihak Gedung Putih tidak membuat keputusan apapun terkait komitmen militernya di Afghanistan selama batas waktu 1 Mei untuk menarik 2.500 tentaranya yang tersisa dari negara itu. Disebutkan pula bahwa penarikan militer AS dari wilayah Afghanistan hanya akan membuat situasi keamanan memburuk dan memberi kesempatan bagi Taliban untuk memperoleh keuntungan teritorial (Aljazeera.com, 08/03/2021). 

Singkat cerita pihak Washington pada akhirnya menyerukan terbentuknya pemerintahan sementara sampai konstitusi baru disepakati dan pemilihan baru diadakan. Utusan khusus AS untuk Afghanistan, Zalmay Khalilzad, membagikan delapan halaman proposal Pemerintahan Perdamaian Transisi minggu lalu dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, pemimpin oposisi dan masyarakat sipil serta negosiator Taliban. Amerika kemudian mengklaim bahwa di bawah pemerintahan sementara, parlemen nasional yang baru dapat diperluas dengan memasukkan anggota Taliban atau ditangguhkan sampai setelah pemilihan berlangsung (Aljazeera.com, 09/03/2021). Dan tentu saja pemerintahan sementara yang dimaksud merupakan hasil “buah karya” US yang tidak akan pernah berseberangan dengan kepentingan majikannya, Amerika.

Dari sini kita dapat melihat betapa frustasinya sang negara adidaya dalam menancapkan hegemoninya di Kabul. Perang selama hampir 20 tahun di Afghanistan yang sejatinya diinisiasi oleh koalisi pimpinan Amerika sendiri, nyatanya masih belum juga berakhir. Bahkan hingga detik ini rezim Kabul yang didukung US hanya menguasai kurang dari setengah wilayah Afghanistan, dan kendalinya semakin berkurang seiring dengan meningkatnya kemajuan para mujahidin Afghanistan melakukan perlawanan bersenjata. 

Berbagai cara pun sesungguhnya telah diupayakan AS selama hampir 2 dekade lamanya guna mengobrak-abrik Kabul. Akan tetapi upaya tersebut belum banyak memberikan keuntungan yang berarti bagi AS. Para politisi AS, para pejabat militer berdampingan dengan NATO sebelumnya terus-menerus menafsirkan “kelompok teroris” sebagai pembenaran dan alasan atas perang yang mereka rajut sendiri di Afghanistan. Dimana hal itu dilakukan tidak lain untuk mencegah munculnya kekuatan umat Islam di wilayah tersebut, sekaligus mengantisipasi kepungan Cina dan Rusia. 

Kegiatan ISIS di Afghanistan pun sengaja dibesar-besarkan oleh pemerintahan Kabul dan Amerika yang tidak jarang disangkut-pautkan dengan kembalinya “kelompok teroris” Al-Qaeda. Di sisi lain Amerika tidak berhenti berambisi untuk mendapatkan kekayaan mineral Afghanistan serta memantapkan posisi militer mereka disana. Namun tetap saja posisi US masih berada di ujung tanduk dan belum ada tanda-tanda kemenangan bagi pendudukan Gedung Putih di Kabul.

Berkali-kali pula US menawarkan pembicaraan damai dengan pihak Taliban, akan tetapi proses perdamaian yang diberikan hanya sebatas nama yang ditunggangi oleh berbagai propaganda. Bahkan bukan hanya sekali dua kali Amerika menyodorkan rencana “pemilu demokratis” yang katanya akan mampu menghidupkan benih-benih kesejahteraan bagi rakyat Afghanistan. Namun berulang kali pula proses “pemilu demokratis” yang dijanjikan berubah menjadi tindakan keji berdarah yang mengorbankan banyak nyawa. Maka jelas bukanlah isapan jempol belaka jika kita mengatakan bahwa kondisi sekarat Afghanistan saat ini menjadi bukti kegagalan nyata Amerika.

Padahal jelas posisi Afghanistan sangatlah penting dan strategis bagi Amerika. Sebagai negara dengan ketinggian elevasi yang terletak di antara Asia Selatan, Tengah dan Barat, Afghanistan menyediakan basis yang sempurna untuk mengintimidasi dan mengendalikan daerah-daerah yang luas dan penting ini. Selain itu letak strategis Kabul benar-benar menantang Rusia dan Cina secara langsung, karena sejatinya ia menjadi “pintu gerbang” kedua negara untuk masuk ke wilayah Teluk. Namun hingga kini satu-satunya hambatan bagi Amerika untuk menguasai Kabul adalah ketulusan para mujahidin Afghanistan yang tidak akan pernah rela menerima peraturan dari Sang Penjajah.

Maka dari itu jelas bahwa  Afghanistan tidak akan pernah jatuh ke tangan US dan sekutunya, selama masih ada kekuatan para pejuang Islam yang terus-menerus berjuang mengusir para musuh Allah. Tidak akan pernah pula para kafir barat terutama Amerika merebut kemenangan dari tangan kaum muslimin, selama umat secara tulus mengharapkan pertolongan Allah tanpa mengenal putus asa. Karena sungguh pertolongan Allah itu sangat dekat sebagaimana yang disebutkan dalam firmanNya, ‘(Ingatlah), ketika engkau (Muhammad) mengatakan kepada orang-orang beriman, “Apakah tidak cukup bagimu bahwa Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?”’ (QS. Ali-Imran: 124). 

Dan dalam kesempatan ini, patutlah pula kita memperingatkan rezim Kabul yang secara sukarela berjabatan tangan erat dengan Sang Penjajah untuk kembali ke jalan yang lurus. Karena Allah secara nyata telah memberikan peringatan kepada mereka, “Dan janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kalian disentuh api neraka, dan sekali-kali kalian tiada mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah, kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan” (QS. Hud: 113). 

Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh Karina Fitriani Fatimah

(Alumnus of master degree of applied computer science, Albert-Ludwigs-Universität Freiburg, Germany)

Posting Komentar

0 Komentar