Program pendidikan ulama perempuan untuk penghapusan bias gender bisa menghantar lahirnya ‘rujukan publik’ yang memperkuat moderasi dan penguatan sekularisme. Imam besar Masjid Istiqlal Prof. KH. Nasarudding Umar mengatakan bahwa perempuan yang menjadi ulama sangat langka ditemukan sehingga akan diadakan pendidikan kader ulama perempuan. Dikutip dari laman berita antaranews.com, sebagai tindak lanjut ditandatanganinya nota kesepaham oleh kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (PPPA) dan masjid Istiqlal, Nasaruddin berharap akan ada lebih banyak ulama perempuan di berbagai daerah yang memiliki kekuatan intelektual dalam pengkajian Al-Qur’an dan hadist.
Selain itu, Nasaruddin menganggap bahwa apabila pemberdayaan perempuan dan anak disuarakan melalui masjid, dampaknya akan besar, yaitu permasalahan rumah tangga atau keluarga sebagai dasar dari adanya kekuatan masyarakat, bangsa dan negara dapat teratasi. PPPA mengapresiasi program ini dan juga berharap agar program ini dapat mengubah cara pikir dan cara pandang masyarakat agar ramah serta responsif terhadap perempuan dan anak karena isu perempuan merupakan isu yang kompleks dan multisektoral. Program ini akan difokuskan melakukan kajian kesetaraan gender dalam perspektif Islam, Istiqlal berambisi dapat mencetak ulama-ulama baru yang dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Program yang akan mencetak ulama perempuan untuk mengaruskan moderasi Islam ini, sejatinya tidak sejalan dengan Islam itu sendiri. Melalui program ini, aroma kriminalisasi ajaran Islam tampak menguat karena program ini dibangun atas dasar pemahaman Islam berbasis gender yang moderat. Program pendidikan ulama perempuan untuk menghapus bias gender, akan memperkuat paham moderat yang bisa menjauhkan kita dari Islam. Islam moderat pada dasarnya merupakan rangkaian sekularisasi pemikiran Islam dan penyusupan paham pluralisme yang memandang semua agama benar dalam bentuk toleransi yang melampaui batas, padahal agama yang mulia di sisi Allah hanyalah Islam.
Islam memberikan kehormatan dan peran tak terhingga pada perempuan. Ideologi Islam tidak pernah memandang perempuan sebagai benda yang dapat dikomersialkan. Sejatinya, pembicaraan tentang wanita dalam Islam itu adalah pembicaraan tentang sebuah peradaban besar dengan peran perempuan sebagai umm wa rabbatul bait (Ibu dan pengatur rumah tangga). Peran berat dan mulia inilah yang akan mencetak generasi berkepribadian Islami yang akan memimpin peradaban.
Islam menempatkan ulama dan negara sebagai penanggungjawab dalam perbaikan kualitas keluarga. Ulama memiliki tugas mulia untuk meluruskan pemikiran yang salah dan keliru serta menolak dan menyangkal ideologi-ideologi batil yang bukan Islam, termasuk pemikiran moderat ini. Namun, peran ulama ini akan maksimal dijalankan bila kebijakan negara dibuat dengan basis aturan syariat.
Negara berperan sebagai pelaksana hukum-hukum yang dapat menjamin penjagaan kehormatan perempuan dan mencetak ulama yang berkontribusi dalam pembentukan keluarga ideal. Selain itu, negara dan ulama dengan ilmunya juga bertanggung jawab terhadap diterapkannya aturan-aturan Allah. Oleh karena itu, hal utama yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan ini adalah penerapan Islam secara sempurna yang dapat mengembalikan fungsi penguasan dan ulama dalam pembentukan keluarga Muslim yang berkualitas.[]
Oleh Sanya, Alumni Universitas Indonesia
0 Komentar