Memasuki
bulan Romadhon, syiar Islam tentunya kian semarak. Sebab di bulan yang penuh
kemuliaan ini, kaum muslimin diperintahkan untuk banyak melakukan amal
kebaikan. Dengan amal kebaikan yang banyak ini kaum muslimin berharap akan
mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Sebab Allah telah menjanjikannya
sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ
عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ
“Setiap amalan kebaikan
yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang
semisal hingga tujuh ratus kali lipat.”
Amal
kebaikan yang banyak itu sekaligus bisa menjadi syiar Islam. Sehingga Islam
nampak dalam kehidupan dan masyarakat lebih memahami dan mendalaminya. Dengan
begitu ketaqwaan komunal akan meningkat dan hal ini akan mengantarkan pada
keberkahan dan keridoan Allah swt.
Salah
satu uslub dalam melakukan amal kebaikan untuk syiar Islam ini adalah dengan
banyaknya kajian, kultum, taushiyah dan sebagainya yang disebarkan melalui
berbagai alat kominikasi seperti televisi dan radio. Karenanya wajar jika
selama bulan Ramadhan berbagai stasiun televisi berlomba untuk membuat berbagai
program Ramadhan
Namun
sayangnya beberapa waktu yang lalu pemerintah menetapkan sebuah peraturan baru
terkait masalah ini. Melalui KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) pemerintah
melarang lembaga penyiaran, baik televisi maupun radio, menampilkan pendakwah
dari organisasi terlarang Aturan itu dituangkan dalam Surat Edaran KPI Nomor 2
Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran pada Bulan Ramadan.
Dalam
poin 6 huruf d surat edaran itu, KPI menekankan pendakwah yang ditampilkan
harus sesuai standar Majelis Ulama Indonesia (MUI). KPI memang tak merinci
daftar organisasi terlarang yang dimaksud. Namun, Komisioner KPI, Irsal Ambia
membenarkan bahwa yang dimaksud organisasi terlarang adalah Front Pembela Islam
(FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagaimana dilansir CNNIndonesia.com
(22/3/2021)
Tentu
kebijakan pemerintah ini patut disayangkan. Sebab ormas yang dianggap
terlarang, ternyata tidak pernah terbukti melakukan aksi-aksi kekerasan seperti
tindakan teror dan radikal yang merongrong kedaulatan negara. Pun tak pernah
menyebarkan ajaran sesat. Bahkan kedua ormas tersebut seringkali justru muncul
saat dibutuhkan masyarakat. Edukasi yang selama diberikan kedua ormas ini
justru banyak memberikan pencerahan pada masyarakat akan gambaran Islam yang
sesungguhya.
Para
dai dari kedua ormas tersebut memiliki pemahaman yang benar tentang Islam,
berpikir lurus dan berorientasi akhirat. Mereka adalah orang-orang yang ikhlas
berjuang untuk umat. Mereka menjalankan dakwah tanpa pamrih atau keinginan
tersohor. Merekalah para dai yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat untuk menjelasakan
berbagai hukum dan pemikiran Islam dengan sudut pandang yang benar.
Namun,
demikianlah realita yang terjadi. Dengan kekuasaan negara, syiar dakwah bisa
redup bahkan hilang dan berganti warna. Tak hanya di stasiun televisi, beberapa
waktu yang lalu di PT. Pelni, kajian Ramadhan secara daring juga dibatalkan
karena dikhawatirkan terpapar radikalisme. Bahkan sejak tahun lalu, syiar Islam
selama bulan Ramadhan dan Syawal seolah hilang.
Memang
benar pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktornya. Taraweh, bukber,
menyiapkan takjil, takbiran tahun lalu tak berjalan dengan alasan pandemi. Dan
tahun ini dengan pelarangan mudik, budaya silaturahmi yang dilakukan saat mudik
pun hampir-hampir hilang ditelan bumi. Berganti dengan nuansa piknik dan
wisata. Sebab selain ada larangan mudik, libur bersama yang ditetapkan
pemerintah untuk Idul Fitri juga dipangkas hanya satu hari.
Nyatalah
perubahan pola hidup dan interaksi masyarakat sangat diwarnai dengan berbagai kebijakan penguasanya. Artinya
sistem yang diberlakukan dalam sebuah negara akan menentukan ke arah mana
kehidupan masyarakatnya menuju. Jika menghendaki Islam berjaya, maka sistem
Islamlah yang layak diterapkan. Demikian pula sebaliknya.
Karena
itu penting bagi kaum muslimin yang ingin mengembalikan syiar-syiar Islam untuk
terus menggelorakannya meski tidak melalui televisi dan radio. Masih banyak
wasilah yang bisa digunakan untuk menebarkan syiar-syiar Islam. Sambil terus
berupaya memperjuangkan tegaknya sebuah Daulah Islamiyah yang akan menampakkan
syiar-syiar Islam ke seluruh penjuru dunia. Wallahu a’lam.
Penulis: Kamilia Mustadjab
0 Komentar