Upaya untuk terus menggencarkan ide pluralism agama sangat gencar dirasakan. Menganggap agama Islam sebagaimana agama yang lain dari sisi keharusan adanya bentuk taqarrub ilallah adalah suatu kesalahan besar bagi kaum muslimin. Menganggap masjid sebagai tempat wisata religi dan mengganti frasa agama dengan frasa akhlaq dan budaya adalah buah dari derasnya arus
moderasi Islam. Karena itu umat Islam perlu tahu, bagaimana menyikapi berbagai bentuk kedzaliman juga. Terkait hal ini ustadzah Isnaini Isamsaro, SSi, seorang aktivis dakwah yang tinggal di kota Tangsel menyampaikan ulasannya
Apa pendapat ustadzah terkait ide pluralisme agama?
Pluralisme agama adalah paham yang menganggap bahwa semua agama itu sama. Sehingga kebenaran itu bersifat relatif. Konsekuensinya, tidak boleh menganggap agamanya paling benar.
Jika demikian maka hal ini bertentangan dengan pandangan Islam, dimana Islam adalah yang paling benar dalam pandangan Allah swt sesuai dengan QS Ali Imran : 85. Sebagai Seorang muslim maka kita harus mengikuti apa yang ada di dalam Alquran.
Bisakah diberikan contoh real dalam kondisi saat ini tentang ide ini?
Pluralisme agama ini nampak semakin nyata pada belakangan ini. Contohnya apabila pada hari besar agama Islam seperti Idul Fitri maka kemudian seluruh tempat baik itu perniagaan tempat tinggal atau apapun akan berhias ketupat, gambar kubah masjid dan Senada dengan itu. Begitu juga apabila pada hari natal maka kemudian semua berhias dengan segala atribut yang menunjukkan atau identik dengan agama Nasrani semisal pohon natal sinterklas dan sejenisnya. Bukan hanya benda atau tempat tapi kemudian orangnya pun berdandan ala sinterklas sekalipun Dia mungkin bukan orang Nasrani bahkan bisa jadi mereka adalah orang muslim yang terpaksa melakukannya karena tuntutan dari pekerjaan dan sejenisnya. Begitu juga apabila pada saat merayakan Imlek maka kemudian hiasan-hiasan yang nampak adalah lampion-lampion.
Selain itu ada juga pengucapan salam dalam berbagai versi sesuai agama yang diakui di Indonesia pada saat acara-acara resmi, atau diadakannya doa bersama dari berbagai macam agama atau dialog antar agama.
Sebenarnya darimana ide ini berasal?
Yang jelas ide ini tidak berasal dari Islam. Pluralisme agama ini merupakan turunan dari demokrasi. Sedangkan demokrasi adalah produk dari sistem kapitalis Barat. Di mana mereka menganggap bahwa masyarakat adalah kumpulan dari individu-individu yang mempunyai berbagai keinginan, berbagai latar belakang, sehingga perbedaan itu harus di akomodir supaya tidak saling berbenturan dan harus dilindungi. Dalam hal ini Hak Asasi Manusia (HAM) bertugas untuk menjamin bahwa beragama merupakan hak asasi setiap manusia yang tidak boleh diganggu. Siapapun boleh memilih Agama apa saja. Bahkan tidak beragama sekalipun merupakan hak seseorang.
Bagaimana islam menyikapi hal ini?
Jika pluralisme agama seperti yang dimaksud diatas, Islam tidak mengenal pluralisme seperti itu. Islam mengakui perbedaan yang ada di dalam masyarakat karena memang manusia itu terdiri dari berbagai latar belakang dan kemudian tersebar di berbagai wilayah, dimana pasti akan ditemukan perbedaan- perbedaan antara wilayah satu dengan wilayah yang lain. Namun demikian Islam tetap mengharuskan umatnya untuk selalu merujuk kepada syariat Islam dalam menentukan, memutuskan segala sesuatu dalam kehidupan sekalipun berada di wilayah-wilayah yang berbeda karena Islam diturunkan untuk seluruh manusia bukan untuk manusia di wilayah tertentu saja. Terlebih dalam masalah agama maka jelas-jelas dikatakan bahwa Islamlah yang paling benar dan diridhoi oleh Allah sebagai agama.
Bagi kita bangsa Indonesia yang majemuk dan menganut Bhinneka Tunggal Ika, bagaimana harusnya kita bersikap?
Dari sisi keberagaman yang ada di Indonesia pada saat ini sebenarnya tidak berbeda dengan kondisi masyarakat Madinah ketika Rasulullah hijrah dan menjadi pemimpin di Madinah. Di Madinah juga terdapat kaum musyrikin, kaum Nasrani, kaum Yahudi, dan juga kaum muslimin. Mereka bisa hidup berdampingan dengan damai. Hanya saja hal ini bisa terjadi karena aturan yang diterapkan di masyarakat adalah aturan Islam, tertulis di dalam Piagam Madinah.
Ini menjadi bukti bahwa Islam mampu menjaga keberagaman yang ada di dalam masyarakat tanpa harus menjadikan atau mengklaim bahwa semua agama itu sama.
Sebagai muslim yang tinggal di Indonesia, maka yang harus dilakukan adalah tetap berpegang teguh kepada syariat Islam yang menjadi tuntunan kehidupan kita. Terlebih hak beragama dijamin dalam UUD Pasal 29. Adapun keberagaman latar belakang suku adat istiadat dan agama yang diakui di Indonesia maka hal itu seharusnya tidak mempengaruhi apa yang kita imani dalam masalah agama. Sesuai dengan ayat didalam surat al-kafirun yang menyatakan bahwa: bagimu agamamu bagiku agamaku.
Yang artinya, tidak boleh ada pemaksaan terhadap agama tertentu. Begitu juga dengan doa lintas agama dsb. Karena Islam sudah menunjukkan sikap tegas terkait masalah tersebut.
Wallahu'alam..
Rep: Kamilia Mustadjab
0 Komentar