Aksi Terorisme, Aktivis Kampus: Jangan Mudah Terbawa Narasi Media

 


Beberapa waktu yang lalu terjadi penyerangan Mabes Polri yang dilakukan oleh seorang mahasiswi muslimah dengan inisial ZA. Meskipun terkesan banyak kejanggalan, tetapi fokus untuk terus melakukan upaya deradikalisasi di kampus tetap berjalan, bahkan kian masif. Benarkah kampus-kampus yang ada saat ini menjadi tempat bagi para teroris untuk melakukan kaderisasi sebagaimana diaruskan? Berikut ini petikan wawancara dengan seorang mantan aktivis dakwah kampus, Teteh Sely Selviana, S.Pd.

 

Menurut teteh, apakah memang situasi kampus saat ini berpengaruh terhadap para mahasiswi sehingga mereka jadi radikal dan berani melakukan aksi-aksi terorisme?

Saya menduga peristiwa penyerangan mabes polri oleh seorang muslimah bercadar yang kabarnya seorang mahasiswi ini, terkesan sebagai bagian dari upaya untuk mengembangkan narasi bahwa kampus merupakan sarang terorisme dan radikalisme. Dan ini adalah narasi lama. Sebelumnya sempat ada lembaga riset yang mengklaim ada 10 PTN di Indonesia terpapar paham Islam radikal. Tentu narasi ini sangat berbahaya. Kenapa demikian? Karena selama ini kita lihat narasi seperti ini biasanya diarahkan untuk menyasar lembaga dakwah kampus yang dianggap sebagai basis kaderisasi radikalisme/terorisme, yang faktanya itu tidak pernah ada. Yang saya amati dan saya pun juga pernah aktif di salah satu lembaga dakwah kampus PTN, tidak pernah sedikit pun kami diajarkan hal yang berkaitan dengan terorisme. Justru kami dipahamkan bahwa aksi teror tidak dibenarkan dalam Islam.

Klaim kampus jadi basis terorisme dan radikalisme pun sangat bertentangan dengan fakta kondisi kampus saat ini, di mana arus moderasi beragama sedang dideraskan hampir di semua kampus. Banyak sekali organisasi-organisasi mahasiswa yang turut mengkampanyekan moderasi beragama.

Jika di kampus lebih banyak program moderasi yang menyibukkan mahasiswa pada studi dan kegiatan lainnya (bukan kegiatan agama), lantas mengapa ZA ini bisa melakukan hal tersebut? Bukankah dengan begitu membuat mahasiswi lainnya jadi tambah takut ikut kajian keislaman?

Saya ingin disclaimer apa yang dilakukan oleh ZA bukanlah hasil dari kajian keislaman yang biasa ada di lembaga dakwah kampus. Karena ketika kita mengkaji Islam dengan benar tidak pernah dibenarkan aksi terorisme itu.

Banyak mahasiswi yang akhirnya takut ikut kajian? Ya inilah salah satu dampak bahaya dari narasi yang sengaja dikembangkan tadi. Suasana islamophobia semakin menguat di kalangan mahasiswa.

 

Apa sebenarnya tujuan pemerintah terhadap opini yang dikembangkan di tengah masyarakat terhadap kasus ini?

Membungkam mahasiswa. Karena banyak mahasiswa yang kritis ketika mereka mengkaji Islam. Jadi mahasiswa ini kan orang yang idealis dan kritis. Tanpa Islam saja, mereka sudah ditakuti akibat ke-idealis-an dan kekritisannya. Apalagi dengan basis Islam. Kita tahu kan, Islam agama yang sempurna. Islam bisa memberi solusi bagi seluruh persoalan kehidupan. Disaat kondisi krisis saat ini banyak mahasiswa kritis menawarkan solusi Islam bagi persoalan negri ini. Dan ini yang tidak disukai oleh pihak-pihak yang mempertahankan status quo, yang merasa 'nyaman' dengan kekuasaannya.

 

Lantas apa yang harus dilakukan mahasiswi muslimah untuk menyikapi kondisi ini?

Jangan mudah terbawa narasi yang dikembangkan media. Berpikirlah kritis. kembalikan lagi marwah  mahasiswa sebagai agent of change dengan cara mengkaji Islam yang merujuk kepada Al Quran dan As Sunnah. Pahami dulu aqidah Islam dengan benar, dengan pemikiran yang lurus dan pemahaman yang tepat. Karena Islam satu-satunya alternatif solusi untuk persoalan negeri kita saat ini.

 

 

 

Reporter: Kamilia Mustadjab

Posting Komentar

0 Komentar