Vaksinasi tahap 2 di Kota Bekasi sudah memasuki tahap II. Tahap ini memprioritaskan beberapa kalangan yaitu lansia, komorbid, penyintas Covid-19, dan petugas layanan publik . Di tengah pandemi, keberadaan vaksin menjadi angin segar pemberi harapan bagi masyarakat. Apabila pelaksanaan vaksin dapat dituntaskan, masyarakat akan dapat beraktivitas kembali sebagaimana sebelum pandemi Covid-19 mewabah.
Namun, nyatanya pengelolaan vaksin masih menuai beberapa catatan. Salah satunya adalah ketersediaan vaksin yang belum sesuai dengan kebutuhan. Meskipun telah dibuat level prioritas, ternyata jumlahnya juga masih terbatas. Contohnya saja vaksin untuk lansia yang menjadi salah satu prioritas penerima vaksin.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Dezy Syukrawati, menerangkan, lansia yang ingin divaksin harus mendaftarkan diri pada tautan yang sudah disediakan pemkot . Namun dalam pelaksanaannya di lapangan, banyak lansia yang datang hingga membludak dan sayangnya tak dapat terlayani karena belum melakukan pendaftaran, disamping dosis vaksin yang tersedia pun terbatas.
Kedua, pelaksanaan vaksinasi di Indonesia, khususnya di Bekasi masih sporadis. Dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang berinisiatif serta memiliki kemampuan mengakses vaksin lebih mudah. Puluhan perusahaan yang ada di Kabupaten Bekasi sudah mengirimkan data ke Dinas Kesehatan untuk melakukan vaksinasi gotong-royong .
Pelaksanaan vaksinasi yang sporadis ini artinya Pemerintah masih mengandalkan keterlibatan pihak swasta memvaksinasi karyawannya serta vaksinasi berbasis pada data pegawai baik instansi pemerintahan maupun perusahaan. Kondisi ini menyebabkan masyarakat yang tidak menjadi karyawan atau pegawai rawan tidak tersisir oleh vaksinasi. Padahal, angka cakupan vaksinasi harus tinggi, setidaknya 80 persen dari populasi . Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan angka ini akan sulit dicapai apabila program vaksinasi di Indonesia sebagian besar dilakukan secara mandiri atau berbayar.
Di tengah upaya vaksinasi yang belum tuntas dilakukan, sudah muncul pula keinginan dunia pendidikan untuk memulai pembelajaran tatap muka di Bekasi . Padahal masing-masing sekolah belum dapat memastikan semua guru sudah divaksin. Kekhawatiran orang tua salah satunya ditunjukkan oleh komentar Irma, warga Bekasi Timur yang anaknya sudah diminta masuk sekolah untuk belajar tatap muka. Ia mengatakan pada penulis, “Sekolah anak saya mulai hari ini belajar tatap muka. Sudah diberikan gambaran hal yang harus dilakukan anak. Namun, muncul perdebatan ketika kami mempertanyakan guru-guru yang belum divaksin sementara sekolah tetap dibuka.”
Melihat kondisi vaksinasi yang belum merata membuka pembelajaran tatap muka di sekolah tentu beresiko bagi guru maupun murid serta siapapun yang berinteraksi secara tidak langsung dengan keduanya. Protokol kesehatan yang diterapkan masyarakat ketika berinteraksi di ruang-ruang publik diakui atau tidak semakin nampak kendor pasca diumumkan telah dimulainya program vaksinasi. Hal ini makin menyebabkan sulitnya metode tracing sebagai penelusuran penularan virus Covid-19.
Swastanisasi program vaksinasi di tengah keterbatasan jumlah vaksin yang tersedia, bahkan di level dunia justru memperumit keadaan pandemi. Swastanisasi vaksin akan membuat siapa yang mampu membayar akan mendapatkan vaksin, meskipun dia bukan golongan prioritas penerima vaksin. Sementara beberapa orang lain harus menunggu mendapat vaksin padahal dia golongan prioritas hanya karena mengandalkan vaksinasi gratis.
Apalagi Indonesia menghadapi ancaman embargo yang makin menyulitkan perolehan vaksin di dalam negeri. Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan ketersediaan vaksin COVID-19 di Tanah Air terancam embargo negara-negara produsen vaksin COVID-19. Budi mengatakan, “Hanya ada lima negara yang bisa produksi vaksin, Amerika, Inggris, Rusia, India sama China. Semua melakukan acceptance, mereka embargo, mereka atur vaksinnya yang boleh keluar tuh berapa banyak.Demand negara ini pasti tinggi,” ujar Budi dalam Manager Forum ke-55 secara virtual, Jumat (26/3/2021) .
Perlu peran pemerintah yang lebih besar dalam penanganan vaksin. Islam mewajibkan kepada Pemerintah memastikan setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan kesehatan termasuk vaksin, apalagi di masa pandemi. Apabila ketersediaan vaksin yang terbatas mengharuskan prioritas kalangan tertentu yang didahulukan, maka negara harus berperan sebagai penanggung jawab utama sekaligus pengatur pelaksanaannya. Hal ini bertujuan agar tidak ada masyarakat yang sebenarnya menjadi prioritas penerima vaksin, namun karena tidak mampu mengakses secara biaya, tidak memiliki KTP wilayah setempat, maupun alasan lainnya, menjadi terhalang dari vaksinasi.
Pemerintah pun wajib terus berupaya mengejar kemandirian dalam hal vaksin dan sistem kesehatan secara umum agar tidak tergantung pada negara lain. Ketergantungan terhadap negara lain dalam hal kesehatan rakyat sangat membahayakan ketahanan negara.
Oleh Raihana Radhwa (Ibu Rumah Tangga)
0 Komentar