Ramadan tiba. Marhaban ya Ramadan. Kita akan sampai kembali pada bulan yang mulia. Bulan suci, yang akan membumi hanguskan berbagai dosa dan maksiat apabila dapat menjalankan ibadah dengan niat semata-mata karena-Nya. Bulan dimana diwajibkannya orang-orang yang beriman untuk berpuasa, sekaligus menjadi ajang menempa diri untuk meraih dan meningkatkan ketakwaan pada Allah Swt.
Menurut Tafsir Ibnu Katsir, takwa adalah menaati Allah Swt. dan tidak bermaksiat kepada-Nya. Senantiasa mengingat Allah Swt. serta bersyukur kepada-Nya tanpa ada pengingkaran (kufur) di dalamnya. Ketakwaan sempurna ialah ketaatan kepada perintah dan larangan Allah secara keseluruhan, berislam secara kafah.
Kaum muslim menyambut bulan Ramadan dengan gembira dan suka cita. Ada harapan yang membuncah agar dapat meraih ketakwaan yang sempurna. Azzam dan keinginan yang kuat untuk berislam kafah tercermin dengan meningkatnya partisipasi dalam kegiatan ibadah dan taklim majelis ilmu yang kian menjamur. Dari dakwah dan ukhuwah yang kian meningkat, semakin banyak pula orang yang berislam kafah. Umat pun paham ketakwaan hanya bisa diraih dengan berislam yang kafah.
Di sisi lain, ada yang tampaknya resah dan gelisah dengan membubungnya Islam kafah. Proyek deradikalisasi dan moderasi agama yang telah digulirkan, realitanya dirasakan oleh umat jauh dari tujuan meraih ketakwaan. Tujuannya disadari jelas menjauhkan umat dari Islam kafah. Membuat umat justru goyah dengan pemahaman Islam yang sebenarnya.
Moderasi beragama dikatakan cara beragama yang proporsional dan tidak berlebih-lebihan. Sedangkan manifestasi sebenarnya dari moderasi beragama ini apabila kita jeli, justru mengurangi bahkan menghilangkan nilai-nilai, ajaran-ajaran dan aturan-aturan Islam itu sendiri. Contohnya ketika seseorang terikat dengan aturan agamanya, itu diklaim sebagai sesuatu yang berlebihan. Padahal kalau merujuk pada definisi, justru ketika seseorang itu menjalankan segala aturan agamanya, itulah yang sebenarnya dimaksud proporsional.
Wanita yang menutup aurat sempurna, dikatakan berlebihan. Membuka aurat walau telah diharamkan oleh Allah Swt di dalam ayat suci Alquran, saat ini dianggap proporsional atau biasa-biasa saja. Muslim yang menghindari riba, yang juga telah Allah Swt kecam aktivitas riba ini di dalam Alquran, nyatanya dianggap berlebihan. Barulah dikatakan proporsional apabila mengikuti standar ekonomi kapitalisme barat. Pada akhirnya, standar mengikuti aturan agama diklaim berlebihan, meninggalkan ajaran agama justru dianggap proporsional. Moderasi pun maknanya agama tidak boleh menjadi aspirasi. Kita boleh ibadah, tapi tidak boleh punya aspirasi politik.
Bagi penguasa peradaban kapitalisme-sekularisme, umat Islam yg bertakwa dan memperjuangkan Islam kafah adalah trouble maker yang mengancam eksistensi mereka dan ideologi yang diembannya. Permasalahan bangsa Indonesia dan dunia yang semakin pelik di tengah tantangan globalisasi dan ideologi barat menggerakkan satu demi satu hingga menjadi gelombang besar umat Islam Indonesia dan dunia untuk menginginkan kembali menjalankan ajaran Islam secara Kafah (sempurna).
Tuntutan ini diyakini oleh umat sebagai satu-satunya cara untuk menyelamatkan manusia khususnya umat Islam dari kehancuran dan perpecahan dunia. Membawa perubahan yakni dengan menerapkan Islam secara kafah dengan syariah dan khilafah. Untuk menjadi muslim yang kafah, hal ini ibarat dua sisi mata uang. Dibutuhkannya agama sebagai pondasi dan kekuasaan adalah penjaganya.
Pemahaman Islam kafah inilah yang menjadi ancaman dan bahaya bagi penjajah dan antek-anteknya. Wajar kemudian berbagai upaya dilakukan demi lancarnya proyek deradikalisasi dan moderasi beragama. Contoh-contoh yang terjadi ialah pelarangan ceramah ustaz yang diklaim radikal, tuntutan hukum kepada IBH*RS yang tak masuk akal, diskriminasi terhadap ajaran khilafah serta Islam ideologis dan politis. Harapannya perjuangan Islam kafah akan ambyar di bumi ini.
Sejatinya, mereka, penguasa kepanjangan tangan dari penjajah yang tidak rela Islam kafah kembali hadir, telah menjalankan misinya. Dengan segenap kebijakan-kebijakan anti-Islam yang bertujuan untuk mengebiri paham Islam kafah dan kebangkitan Islam politik. Mulai dari Perpres RAN PE, SKB 3 Menteri, revisi UU Ormas, UU ITE, surat edaran Menpan RB tentang ASN, pembubaran Ormas Islam, persekusi ulama, monsterisasi Islam seperti pelarangan cadar dan lainnya. Semakin lengkaplah otoritarianisme dan proyek anti-Islam di negeri ini.
Umat semestinya sadar bahwa penguasa mereka tidak sejalan dari tujuan beragama mereka yakni meraih ketakwaan individu dan sosial. Yang sejatinya ketakwaan tersebut justru akan membantu meringankan kewajiban penguasa untuk memperbaiki moral dan kepribadian bangsa. Sehingga akan berdampak kebaikan bagi negeri ini.
Ketakwaan individu dan sosial inilah yang lebih dibutuhkan untuk menyelesaikan problem negeri ini. Terutama problem bobroknya moral para pejabatnya. Budaya korupsi yang mustahil dihilangkan, yang berdampak terhadap politik dan hukum. Hukum tidak tegak, keadilan ekonomi dan hukum sulit diwujudkan. Korupsi pun meningkat secara drastis termasuk ke tingkat parpol.
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A'Raf: 96)
Meskipun benih-benih moderasi yang disemai kian mekar. Semangat kembali kepada Islam kafah tidak boleh ambyar. Harapan itu hanya akan terwujud tentunya bila ada penguasa yang sehati dan sejalan dengan cita-cita hakiki Ramadan. Mewujudkan ketakwaan sempurna dengan Islam kafah yang akan diejawantahkan oleh syariah dan khilafah. []
Wallahu a'lam biashawab.
Oleh Novita Sari Gunawan
0 Komentar