Isu perpanjangan jabatan presiden selama 3 periode kembali berembus, isu ini muncul menyusul pernyataan Amien Rais yang menyebut ada skenario mengubah masa jabatan presiden melalui Sidang Istimewa MPR. Kendati isu ini sudah dibantah oleh Presiden Jokowi namun hal tersebut sudah terlanjur menimbulkan reaksi di tengah masyarakat. Lantas bagaimana sebenarnya pandangan hukum terkait dengan isu perpanjangan masa jabatan presiden selama 3 periode? Kali ini Muslimah Jakarta berhasil mewawancarai seorang pengamat hukum, Apri Hardiyanti, S.H. Berikut kutipan wawancara yang berhasil dihimpun.
Tanya: Isu menambah masa jabatan presiden menjadi 3 periode saat ini mencuat lagi. Sebenarnya secara hukum apakah memungkinkan hal ini terjadi mengingat masa jabatan Presiden ini sudah tertuang dalam UUD? Apakah wacana ini akan berujung pada amandemen UUD?
Jawab: Tentang kekuasaan Presiden diatur dalam konstitusi UUD 1945 dimana redaksi sebelum di amandemen menimbulkan multi tafsir. Alasan kenapa ada pembatasan masa jabatan adalah supaya pemerintah bisa memaksimalkan jabatan yang di pegang sebaik mungkin sesuai jatah waktunya.
Amandemen UUD 1945 (1999) yang mengubah ketentuan pasal 7 UUD 1945 dimana Presiden dan wakil Presiden hanya menjabat maksimum dua kali periode jabatan, yakni selama 10 tahun. Dengan adanya amandemen tersebut, menutup peluang seorang Presiden memegang jabatan sampai tiga periode, kecuali lebih dahulu dilakukan amandemen lagi terhadap ketentuan pasal 7 UUD 1945.
Untuk melakukan amandemen butuh kekuatan politik yang besar, sebab pasal 37 UUD 1945 mensyaratkan usul perubahan pasal harus diajukan 1/3 anggota MPR yang terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD dan ayat berikutnya dari pasal itu menyatakan,pasal yang diusulkan untuk di amandemen pun harus jelas. Sidang untuk mengubah pasal harus dihadiri minimal 1/3 anggota MPR. perubahan atas pasal hanya bisa jika mendapat persetujuan dari 50 persen plus 1 orang anggota MPR. jika keputusan itu telah di buat, maka tak ada lagi upaya untuk menganulirnya.
Tanya: Sebenarnya isu ini kan tidak muncul sekarang saja. Dulu di periode kedua SBY pun isu ini sdh muncul. Melihat gejala ini, sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan sistem pemerintahan kita menurut mbak?
Jawab: Besar kemungkinan ini hanyalah bagian dari strategi manajemen isu. Strategi yang di lakukan dengan cara melempar informasi ke tengah publik untuk mengobservasi dan memetakan reaksi atas wacana 3 periode. Bertolak dari pemetaan tersebut, maka ditentukanlah tanggapan atau sikap yang harus di berikan.
Sistem pemerintahan kita memiliki konstitusi yang terlalu elastis dan politis sehingga bisa diubah kapan pun sesuai kepentingan penguasa dan stakeholdernya. Jadi konstitusi harga mati hanya slogan saja karena pada prinsipnya sistem pemerintahan kita adalah warisan yang tidak memiliki pijakan absolut sebagaimana sebuah pemerintahan dijalankan.
Tanya: Beberapa pakar mengaitkan beberapa peristiwa politik terakhir dengan isu ini. Seperti dikaitkan dengan mangkraknya pembangunan di calon ibu kota baru, kemudian kejadian KLB Partai Demokrat, tidak direvisinya UU Pemilu. Menurut mbak sendiri bagaimana melihat keterkaitan peristiwa2 ini?
Jawab: Yang menjadi salah satu dalih untuk memperpanjang masa jabatan tiga periode adalah pembangunan ibu kota baru di kalimantan yang berpotensi mangkrak. Kemudian tidak di revisinya UU Pemilu yang akan membuat Pilkada, Pilpres, Pileg diserentakan tahun 2024 artinya akan banyak pejabat Gubernur, Bupati, Walikota yang akan dipilih oleh presiden. Serta ada upaya untuk menguasai partai-partai di parlemen termasuk kejadian KLB Demokrat, sehingga hanya tersisa PKS sebagai partai oposisi.
Jadi erat kaitanya jika ditinjau dari aspek melanggengkan kekuasaan. Sehingga alasan infrastruktur ibu kota, kisruh politik dan regulasi yang relevan dengan kepemiluan dijadikan pembenaran untuk mengekspos wacana 3 periode. Ini merupakan test the water bagaimana respon masyarakat dengan wacana beserta dalihnya. Tapi poinnya bahwa penguasa sedang mencai-cari alasan agar mendapatkan legitimasi rakyat demi melanggengkan kekuasaan.
Tanya: Melihat isu politik seperti ini rasanya pesimis kalau negara ini akan bergerak maju. Krn masih berkutat pada persoalan2 semacam ini. Mengapa persoalan2 spt ini terus berulang? Dan bagaimana mengatasinya?
Jawab: Pertama, ya pesimis. Bukan hanya negara gagal maju namun negara nampak gagal mengelola permasalahan yang terjadi. Legislator dalam sistem demokrasi sebagai sinyalemen kuat betapa manusia yang sifatnya lemah yang memiliki banyak kekurangan. Karena itu produk hukum yang di hasilkan pasti mengandung kelemahan, kekurangan dan tidak melampaui zaman bahkan ketinggalan zaman.
Kedua, standar yang digunakan dalam membuat aturan adalah akal manusia berdasarkan suara terbanyak jadi legislasi dalam sistem demokrasi sekuler mengacu pada suara mayoritas. Kebenaran diukur dari berapa banyak produk hukum tersebut mendapat persetujuan.
Ketiga, hukum yang di buat manusia akan sangat subjektif dan pasti membawa kepentingan para pembuatnya.subjektifitas dan konflik kepentingan tidak akan bisa di lepaskan ketika manusia diberikan hak sebagai legislator. Apa lagi pihak yang diberikan kewenangan membuat hukum adalah perwakilan partai politik di parlemen yang syarat dengan berbagai kepentingan.akibatnya,produk hukum yang di hasilkan hampir pasti membawa kepentingan kelompok politiknya, kelompok bisnis dan sponsor.
Perlu mencari jalan lain dalam rangka mencari solusi pada proses politik yang ada saat ini, perlu sebuah sistem politik yang bisa mengadopsi nilai-nilai yang bersifat eternal dan transendental sehingga tidak ada kepentingan manusia yang bisa merubah nilai-nilai tersebut. Sepanjang nilai-nilai yang tidak berasal dari wahyu maka prodak hukum akan mudah diperbarui oleh yang berkepentingan dalam hal ini oligarki.
Solusi mengatasi persoalan demi persolan yang terjadi di negeri ini adalah bukti gagalnya sistem demokrasi yang selama ini diagung-agungkan oleh pengikutnya. Jadi sumber masalahnya adalah sistem yang cacat, gagal dan ketinggalan zaman. Artinya satu-satunya solusi adalah ganti sistem dengan yang terbukti secara historis mampu mensejahtrakan dan melindungi rakyatnya, yakni sitem Islam.
0 Komentar