Balada Pengamen Ondel-Ondel Ibu Kota

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan melarang penggunaan ondel-ondel sebagai sarana mengamen atau mengemis. Pemprov DKI juga menyiapkan sanksi bagi pihak-pihak yang masih mengamen menggunakan ondel-ondel (CNNIndonesia.com, 24/3/2021).

Dilansir dari laman liputan6.com, 26/3/2021, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan bahwa ondel-ondel sebagai bagian dari budaya bangsa harusnya dihargai oleh masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan untuk mengamen di jalanan. Apalagi, sampai mengganggu ketertiban umum.

Selain itu, Menurut Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Arifin, pihaknya telah melakukan penjangkauan terhadap pengamen ondel-ondel sejak Rabu, 24 Maret 2021. Hasilnya, dalam sehari, Satpol PP menjangkau 62 pengamen ondel-ondel bersama puluhan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). 

Sebenarnya, wacana tersebut bukan barang baru, hal itu pernah mengemuka pada 2014. Saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang masih menjabat wakil gubernur mengatakan tidak sepatutnya ondel-ondel dijadikan alat mengamen (CNNIndonesia.com, 2021).

Namun sangat disayangkan, kebijakan Pemprov tersebut bisa berujung nestapa. Betapa tidak, masyarakat ibu kota yang menggantungkan hidup dari mengamen ondel-ondel harus berhadapan dengan hukum. Melalui Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, dan rencana revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2015, tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi, 

Pemerintah Malah Memberi Sanksi, Bukan Solusi.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Abdurrahman Suhaimi. Dia mengatakan bahwa mestinya usul tidak hanya terkait larangan, tapi juga solusi. Suhaimi lantas memberi saran agar para pengamen dan orang-orang yang menggantungkan hidup dari ondel-ondel dibina. Menurutnya, perlu ada alokasi anggaran khusus untuk itu.

Alih-alih ingin menjaga nilai budaya, pemerintah malah membuat hidup rakyatnya semakin sulit. Padahal, jika ada pilihan lapangan kerja lain. Pastinya, mereka akan memilih pekerjaan selain mengamen memakai ondel-ondel.

Karena, sebagai informasi. Menurut Yudi Hermawan, Pimpinan Sanggar ondel-ondel Sinar Betawi Entertainment, terdapat ukuran standar khusus dalam pembuatan badan ondel-ondel. Dengan penghasilan yang hanya mencapai Rp50.000., pengamen ondel-ondel harus memanggul badan boneka kayu yang beratnya berkisar 10-15 kilogram dan tingginya sekitar 2,5 meter sampai 3 meter (detik.com, 3/7/2020).

Sudah menjadi pemahaman bahwa biaya hidup di ibu kota sangat tinggi. Belum lagi terjadi kebaikan beberapa bahan kebutuhan pokok seperti daging, kedelai dan cabai. Tentunya, penghasilan tersebut belum bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. 

Banyak pihak menyarankan agar pengamen Ondel-Ondel diberi pembinaan. Salah satunya datang dari Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta, Oman Rohman Rakinda yang meminta agar seniman ondel-ondel diberi ruang untuk melakukan kegiatan kesenian (detik.com, 25/3/2021).

Namun, rekomendasi tersebut bukanlah solusi tuntas terhadap permasalahan ini. Karena sejatinya, yang menghadapi kesulitan hidup di ibu kota saat ini bukan hanya pengamen Ondel-Ondel. Menurut data BPS DKI Jakarta, hingga tahun 2019 sebanyak 166.947 jiwa atau sekitar 3,45 persen penduduk Ibu Kota, masuk dalam kelompok pekerja yang tidak dibayar. Artinya, pekerja serabutan dengan penghasilan tidak tetap per harinya. Solusi terbaik adalah dengan membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi warga.

Pertanyaannya, bagaimana mungkin lapangan kerja bisa tersedia jika negara masih saja "mengimpor" tenaga kerja asing. Terbukti, jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) di DKI Jakarta pada tahun 2020 mencapai 10.809 orang (kontan.co.id, 12/5/2020).

Fakta memilukan mengungkap bahwa banyak pengamen ondel-ondel merupakan anak putus sekolah. Sebuah sanggar ondel-ondel di Kampung Pulo, Jakarta Pusat, dikatakan menjadi wadah penampung anak-anak putus sekolah. Mereka "diselamatkan" agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan salah. Pendiri Sanggar Betawi Ondel Al-Fathir, Deny Eliansyah mengamini bahwa banyak anak putus sekolah yang ikut dalam sanggarnya (38/5/2018).

Berarti, masalah pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang harus dibenahi Pemprov DKI Jakarta. Dikutip dari laman resmi kemendikbud, hingga tahun 2020, jumlah siswa putus sekolah di DKI Jakarta sebanyak 2924 siswa dengan rincian SD 1492, SMP 968, SMA 138, SMK 326. Data membuktikan, pendidikan masih seperti menara gading bagi warga ibu kota sekalipun.

Yang paling mengiris hati, sering ditemui pengamen ondel-ondel yang masih saja mengarak ondel-ondel saat azan berkumandang. Mereka seakan tidak mengacuhkan panggilan shalat dari masjid. Tentu peristiwa ini harusnya menjadi cambuk buat pemerintah yang abai terhadap pelaksanaan kewajiban rakyatnya, yakni shalat lima waktu.

Sejatinya, tugas utama pemimpin bukan semata menjamin perut warganya tidak keroncongan. Lebih dari itu, tugas utama seorang pemimpin adalah menjaga akidah rakyatnya. Rasulullah Saw. senantiasa berdoa kepada Allah Swt., yang artinya: ”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran, kemiskinan, dan siksa kubur.”

Oleh sebab itu, idealnya pemerintah melihat bahwa masalah utamanya bukan ondel-ondel yang disalahgunakan warga untuk mengemis. Tapi, mengapa rakyat sampai rela bersusah patah mengarak boneka kayu raksasa yang beratnya mencapai 15 kilogram keliling ibu kota? Jawabannya adalah demi sesuap nasi, miris!

Harusnya, pemerintah belajar dari salah satu pemimpin sejati, yakni Umar Bin Khattab yang sangat perhatian pada rakyatnya. Dalam buku Sang Legenda Umar Bin Khattab torehan Yahya Bin Yazid Al Hukmi Al Faifi, Abdullah meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya. Bahwa Umar Bin Khattab selalu puasa dahr (sepanjang tahun), ketika di musim kemarau, rakyat dilanda kelaparan.

Tentu bisa kita saksikan saat ini, teladan itu tidak kita temui pada pemimpin saat ini. Kenyataan pahit yang terjadi justru sebaliknya. Di tengah penderitaan rakyat, anggaran pendapatan untuk 106 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta pada APBD 2021 malah diusulkan naik menjadi Rp888,6 miliar, tepatnya Rp888.681.846.000 (kompas.com, 2/12/2020).

Intinya, semua problem kemanusiaan di DKI Jakarta tidak akan tuntas dengan hanya menerapkan solusi parsial. Jalan keluar terbaik adalah harus menyeluruh dan paripurna. Namun pertanyaannya, mampukah pemerintah menyelesaikan masalah kemiskinan yang menyebabkan rakyat mengemis dengan sistem yang diadopsi saat ini? Wallahualam bishawab. 


Oleh Anggun Permatasari

Posting Komentar

0 Komentar